Anak yang Dibuang

Bidan Ana merasa bingung. Perkataan Bu Ratmi yang menyuruhnya untuk membuang si jabang bayi, terus terngiang di telinganya. Di satu sisi, ia merasa kasihan dengan bayi yang ditolak, bahkan tak diberi ASI sedikit pun oleh ibunya. Namun di sisi lain, ia juga membutuhkan uang untuk biaya kuliah sekaligus mencukupi gaya hidupnya. Ketika hendak memasuki ruangan bidan, ia menengok sejenak ke kamar bayi. Beberapa bayi yang disimpan di sana masih tidak tenang, suara tangisnya membuat hati Bidan Ana tersayat.

Batal memasuki ruangannya, Bidan Ana kembali ke ruangan ibu melahirkan untuk menemui Bu Ratmi. Secepatnya ia memasuki bangsalnya, lalu mendapati Bu Ratmi sedang memandang kosong ke sudut kamar. Dihampirinya istri Pak Burhan itu sambil tersenyum pahit.

"Bu Ratmi," sapa Bidan Ana, berbisik. Ia berusaha untuk berhati-hati agar Mak Asih tidak terbangun.

"Bu Bidan!" sahut Bu Ratmi terkejut.

"Ssst ... Ibu tenang dulu, ya. Pelankan suaranya."

Bu Ratmi mengangguk. "Ada apa Ibu datang kemari?"

"Saya ... saya mau tanya. Apa benar Ibu ingin membuang putri Ibu? Kasihan dia, masih sangat kecil untuk jauh dari ibunya."

"Kenapa harus dipertanyakan lagi? Saya benar-benar tidak menginginkannya. Lebih baik tak memiliki anak sama sekali daripada mengurus anak setan."

Bidan Ana termenung. "Apa Ibu tidak mau bertemu dengan psikolog dulu? Mungkin Ibu berhalusinasi."

"Untuk apa bertemu dengan psikolog? Tidak ada gunanya. Saya dan suami sudah membuat perjanjian dengan 'dia' sebelum mengandung bayi itu. Saya kira anak yang dilahirkan akan seperti manusia pada umumnya, tapi ternyata ...."

"Tunggu dulu. Apa yang Ibu maksud dengan 'dia'? Saya tidak mengerti."

"Bu Bidan tidak akan mengerti. Pokoknya buang saja anak itu. Jika dia tidak memiliki ikatan dengan saya, maka suami saya akan selamat."

"Jadi, Ibu benar-benar ingin membuang bayi itu?"

"Tentu saja." Bu Ratmi menatap Bidan Ana dengan keyakinan penuh. "Cepat buang bayi itu sekarang juga! Nanti akan saya transfer uangnya, berapa pun jumlahnya yang Ibu mau."

"Apa Ibu tidak ingin melihatnya sebentar saja?"

"Tidak. Saya sudah tidak mau mengakuinya sebagai anak saya lagi."

Melihat keyakinan di mata Bu Ratmi, Bidan Ana pun mengerti. Keraguan dalam hatinya sirna, sehingga membuatnya nekat melakukan hal yang salah. Ia berpamitan pada Bu Ratmi, lalu pergi menuju kamar bayi. Sementara itu, Mak Asih yang mendengar separuh dari percakapan mereka, tak bisa berbuat banyak.

Setibanya di kamar bayi, Bidan Ana membawa putri Bu Ratmi ke ruangannya. Seketika bayi-bayi di sana tidur kembali. Bidan Ana memberi susu formula agar putri Bu Ratmi tak kelaparan. Ditatapnya lekat-lekat mata sang bayi, laku bulu kuduknya mulai merinding. Sekarang Bidan Ana yakin, ada sesuatu yang tidak beres dengan putri Bu Ratmi.

