Dibayar Nyawa

Waktu merangkak menuju tengah malam. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas tepat. Dari sebuah trotoar yang diterangi sedikit lampu jalanan, tampak Pak Subekti baru pulang dari warung remang-remang sambil berjalan sempoyongan. Sebotol tuak dihabiskannya sendirian. Selain itu, ia habiskan sisa uang yang dipinjamnya untuk berjudi, tapi nasib mujur belum berpihak padanya. Lagi-lagi ia harus menelan kekalahan dan pulang dengan tangan hampa.

Ketika hendak memasuki gang rumah, samar-samar terlihat sosok makhluk tinggi besar sedang menantinya. Ini cuma halusinasi, pikir Pak Subekti. Akan tetapi, anggapannya itu terpatahkan setelah mendengar geraman semakin mendekat. Pak Sukbeti yang panik segera berbalik arah dan berlari dengan tersaruk-saruk. Napasnya tersengal-sengal tatkala meminta pertolongan warga sekitar.

Di belakangnya, makhluk berkepala anjing dengan mata merah menyala dan memiliki gigi taring yang runcing, sedang mengejar Pak Subekti. Ia tak sabar ingin melahap mangsanya secepat mungkin untuk menuntaskan rasa laparnya. Tak mau kehilangan sang korban, makhluk itu berjalan dengan langkah yang sangat lebar. Tentu saja, hal ini membuat Pak Subekti gemetar ketakutan setengah hingga lututnya melemas.

Ketika tiba di sebuah taman yang gelap, Pak Subekti bersembunyi. Ia berpikir, bahwa makhluk aneh dan mengerikan itu tidak mungkin menemukannya di tempat segelap itu. Untuk sejenak, lelaki itu mengatur napas sembari mengumpulkan tenaga agar kuat berlari kembali menuju rumahnya. Kendati kepalanya masih pening, Pak Subekti berusaha untuk berdiri dan menebarkan pandangan. Ternyata tanda-tanda kehadiran makhluk itu tidak ada sama sekali. Berbekal keyakinan penuh, Pak Subekti berjalan perlahan-lahan dan memandang ke segala arah demi memastikan keadaannya untuk kabur benar-benar aman.

Langkah demi langkah mengantar lelaki paruh baya itu keluar dari taman yang dipenuhi oleh pepohonan rindang. Ketika ia hendak keluar dari sana, kembali terdengar suara geraman yang entah dari mana asalnya. Pak Subekti tidak peduli. Langkah kakinya semakin dipercepat, tapi kesadarannya yang belum pulih benar, justru membuatnya tersungkur berkali-kali. Pak Subekti berusaha bangkit, lalu berlari kecil. Namun, sebuah tangan berukuran besar telah mencengkeram kakinya lebih dulu, lalu menyeret tubuhnya masuk kembali ke taman yang gelap itu.

"Tolooong! Tolooong!" teriak Pak Subekti panik bercampur takut. Suaranya yang melengking tak terdengar oleh siapa pun.

Tak peduli dengan teriakan mangsanya, makhluk itu mengeluarkan kuku-kuku tajam dari jemarinya. Dicakarnya tubuh Pak Subekti tanpa ampun. Lelaki paruh baya itu memekik keras tatkala luka-luka di badannya mengeluarkan darah segar. Makhluk itu mencabik-cabik Pak Subekti, lalu memakan dagingnya dengan lahap. Gelapnya malam dan embusan angin yang dingin menusuk, mejadi saksi bisu atas tewasnya Pak Subekti. Makhluk kiriman Pak Jumadi telah tuntas memakan tumbalnya. Selanjutnya, ia pergi meninggalkan seorang lelaki paruh baya yang terkapar tak bernyawa di taman.

...****************...

Hari berganti, mentari kian meninggi. Tak biasanya Pak Risman memakai kemeja berlengan pendek yang dipadukan dengan celana katun panjang berwarna hitam. Panampilannya yang rapi membuat Bu Inah tersenyum-senyum, membawa segelas kopi.

"Nah, begitu dong, Pak. Sebentar lagi Bapak kerja di rumah orang kaya. Biarpun jadi tukang kebun, setidaknya penampilan Bapak harus rapi," puji Bu Inah menaruh kopi di depan Pak Risman.

"Ah, Ibu ini bisa saja." Pak Risman tersipu-sipu. "Terima kasih, ya, Bu, sudah setuju kalau Bapak kerja di rumah Pak Hilman."

"Iya, Pak. Pekerjaan yang baik jangan ditolak, 'kan? Mudah-mudahan ini awal dari perubahan nasib kita, Pak."

