Pak Risman termenung sejenak, mengingat bayangan hitam yang hendak meraih putrinya. Segera ia menggelarkan sejadah di lantai, kemudian mengenakan sarung. Sementara Bu Inah yang masih penasaran dengan jawaban suaminya, kembali bertanya.
"Sebenarnya ada apa, Pak? Tumben lampunya dinyalakan," kata Bu Inah dengan kening mengernyit.
"Ibu jangan banyak tanya. Sebaiknya ajak main Sukma sebentar terus tidurkan dia."
Bu Inah menoleh pada bayi kecilnya yang sedang berbaring di sebelahnya. "Oh, iya. Dek Sukma bangun," katanya menggendong si bayi yang masih terjaga.
Pak Risman melanjutkan salat Tahajud. Setidaknya dengan terjaganya istri dan putrinya, ia tidak perlu merasa takut lagi. Dengan khusyuk pria paruh baya itu melaksanakan salat, memanjatkan pada Yang Maha Kuasa agar kehidupannya menjadi lebih baik. Tak lupa, ia memohon perlindungan dari-Nya agar Sukma baik-baik saja.
...****************...
Hari demi hari dijalani keluarga Pak Risman dengan setulus hati. Sekarang bukan hanya Pak Risman saja yang bekerja di rumah Hilman, Bu Inah pun ikut membantu Farah dalam mengasuh Albi. Kendati Albi selalu diasuh oleh Bu Inah, Atikah tidak boleh ikut ke rumah utama atas permintaan Farah. Pada akhirnya, gadis itu pun menjadi jarang diperhatikan lagi. Ia lebih sering main sendiri di paviliun bersama boneka beruang usangnya.
Suatu sore, Atikah merasa kesepian. Bu Inah biasanya pulang jam lima, lalu memandikan gadis kecil itu. Namun, kali ini wanita paruh baya itu pulang terlambat, sehingga Atikah harus menunggu sedikit lama. Sambil menanti kedatangan sang ibu, Atikah masuk ke kamar dan tiduran di kasur. Ditatapnya jam dinding, jarum panjangnya menunjuk ke angka tiga. Mungkin lima belas menit lagi Bu Inah akan pulang.
Di tengah rasa kesepiannya itu, Atikah mendengar suara gaduh dari dapur. Seketika ia terperanjat, kemudian menyapukan pandangan ke sekelilingnya dengan waspada. Alih-alih ketakutan, gadis itu berusaha mencari tahu. Berjalan ia menuju dapur dengan perlahan-lahan. Tak ada siapa pun di sana. Hanya wajan dan baskom berserakan di lantai.
Dipungutinya barang-barang itu, lalu disimpan di meja. Setelah selesai merapikan perabotan dapur, Atikah bergegas ke ruang tamu. Akan tetapi, sebelum benar-benar meninggalkan dapur, gadis kecil itu mendengar suara wanita sedang bersenandung di kamar mandi. Berdebar jantungnya tatkala mengetahui ada orang lain selain dirinya di sana. Seingatnya, ayahnya masih mengurus kebun rumah Hilman, sedangkan ibunya belum selesai mengasuh Albi dan Sukma.
Mengendap-endap Atikah mendekati kamar mandi. Senandung wanita itu berbunyi kian nyaring di telinganya. Perlahan gadis kecil itu mengintip dari celah pintu yang terbuka. Tampak sosok wanita berambut panjang dan memakai baju putih, sedang berdiri di salah satu sudut kamar mandi. Ia memainkan rambutnya yang menutupi seluruh wajahnya. Kepalanya menunduk, sampai-sampai Atikah tak melihat jelas rautnya seperti apa.
"Siapa itu?" tanya Atikah dengan suara gemetar.
Senandung wanita itu seketika terhenti. Kepalanya yang menunduk perlahan-lahan terangkat. Ia menyingkap rambut yang menutupi wajahnya. Senyum menyeringai tergambar jelas di wajahnya yang pucat. Atikah yang melihat wajah mengerikan dari wanita itu, terkesiap dan berlari terbirit-birit.
"Ibuuu! Ibuuu! Tolong aku!" jerit Atikah berlari meninggalkan paviliun.
Pak Risman yang sedang mencuci tangan setelah menata kebun, secara kebetulan melihat Atikah berlari ketakutan. Segera ia menyusul putrinya itu dengan rasa cemas yang menggerayangi benaknya. Sementara itu, Bu Inah yang hendak keluar rumah, terheran-heran melihat Atikah. Ia pun menghampiri gadis kecil itu, kemudian memeluknya.
"Atikah, kenapa lari-lari begitu, Nak?" tanya Bu Inah.
"I-itu, Bu ... ada ... ada ...."
Pak Risman berjongkok di dekat Atikah, kemudian memegang tangannya dengan lembut. "Ada apa, Atikah? Sepertinya kamu ketakutan."