"Kasihan sekali kamu, Dek. Ibumu tidak menginginkanmu, bahkan aku pun tak mau mengurusmu. Kamu ini sangat merepotkan bagi perawat di sini. Teman-temanmu di kamar bayi pun tidak tenang oleh kehadiranmu. Tapi ... kamu ternyata mampu membawa keberuntungan untukku. Dengan membuangmu, aku bisa dapat banyak uang dan cepat kaya ha ha ha." Bidan Ana tertawa, membayangkan banyaknya uang yang akan diberikan Bu Ratmi setelah membuang bayi itu.

Setelah putri Bu Ratmi cukup tenang dan tertidur pulas, Bidan Ana beranjak dari meja kerjanya, kemudian bergegas keluar ruangan. Ditengoknya ke kanan dan kiri koridor rumah sakit, tak ada satu orang pun yang melintas. Keberuntungannya bertugas malam hari, mempermudah jalannya untuk melakukan siasat buruk. Selain suasananya yang sunyi, banyak pegawai rumah sakit yang terkantuk-kantuk dan tertidur pulas, sehingga luput memperhatikan keadaan sekitar.

Mengendap-endap Bidan Ana menyusuri koridor. Dengan waspada, ia mengawasi keadaan sekitar. Takut kalau-kalau ada yang memergokinya membawa bayi pasien. Kali ini ia tidak menggunakan lift untuk mencapai pintu keluar rumah sakit. Sangat berbahaya baginya jika sampai bertemu dengan perawat lain.

Setibanya di lobi rumah sakit, ia buru-buru keluar dengan berlari kecil. Sungguh sepi suasana kala itu. Beberapa satpam tertidur di sudut ruangan, sementara yang lainnya masih terjaga di depan rumah sakit. Bidan Ana tak mau kehadirannya di ketahui oleh mereka. Secepatnya ia berlari dalam kegelapan, menuju pintu belakang rumah sakit.

Sepanjang perjalanan, Bidan Ana merasa diawasi. Sesekali ia menengok ke belakang, tapi tak ada orang sama sekali. Bidan Ana berpikir, bahwa itu hanya sugesti saja. Namun, setelah beberapa langkah meninggalkan rumah sakit, rupanya memang ada sosok yang mengikutinya dari belakang. Makhluk itu masih sama seperti yang mengikuti Pak Burhan dan Bu Ratmi dari rumah, yaitu perempuan berdaster putih dan menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya. Bulu kuduk Bidan Ana semakin merinding tatkala jauh dari rumah sakit. Kakinya terasa melemas, ia berusaha untuk berlari secepat mungkin.

Ketika mencapai sebuah TPS, tubuh Bidan Ana tersungkur seperti ada yang mendorongnya dari belakang. Akan tetapi, saat ia menoleh, tak ada siapa pun di belakangnya. Ketakutan kian mencengkeram batin Bidan Ana. Tanpa memedulikan bayi yang ditinggalkannya di dekat TPS, ia berlari sekencang mungkin untuk kembali ke rumah sakit.

...****************...

Azan Subuh berkumandang. Malam yang mencekam telah lewat. Seperti biasa, setelah salat tahajud, Pak Risman pergi ke masjid untuk melaksanakan salat Subuh berjamaah. Kendati berprofesi sebagai pemulung, ia tetap memakai pakaian yang rapi dan bersih ketika menghadap Sang Pencipta. Lelaki itu percaya, bahwa rezeki akan datang lebih cepat jika bangun lebih pagi dan beribadah lebih awal. Bagaimanapun juga, ia yakin Tuhan akan memberikan kehidupan yang lebih baik, sebab rezeki dan takdir hanya Dia yang menentukan.

Setelah selesai salat, Pak Risman kembali ke rumah bedengnya. Segera ia mengganti pakaiannya, lalu mengambil setangkai besi dan karung yang biasa dipakainya setiap hari. Ketika hendak pergi memulung, istrinya yang bernama Bu Inah, menahannya sebentar.

"Nggak sarapan dulu, Pak?"

"Nanti saja di jalan. Biasanya suka ada pedagang yang ngasih makanan."