"Aamiin, Bu. Oya, nanti Bapak akan sekalian minta izin pada Pak Hilman supaya Ibu juga dapat bekerja membantu istrinya menyiapkan makanan di rumahnya."

Bu Inah termenung sesaat, lalu berkata, "Tapi, Pak, anak-anak kita masih kecil, butuh bimbingan dari Ibu juga. Mungkin sebaiknya, untuk saat ini Bapak saja yang bekerja. Nanti kalau anak-anak sudah cukup besar dan memahami keadaan kita, insya Allah Ibu akan ikut Bapak kerja di sana."

"Benar juga, Bu." Pak Risman mengangguk. "Ya sudah, kalau begitu Bapak pergi dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Berangkatlah Pak Risman menjemput rezeki ke tempat yang baru. Di pinggir jalan, tampak mobil Pak Hilman sudah menunggu. Sang supir keluar dari mobilnya, lalu menyapa Pak Risman untuk memastikan bahwa orang yang dijemputnya sudah benar. Setelah yakin, supir itu mengajak masuk Pak Risman ke dalam mobil, lalu membawanya ke rumah Pak Hilman.

Seiring mobil Pak Hilman melaju, sebuah ambulans datang ke gang menuju rumah Pak Subekti. Tampak empat orang mengangkat peti jenazah berisi tubuh Pak Subekti yang sudah tak berbentuk. Begitu mereka tiba di halaman rumah pria paruh baya itu, Bu Sukiyem menangis histeris. Sungguh ia tak mampu memercayai hal buruk yang dilihatnya pagi ini. Akibat tak mampu menerima kenyataan, kesadarannya perlahan menghilang, kemudian pingsan.

Bu Inah mengetahui kabar duka itu dari tetangga sekitar rumahnya. Beberapa orang mengajaknya melayat, tapi ia memilih untuk menundanya. Keselamatan dua putrinya lebih baik didahulukan ketimbang ikut berduka ke rumah Pak Subekti. Ia mendatangi dulu Neng Putri, gadis abg yang dipercaya olehnya untuk menjaga kedua putrinya.

Setelah selesai dengan urusan menitipkan kedua anaknya, Bu Inah pergi melayat bersama tetangga lain. Sepanjang perjalanan, beberapa ibu-ibu membicarakan tentang keburukan Pak Subekti. Tak sedikit pula yang menganggap kejadian naas yang dialami pria culas itu merupakan azab dari Yang Maha Kuasa.

"Ibu-ibu, jangan ngomongin hal-hal jelek orang yang udah meninggal! Seharusnya kita doakan saja, semoga arwah Pak Subekti diterima di sisi-Nya," tegur Bu Inah.

"Nggak usah naif, Bu Inah. Memang kenyataannya begitu, 'kan? Selain tak pernah mengembalikan uang yang dipinjamnya, dia suka bertindak semena-mena sama orang miskin," kata seorang wanita paruh baya berbadan tambun.

"Benar. Saya juga dengar dari tetangga lain, kalau dia mati diterkam hewan buas," timpal seorang ibu yang lainnya.

"Diterkam hewan buas? Ah, yang benar saja?! Ini perkotaan, mana ada hewan buas berkeliaran di kota," sungut Bu Inah tak percaya.

"Kata yang pada sudah melayat, memang begitu, Bu Inah. Tangannya penuh luka bekas cakaran, belum lagi anggota tubuh yang lainnya. Sudah tidak berbentuk, Bu!" jelas wanita bertubuh tambun.

Tercengang para ibu yang mendengar pernyataan si wanita tambun. Memang mustahil jika ada orang tewas diterkam hewan buas di perkotaan, keculai jika dia bekerja di kebun binatang. Namun, pada kenyataannya jenazah Pak Subekti ditemukan di taman pinggir kota. Jadi, aneh juga rasanya jika pria itu diterkam hewan buas di taman.

Setibanya di rumah Pak Subekti, tampak banyak orang melayat. Ada pula jajaran laki-laki salat jenazah secara berjamaah, di depan peti mati. Sementara itu, Bu Sukiyem masih menangis di kamarnya. Tubuhnya lunglai tak berdaya, menerima kenyataan bahwa suami yang sangat dicintainya telah tiada. Menyaksikan semua itu, Bu Inah jadi teringat pada kejadian kemarin malam tatkala Pak Subekti meminjam uang dari suaminya. Tertegun Bu Inah saat menyadari uang pemberian orang kaya itu. Di dalam benaknya terlintas, bahwa uang itulah yang membawa malapetaka bagi Pak Subekti. Sambil mengembuskan napas, Bu Inah mengucapkan rasa syukur pada Tuhan sebanyak mungkin. Ia dan keluarganya telah selamat dari bahaya uang tumbal.