Atikah menoleh dan menatap mata ayahnya sejenak, kesedihannya tak tertahankan lagi. Sambil berurai air mata, ia memeluk Pak Risman dengan erat. "Bapak jangan tinggalin aku sendirian di rumah. Aku takut, Pak," katanya tersedu-sedu.
"Iya, iya. Bapak nggak bakal ninggalin kamu. Memangnya apa, sih, yang bikin kamu sampai ketakutan begini?"
Atikah melepas pelukannya. Sesaat ia mengatur napas, lalu menjelaskan, "Tadi ... tadi aku lihat ada o-orang gila di kamar mandi, Pak. Dia nyanyi-nyanyi gitu, terus ngelihat aku. Mukanya nyeremin banget."
Pak Risman dan Bu Inah saling tatap. Menurut mereka, mustahil ada orang gila masuk ke area rumah Hilman. Adanya penjagaan yang ketat dari satpam di depan gerbang, membuat keduanya sulit memercayai hal yang dikatakan putrinya.
Bu Inah memegang tangan Atikah dan berkata, "Sekarang kita pulang, ya. Bapak sama Ibu nemenin kamu."
Atikah menggeleng cepat. "Nggak mau, Bu. Di sana ada orang gila. Aku nggak mau pulang."
"Ya sudah, nanti orang gilanya Bapak usir dulu. Terus kamu bisa masuk ke rumah, ya."
"Janji, Pak?"
Pak Risman mengangguk cepat. Keluarga kecil itu pun pulang ke paviliun setelah selesai dengan pekerjaannya. Sementara itu, Farah yang memperhatikan sikap mereka dari dalam rumah, hanya memandang sinis. Kebanyakan drama, pikirnya.
Di paviliun, Pak Risman masuk lebih dulu, sedangkan Bu Inah menyusulnya dari belakang sambil didekap oleh Atikah. Satu per satu lampu dinyalakan. Tak ada yang aneh di sana. Pak Risman bergegas ke kamar mandi, memastikan kebenaran akan perkataan Atikah.
Dibukanya perlahan-lahan pintu kamar mandi, kemudian melongok ke dalamnya. Tak ada siapa pun di sana. Akan tetapi, hawanya terasa dingin menusuk sampai bulu kuduk Pak Risman meremang karenanya. Tanpa berpikiran aneh, pria paruh baya itu melenggang meninggalkan kamar mandi.
"Benar ada orang gila di sana, Pak?" tanya Bu Inah penasaran.
Pak Risman menggeleng. "Nggak ada siapa-siapa, kok, Bu. Mungkin tadi Atikah salah lihat."
"Tapi aku lihat sendiri, Pak!" sergah Atikah meyakinkan, kemudian berjalan ke dalam kamar mandi sambil menuntun ayahnya. "Dia bediri di situ tuh! Di situ!" terangnya menunjuk ke salah satu sudut dekat bak mandi.
"Yang benar, Atikah?" tanya Bu Inah sangsi.
"Iya, Bu. Aku nggak bohong!" ucap Atikah mantap.
"Ya sudah, mulai saat ini kita harus berdoa dulu sebelum melakukan apa pun. Jangan lupa, baca ta'awuz dulu supaya setan ketakutan pada kita. Ingatlah, kita manusia, makhluk yang lebih mulia daripada jin," kata Pak Risman menasihati.
"Iya, Pak. Atikah janji akan berdoa dulu," kata gadis kecil itu menatap Pak Risman.
"Nanti kalau kamu melihat sesuatu yang aneh lagi, terus baca surat-surat pendek yang kamu hafal, ya."
Atikah mengangguk pelan. Mereka kembali ke ruang tamu untuk melepas penat sejenak. Tak lupa, Bu Inah menutup pintu depan, mengingat sebentar lagi magrib akan tiba.
Dalam hening, Pak Risman memikirkan kejadian aneh sejak dirinya lupa menutup pintu tatkala senja tiba. Selain menyeramkan, makhluk-makhluk halus yang berkeliaran di paviliun terkadang membuatnya tak khusyuk melaksanakan salat. Kendati demikian, Pak Risman dan Bu Inah tetap berusaha bertahan, mengingat rezeki yang didapat sejak bekerja di rumah Hilman, mampu memperbaiki kebutuhan hidup keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
Semoga Bu Inah sama Pak Risman tetap kuat dengan godaan2 syaiton,,Dan buat kamu Farah kasihan si Atikah napa,anak sekecil Atikah kamu benci mbok yo jangan sombong2 banget,tunggu saja kamu bakal diganggu hantu,,dan tumben Hilman gak negur apa gak tau🤨🤨
2024-04-03
0
Berdo'a saja
kuat pak Risman
2023-05-08
0
Lynee
serem banget ceritanya, tapi seru kok
2022-05-21
0