"Oh, ya sudah, hati-hati di jalan, Pak. Semoga rezeki yang didapat hari ini lebih banyak dari kemarin."

"Aamiin, Bu. Kalau begitu Bapak pergi dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Maka berangkatlah Pak Risman menuju jalanan untuk mengais rezeki. Suasana mulai ramai seiring terbitnya Sang Surya. Dengan hati-hati, Pak Risman menyeberangi jalan, lalu memunguti kemasan air minum bekas dan memasukkannya ke dalam karung. Semua ini dilakukannya dengan ikhlas, terlebih ketika mengingat kehadiran putri semata wayangnya yang bernama Atikah. Ia menjadi lebih semangat bekerja setiap kali bayangan putrinya yang berusia tiga tahun melintas di pelupuk mata.

Ketika melintasi TPS, Pak Risman secara tidak sengaja merasakan sesuatu yang berbeda di tangkai besinya. Dilihatnya lebih dekat sesuatu yang mengenai besinya tadi. Betapa terkejut Pak Risman mendapati bayi yang masih merah tertidur pulas di TPS. Beruntung, tidak ada anjing yang datang mengganggunya.

Dengan hati-hati, Pak Risman menggendong bayi itu. Bayi yang tadinya tertidur pulas, seketika menangis sekencang-kencangnya tatkala berada di gendongan Pak Risman. Lelaki itu melihat-lihat keadaan sekitar, tak ada seorang pun yang menyadari kehadiran bayi itu. Pak Risman merasa kasihan padanya. Ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan membawa bayi itu.

Setibanya di rumah, Bu Inah menyambutnya dengan mengernyitkan kening. Melihat bayi yang berada di gendongan suaminya, ia pun tercengang sambil membekap kedua mulutnya. Pak Risman cepat-cepat menghampiri istrinya, sambil tersenyum semringah.

"Astagfirullah, Pak! Bapak bawa anak siapa?" tanya Bu Inah, terbelalak.

"Bapak menemukan bayi ini di dekat TPS. Kasihan dia, badannya masih sangat kecil dan kotor. Sepertinya dia baru dilahirkan, kulitnya masih merah."

Dengan penuh kasih sayang, Bu Inah mengambil bayi itu dari pangkuan Pak Risman. "Ya Allah, masih saja ada orang yang membuang bayinya. Kita butuh beberapa tahun untuk punya anak, sedangkan orang yang membuang bayi ini ... tega sekali dia."

"Sudahlah, Bu, tidak perlu mengumpat seperti itu. Mungkin ini anugerah Allah untuk kita. Dia menitipkan bayi ini agar kita memiliki kesempatan untuk merawatnya."

"Iya, Pak. Ibu juga sering dengar dari Ustaz Ramlan, katanya anak itu penarik rezeki. Mudah-mudahan bayi ini menjadi anak yang baik dan membanggakan orang tua kelak, ya, Pak."

"Aamiin, Bu."

Tak lama kemudian, putri mereka yang bernama Atikah datang. Sambil mengucek mata, ia menghampiri mereka. Ketika melihat bayi di pangkuan ibunya, anak berusia tiga tahun itu tercengang.

"Ibu, siapa dia? Apa sekarang aku punya adik?" tanya Atikah mendongak menatap bayi itu tanpa berkedip.

Untuk sesaat, Pak Risman dan Bu Inah saling tatap dan tersenyum. Pak Risman menggendong Atikah, lalu membiarkan putrinya menatap bayi itu.

"Kamu senang punya adik?" tanya Pak Risman tersenyum simpul.

Atikah mengangguk cepat, matanya berbinar-binar. "Iya dong, Pak. Kemarin 'kan aku bilang sama Ibu dan Bapak pengin punya adik. Eh, sekarang doaku dikabulin."

Pak Risman dan Bu Inah tampak lega dengan perkataan Atikah. Kini tak ada lagi kendala untuk mereka merawat bayi itu. Dibawanya bayi itu ke dalam rumah, lalu Bu Inah menyiapkan air hangat untuk mandi. Atikah begitu senang bermain dengan adik barunya, terlebih saat mengetahui bahwa bayi itu berjenis kelamin perempuan.