Sementara itu, Hilman belum berangkat ke pabrik. Ia masih menunggu kedatangan Pak Risman, memastikan bahwa pemulung yang ditunggunya datang. Namun, tak berapa lama kemudian terdengar suara klakson mobil dari depan gerbang rumahnya. Seorang satpam membuka gerbang, dan mobil pun masuk ke halaman depan rumah.

Setibanya di depan rumah Hilman, Pak Risman turun dari mobil dengan tatapan takjub. Rumah dua lantai bergaya Eropa, membuat pria paruh baya itu enggan mengedipkan mata. Hilman yang mengetahui kehadiran Pak Risman, akhirnya bisa bernapas lega. Penyesalan yang dirasakannya semalam, lenyap dari hatinya. Segera ia menghampiri Pak Risman, kemudian menepuk pundaknya.

"Pak. Pak Risman," sapa Hilman dengan santai.

Pak Risman terhenyak, lalu menoleh pada si pemilik rumah sambil tersenyum lebar. "Eh, maaf, Pak Hilman. Saya terlalu mengagumi rumah Anda."

"Nggak apa-apa. Oya, di mana keluarga Bapak yang lain? Mereka nggak ikut ke sini?"

"Enggak, Pak. Ibu katanya belum siap buat ikutan kerja, kasihan sama anak kami, masih kecil-kecil," jelas Pak Risman bernada sungkan.

"Begitu, ya. Baiklah ... besok atau lusa Bapak boyong mereka kemari, ya. Nggak apa-apa istri Bapak nggak ikut kerja juga. Setidaknya, paviliun kami ada yang menghuni nanti."

"Aduh, terima kasih banyak, Pak. Saya berutang budi sangat banyak sama Pak Hilman."

"Jangan bicara begitu, Pak. Saya juga kasihan kalau Bapak harus bolak-balik ngeluarin ongkos," ucap Hilman dengan iba. " Kalau begitu, Bapak sudah siap kerja di sini, 'kan?"

Pak Risman mengangguk cepat. "Tentu saja, Pak."

"Baiklah, sekarang ikut saya."

Hilman menunjukkan area depan rumahnya. Terdapat beberapa jenis bonsai dan semak yang harus ditata rapi oleh Pak Risman. Tak lupa, ia juga menjelaskan cara perawatannya agar tanaman itu tetap cantik. Selanjutnya, Hilman mengajak Pak Risman ke area belakang rumahnya. Di sana ada beberapa pot berisi tanaman hias, yang disimpan dekat teras dan kolam renang. Sisi halaman lainnya ditumbuhi rumput jepang, juga pohon mangga yang buahnya banyak.

Di tengah-tengah penjelasan Hilman tentang cara menata kebun, Albi datang menghampiri mereka. Bocah berusia lima tahun itu terheran-heran melihat Pak Risman.

"Papa, siapa bapak itu? Kok aku baru lihat?"

Hilman menggendong Albi, lalu menjelaskan. "Dia Pak Risman, pegawai baru di rumah kita. Ayo, Albi, salam dulu sama Pak Risman!"

Albi menuruti ucapan ayahnya, lalu mencium tangan Pak Risman. "Selamat bekerja di rumah kami, ya, Pak. Nanti main juga sama aku."

Hilman dan Pak Risman tertawa mendengar perkataan Albi. Suaranya yang mungil dan cempreng membuat keduanya gemas. Saking gemasnya, Pak Risman mencubit pipi Albi dan berkata, "Iya, nanti Pak Risman akan main juga sama kamu."

"Asyik!" Albi tertawa girang.

Tanpa mereka sadari, ternyata Farah memperhatikan dari ruang makan. Melihat putra semata wayangnya mencium orang miskin, wanita itu merasa tidak tahan. Secepatnya ia menghampiri mereka bertiga dengan wajah ditekuk. Tentu saja kedatangannya yang seperti itu membuat Hilman dan Pak Risman terheran-heran.

"Papa, ngapain, sih, nyuruh Albi cium tangan orang miskin segala? Harusnya Pak Risman yang cium tangan Albi!" sungut Farah sambil berbisik di telinga Hilman.

"Diam, Farah! Nanti kalau kedengeran Pak Risman, gimana? Lagi pula, bukankah hal baik mengajarkan Albi memiliki sopan santun pada yang lebih tua?" balas Hilman berbisik.

Farah terdiam, lalu menatap Pak Risman. Raut mukanya yang cemberut berubah semringah demi formalitas di depan pegawai baru. Untuk melengkapi sandiwara di hadapan suaminya, Farah menjulurkan tangan sebagai tanda perkenalan.