"Bu, kira-kira kita kasih nama dia apa, ya?" tanya Pak Risman setengah berteriak.

Bu Inah berjalan dari dapur menghampiri Pak Risman dan kedua putrinya. "Bagaimana kalau kita namai Sukma?"

"Nama yang bagus, Bu. Baiklah, nanti kita adakan selamatan kecil-kecilan untuk pemberian nama bayi ini."

"Semoga ada biayanya, ya, Pak."

"Insya Allah, Bu. Kalau begitu, Bapak pergi dulu buat kerja. Mudah-mudahan hari ini kita dapat rezeki lebih buat beli susu dan selamatan bayi ini."

"Silakan, Pak. Ibu doakan semoga dapat rezeki yang berkah."

Pak Risman mengangguk, lalu bergegas pergi sambil membawa karung dan besi untuk memulung. Semangatnya kian bertambah setelah Sukma hadir ke dalam hidupnya. Ia optimis, hari ini akan menjadi awal yang baik untuk menjemput rezeki.

Cuaca kian panas seiring mentari meninggi. Jalanan yang ramai dan berpolusi, tak jadi masalah bagi Pak Risman. Selama niat mencari nafkahnya tulus, berbagai rintangan pun dihadapinya tanpa ragu. Keyakinannya pada Tuhan akan pahala yang didapat, tak pernah luntur dari hatinya.

Ketika memungut sampah di trotoar, tak sengaja Pak Risman menemukan sebuah koper tergeletak di pinggir jalan. Diambilnya koper hitam itu, lalu membukanya perlahan. Kedua mata Pak Risman terbelalak tatkala mengetahui isi dari koper itu. Banyak sekali uang di dalamnya. Lelaki itu menengok ke kiri dan kanan, mencari tahu siapa yang sudah membuang uang sebanyak itu. Akan tetapi, tak ada satu pun orang yang sempat melintas di sekitarnya. Ada kemungkinan koper itu terjatuh dari sebuah mobil.

Di antara tumpukan uang, terdapat secarik kertas di dalamnya. Pak Risman mengambil kertas itu, lalu membaca isinya. Terdapat kalimat yang mengucapkan terima kasih atas pinjaman dari sebuah perusahaan. Pak Risman yang berhati bersih dan jujur, tak ingin membawa koper itu ke rumah. Ia masukkan benda itu ke dalam karungnya, lalu menyelusuri alamat yang tertera di dalam surat.

Pak Risman tak memiliki cukup ongkos untuk naik angkot. Sambil memulung, ia mencari-cari alamat itu. Kendati kakinya terasa pegal menyusuri jalanan berkilo-kilometer jauhnya, tekadnya mencari alamat penerima koper itu masihlah kuat. Tak peduli seberapa terik mentari menyengat, Pak Risman terus berjalan sambil sesekali berteduh di bawah pohon dan meminum air sejenak.

Tak terasa mentari bergulir ke ufuk barat begitu cepat. Niat Pak Risman mengembalikan koper itu tidaklah padam. Ia memasuki sebuah kawasan industri. Satu per satu pabrik ditelusurinya, hingga akhirnya tiba di sebuah pabrik tekstil yang namanya sesuai dengan alamat di dalam surat. Segera Pak Risman memasuki pabrik itu. Namun, belum juga memyentuh gerbang, seorang satpam mengadangnya.

"Siapa kau? Mau apa ke sini?" tanya satpam pria itu bersungut-sungut.

"Saya ingin bertemu dengan Pak Burhan, pemilik perusahaan ini. Apakah dia ada di dalam?"

"Tidak, tidak. Dia tidak ada di dalam. Pulang sana! Untuk apa pemilik perusahaan besar punya urusan denganmu?"

"Saya mohon, Pak. Saya cuma mau memberikan uang dari Pak Jumadi. Dia pernah pinjam uang pada Pak Burhan."

"Kalau begitu, serahkan saja koper itu padaku! Aku akan memberikannya pada Pak Burhan."

"Tidak, Pak. Akan lebih baik kalau saya saja yang memberikan uangnya pada Pak Burhan."

Satpam itu mendorong Pak Risman hingga tersungkur. "Lancang sekali kau! Kau pikir, kau itu pahlawan, apa?"

Dari dalam area pabrik, sebuah mobil melaju menuju gerbang. Hilman, pengendara mobil sekaligus adik Pak Burhan, penasaran dengan kejadian di depan gerbang. Secepatnya ia melajukan mobil hingga gerbang, lalu turun menghampiri satpam dan Pak Risman.

"Ada apa ini?" tanya Hilman membentak.

"A-anu, Pak. Pemulung ini memaksa masuk ke dalam, makanya saya usir," jelas si satpam.

"Tapi nggak gitu juga caranya. Kamu pikir, kamu itu bos di pabrik ini?"

Satpam itu tertunduk.

Hilman membantu Pak Risman untuk bangkit. "Maafkan kami, Pak. Satpam itu tidak bermaksud berbuat kasar pada Bapak."

"Tidak apa-apa, Pak," kata Pak Risman meringis.

"Oya, ada kepentingan apa Bapak datang ke sini sampai memaksa untuk masuk segala?"

Pak Risman menaruh karung ke tanah, lalu mengambil koper berisi uang di dalamnya. Diserahkannya koper itu pada Hilman, hingga membuat mata satpam membelalak. Hilman pun terkejut dengan barang yang diserahkan oleh pemulung seperti Pak Risman.

"Saya menemukannya di jalan, Pak. Sepertinya itu terjatuh. Beruntung di dalamnya ada nama pengirim dan penerima, ditambah ada alamat perusahaan. Jadi, saya bisa mengembalikannya ke sini," jelas Pak Risman, merasa sungkan.

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Masih teka teki,ternyta Sukma nama si bayi to😊

2024-04-03

0

Aksay Asyila

Aksay Asyila

masih banyak teka-teki lanjut lagi baca biar nyambung 🤭🤭

2024-01-15

0

Berdo'a saja

Berdo'a saja

kok bisa uangnya jatuh

2023-05-04

0

lihat semua
Episodes
1 Kelahiran Putri Iblis
2 Penolakan Bu Ratmi
3 Anak yang Dibuang
4 Uang Tumbal
5 Dibayar Nyawa
6 Rencana Pindah Rumah
7 Mimpi Bu Inah
8 Penerimaan Hilman
9 Sakit
10 Kasih Sayang Ibu
11 Didekati Dedemit
12 Berusaha Bertahan
13 Potong Rambut
14 Dongeng Kesayangan
15 Mengaji
16 Meniti Jalan Lurus
17 Teman Baru
18 Boneka Maurin
19 Susan Pembawa Kesembuhan
20 Bermain
21 Kenakalan Albi
22 Teror Malam
23 Penyerap Energi
24 Janji Tak Ditepati
25 Mencari Solusi
26 Saran Pak Risman
27 Pertemanan yang Kandas
28 Amarah Tak Terbendung
29 Orang Tua Idaman
30 Kediaman Farida
31 Pencarian Sukma
32 Firasat
33 Ketika Mata Terbuka
34 Kedatangan Arini
35 Masa Lalu yang Dikubur
36 Arisan
37 Spesialis Kulit
38 Menjahili Kera Kiriman
39 Bara Dendam
40 Masalah Pelik
41 Terusir
42 Rezeki Tak Ke Mana
43 Kemudahan Hidup
44 Kontrakan Haji Gufron
45 Retrokognisi
46 Peliharaan Baru
47 Kelawuk
48 Jatuhnya Harga Diri
49 Rahasia Yang Terungkap
50 Pembersihan
51 Menaklukkan Wanara
52 Tewasnya Mbah Suro
53 Penglaris
54 Menutup Mata Batin
55 Ketakutan Sere
56 Bu Inah Gelisah
57 Naik Kelas
58 Sebuah Pertanyaan
59 Keguguran
60 Sandekala
61 Menangkap Pak Beni
62 Nasihat Kyai Soleh
63 Percobaan Kedua
64 Meredam Amarah
65 Menjemput Ajal
66 Jalan Keluar
67 Memusnahkan Mantra
68 Api Banaspati
69 Kesepian
70 Memilih Sendirian
71 Dendam Bu Lastri
72 Melawan Ki Purnomo
73 Santet
74 Pemakaman
75 Kala Ramadhan Tiba
76 Mencari Albi
77 Sukma Hilang
78 Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79 Kera vs Buta
80 Pulang
81 Berita Buruk
82 Keterangan Sukma
83 Mudik
84 Kumpul Keluarga
85 Menginap di Rumah Abah
86 Akal Busuk
87 Pengaruh
88 Sebuah Peringatan
89 Silaturahmi
90 Gagal
91 Malam Berdarah
92 Adu Ilmu
93 Warisan Emak
94 Pertemuan Terakhir
95 Anak yang Mengutuk
96 Mengantar Jenazah
97 Kesepakatan
98 Acara Perpisahan
99 Menuju Lingkungan Baru
100 Visual
101 Pendaftaran Sekolah
102 Rasa Penasaran
103 Berkenalan
104 Antisipasi
105 Ritual Pemanggilan Arwah
106 Meraga Sukma
107 Kegaduhan
108 Dimensi Lain
109 Kembali ke Raga
110 Kesurupan Massal
111 Menyusun Strategi
112 Iblis dalam Diri
113 Pengumuman
114 Pesan dari Alam Gaib
115 Persaingan
116 Petunjuk Paranormal
117 Mengunjungi Gunung Ciremai
118 Datangnya Malapetaka
119 Kasarung
120 Kembali ke Alam Manusia
121 Pengakuan Bu Ratmi
122 Jin Kiriman Mbah Kasiman
123 Permintaan Pak Jaka
124 Derita Belum Berakhir
125 Kasiman, Mbah Kasiman
126 Gosip
127 Menuntut Kejujuran
128 Biang Keladi
129 Di Luar Dugaan
130 Satu Lawan Satu
131 Kritis
132 Petunjuk dari Sawitri
133 Penebusan Dosa
134 Teror Dimulai
135 Pak Risman Tumbang
136 Rencana Sukma
137 Diskusi
138 Doa Restu Ibu
139 Menunggu Waktu
140 Saatnya Tiba
141 Pertarungan Sengit
142 Akhir Penyesalan
143 Usik
144 Nilai Harga Diri
145 Membela Teman
146 Playing Victim
147 Elegi
148 Sebuah Ikatan
149 Pilihan Fatma
150 Kepastian
151 Cakra Menggoda
152 Dedemit Berulah
153 Menyatakan Perasaan
154 Obsesi
155 Jamuan Makan Malam
156 Ratu Pengasihan
157 Pengintaian
158 Introgasi
159 Pantangan
160 Melepuhnya Susuk
161 Pertaruhan Verina
162 Sumpah Serapah
163 Mantra Pemikat
164 Hilang Kendali
165 Ilmu yang Dicabut
166 Demi Konten
167 Memperoleh Izin Bapak
168 Rumah Tua
169 Diikuti
170 Dusta
171 Ereup-Ereup
172 Mengantar Pulang
173 Bidan Ana
174 Video Perdana
175 Sisi Lain
176 Kencan Rahasia
177 Over Dosis
178 Bayang-Bayang
179 Verina Menyerah
180 Rumah Duka
181 Tantangan
182 Perlindungan
183 Cinta dan Benci
184 Ketulusan
185 Menolak Mati
186 Pengaruh Mimpi
187 Murka Pak Risman
188 Pergi
189 Penghinaan
190 Cakra Adikara
191 Bertukar Nasib
192 Kebal
193 Mengungkap Kebenaran
194 Hasutan
195 Koma
196 Bertemu Kembali
197 Pelukan Hangat
198 Pecundang
199 Ibu Kandung
200 Keji
201 Ulang Tahun Ketujuh Belas
202 Hasrat Pemburu
203 Pembunuhan
204 Curiga
205 Serangan Gaib
206 Incaran Selanjutnya
207 Waspada
208 Sirep
209 Mencari Kelemahan
210 Undangan
211 Ancaman Serius
212 Fitnah
213 Wasiat Pak Risman
214 Beristirahatlah dengan Tenang
215 Muram
216 Alam Bawah Sadar
217 Celah
218 Menculik Tatang
219 Umpan
220 Sarang Iblis
221 Merebut Jiwa Tatang
222 Melarikan Diri
223 Menuju Tempat Lain
224 Menghela Napas Sejenak
225 Bersembunyi di Balik Senja
226 Dikepung Api
227 Menarik Iblis
228 Di Ambang Maut
229 Surga Asmaraloka
230 Visual 2
Episodes

Updated 230 Episodes

1
Kelahiran Putri Iblis
2
Penolakan Bu Ratmi
3
Anak yang Dibuang
4
Uang Tumbal
5
Dibayar Nyawa
6
Rencana Pindah Rumah
7
Mimpi Bu Inah
8
Penerimaan Hilman
9
Sakit
10
Kasih Sayang Ibu
11
Didekati Dedemit
12
Berusaha Bertahan
13
Potong Rambut
14
Dongeng Kesayangan
15
Mengaji
16
Meniti Jalan Lurus
17
Teman Baru
18
Boneka Maurin
19
Susan Pembawa Kesembuhan
20
Bermain
21
Kenakalan Albi
22
Teror Malam
23
Penyerap Energi
24
Janji Tak Ditepati
25
Mencari Solusi
26
Saran Pak Risman
27
Pertemanan yang Kandas
28
Amarah Tak Terbendung
29
Orang Tua Idaman
30
Kediaman Farida
31
Pencarian Sukma
32
Firasat
33
Ketika Mata Terbuka
34
Kedatangan Arini
35
Masa Lalu yang Dikubur
36
Arisan
37
Spesialis Kulit
38
Menjahili Kera Kiriman
39
Bara Dendam
40
Masalah Pelik
41
Terusir
42
Rezeki Tak Ke Mana
43
Kemudahan Hidup
44
Kontrakan Haji Gufron
45
Retrokognisi
46
Peliharaan Baru
47
Kelawuk
48
Jatuhnya Harga Diri
49
Rahasia Yang Terungkap
50
Pembersihan
51
Menaklukkan Wanara
52
Tewasnya Mbah Suro
53
Penglaris
54
Menutup Mata Batin
55
Ketakutan Sere
56
Bu Inah Gelisah
57
Naik Kelas
58
Sebuah Pertanyaan
59
Keguguran
60
Sandekala
61
Menangkap Pak Beni
62
Nasihat Kyai Soleh
63
Percobaan Kedua
64
Meredam Amarah
65
Menjemput Ajal
66
Jalan Keluar
67
Memusnahkan Mantra
68
Api Banaspati
69
Kesepian
70
Memilih Sendirian
71
Dendam Bu Lastri
72
Melawan Ki Purnomo
73
Santet
74
Pemakaman
75
Kala Ramadhan Tiba
76
Mencari Albi
77
Sukma Hilang
78
Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79
Kera vs Buta
80
Pulang
81
Berita Buruk
82
Keterangan Sukma
83
Mudik
84
Kumpul Keluarga
85
Menginap di Rumah Abah
86
Akal Busuk
87
Pengaruh
88
Sebuah Peringatan
89
Silaturahmi
90
Gagal
91
Malam Berdarah
92
Adu Ilmu
93
Warisan Emak
94
Pertemuan Terakhir
95
Anak yang Mengutuk
96
Mengantar Jenazah
97
Kesepakatan
98
Acara Perpisahan
99
Menuju Lingkungan Baru
100
Visual
101
Pendaftaran Sekolah
102
Rasa Penasaran
103
Berkenalan
104
Antisipasi
105
Ritual Pemanggilan Arwah
106
Meraga Sukma
107
Kegaduhan
108
Dimensi Lain
109
Kembali ke Raga
110
Kesurupan Massal
111
Menyusun Strategi
112
Iblis dalam Diri
113
Pengumuman
114
Pesan dari Alam Gaib
115
Persaingan
116
Petunjuk Paranormal
117
Mengunjungi Gunung Ciremai
118
Datangnya Malapetaka
119
Kasarung
120
Kembali ke Alam Manusia
121
Pengakuan Bu Ratmi
122
Jin Kiriman Mbah Kasiman
123
Permintaan Pak Jaka
124
Derita Belum Berakhir
125
Kasiman, Mbah Kasiman
126
Gosip
127
Menuntut Kejujuran
128
Biang Keladi
129
Di Luar Dugaan
130
Satu Lawan Satu
131
Kritis
132
Petunjuk dari Sawitri
133
Penebusan Dosa
134
Teror Dimulai
135
Pak Risman Tumbang
136
Rencana Sukma
137
Diskusi
138
Doa Restu Ibu
139
Menunggu Waktu
140
Saatnya Tiba
141
Pertarungan Sengit
142
Akhir Penyesalan
143
Usik
144
Nilai Harga Diri
145
Membela Teman
146
Playing Victim
147
Elegi
148
Sebuah Ikatan
149
Pilihan Fatma
150
Kepastian
151
Cakra Menggoda
152
Dedemit Berulah
153
Menyatakan Perasaan
154
Obsesi
155
Jamuan Makan Malam
156
Ratu Pengasihan
157
Pengintaian
158
Introgasi
159
Pantangan
160
Melepuhnya Susuk
161
Pertaruhan Verina
162
Sumpah Serapah
163
Mantra Pemikat
164
Hilang Kendali
165
Ilmu yang Dicabut
166
Demi Konten
167
Memperoleh Izin Bapak
168
Rumah Tua
169
Diikuti
170
Dusta
171
Ereup-Ereup
172
Mengantar Pulang
173
Bidan Ana
174
Video Perdana
175
Sisi Lain
176
Kencan Rahasia
177
Over Dosis
178
Bayang-Bayang
179
Verina Menyerah
180
Rumah Duka
181
Tantangan
182
Perlindungan
183
Cinta dan Benci
184
Ketulusan
185
Menolak Mati
186
Pengaruh Mimpi
187
Murka Pak Risman
188
Pergi
189
Penghinaan
190
Cakra Adikara
191
Bertukar Nasib
192
Kebal
193
Mengungkap Kebenaran
194
Hasutan
195
Koma
196
Bertemu Kembali
197
Pelukan Hangat
198
Pecundang
199
Ibu Kandung
200
Keji
201
Ulang Tahun Ketujuh Belas
202
Hasrat Pemburu
203
Pembunuhan
204
Curiga
205
Serangan Gaib
206
Incaran Selanjutnya
207
Waspada
208
Sirep
209
Mencari Kelemahan
210
Undangan
211
Ancaman Serius
212
Fitnah
213
Wasiat Pak Risman
214
Beristirahatlah dengan Tenang
215
Muram
216
Alam Bawah Sadar
217
Celah
218
Menculik Tatang
219
Umpan
220
Sarang Iblis
221
Merebut Jiwa Tatang
222
Melarikan Diri
223
Menuju Tempat Lain
224
Menghela Napas Sejenak
225
Bersembunyi di Balik Senja
226
Dikepung Api
227
Menarik Iblis
228
Di Ambang Maut
229
Surga Asmaraloka
230
Visual 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!