"Perkenalkan, nama saya Farah, istrinya Pak Hilman," katanya tersenyum-senyum.

Pak Risman menyalami tangan Farah dan berkata, "Risman."

Merasa jijik, Farah melepas jabatan tangan Pak Risman sambil meringis.

"Oya, Pak. Sekarang Bapak boleh mulai bekerja. Tata halaman rumah kami serapi mungkin, ya, Pak. Semoga Bapak betah di sini," ucap Hilman.

"Baik, akan saya kerjakan."

Hilman beserta keluarga kecilnya masuk ke rumah, sementara Pak Risman mulai mengambil perkakas untuk merapikan halaman belakang. Farah yang melihat keadaan Pak Risman baik-baik saja, teringat pada uang dari Pak Jumadi.

"Pa, nanti beliin aku perhiasan dari uang itu, ya."

"Astaga, Farah! Bukankah sudah kubilang berkali-kali? Uang itu untuk Teh Ratmi. Acara tahlilan Mas Burhan juga butuh biaya yang tidak sedikit. Nanti saja beli perhiasannya. Aku juga masih bisa beliin."

"Tapi, Pa. Kalau nanti Papa kasih uang itu ke Teh Ratmi, pasti Papa juga kebagian, 'kan?"

"Kamu ini pamrih sekali, ya," kata Hilman menatap tajam. "Sudah ah, aku nggak mau debat sama kamu. Lama-lama aku stress duluan sebelum kerja."

Hilman bergegas pergi ke pabrik untuk memantau produksi kain. Tak lupa, ia membawa koper berisi uang puluhan juta rupiah, yang sudah dilengkapkan jumlahnya. Hari ini pria itu menggunakan jasa supir untuk mengantarnya ke dua tempat. Pertama ke rumah kakak iparnya, lalu ke tempat kerjanya.

Jarak antara rumah Hilman dan Pak Burhan tak begitu jauh. Cukup menempuh waktu selama lima belas menit saja, ia sudah tiba di rumah kakaknya. Saat tiba di sana, Hilman berjalan tergesa-gesa tatkala melihat Bu Ratmi sedang duduk termenung sendirian di teras rumah.

"Teh, Teteh!" seru Hilman dengan wajah semringah.

Bu Ratmi tak kunjung menyahut, matanya memandang jauh. Hatinya masih remuk redam mendengar kabar kematian suaminya dari Mak Asih ketika pulang dari rumah sakit. Rasa kehilangan dua orang terkasih menyelimuti jiwanya hingga hilang kewarasannya. Kini ia hanya bisa melamun dan melamun. Sesekali air matanya menetes, mengingat semua kenangan manis bersama Pak Burhan sebelum maut merenggut nyawa suaminya.

Hilman merasa cemas. Ia menggoyang-goyang bahu Bu Ratmi hingga tersadar. Wanita itu pun terhenyak, lalu menatap Hilman, sambil mengernyitkan kening.

"Hilman? Sejak kapan kamu ke sini?"

Mau tidak mau, Hilman harus memaklumi kondisi mental kakak iparnya yang belum stabil. Dengan sabar ia menghadapi Bu Ratmi dan berkata, "Aku baru saja datang, Teh."

"Sama siapa kamu ke sini?"

"Sendiri saja."

"Oh."

"Teh, aku bawa uang yang dipinjam Pak Jumadi. Siapa tahu Teteh butuh buat acara tahlilan Mas Burhan." Hilman menyerahkan koper hitam itu.

Bu Ratmi menatap lamat-lamat koper di tangan adik iparnya. Ia masih ingat betul, uang yang dikembalikan oleh Pak Jumadi tidaklah baik. Wanita itu pun ragu untuk menerima koper itu.

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Kira2 Siapa yang bakal jadi Korban Uang tumbal itu lagi🤔

2024-04-03

0

Aksay Asyila

Aksay Asyila

apakah akan diterima atau tidak uang dari pak jumadi yang ngipri kita ikuti cerita selanjutnya kaya film aja🤭🤭🙏🙏

2024-01-15

0

Berdo'a saja

Berdo'a saja

sudah dapat korban satu apa masih berdampak

2023-05-08

0

lihat semua
Episodes
1 Kelahiran Putri Iblis
2 Penolakan Bu Ratmi
3 Anak yang Dibuang
4 Uang Tumbal
5 Dibayar Nyawa
6 Rencana Pindah Rumah
7 Mimpi Bu Inah
8 Penerimaan Hilman
9 Sakit
10 Kasih Sayang Ibu
11 Didekati Dedemit
12 Berusaha Bertahan
13 Potong Rambut
14 Dongeng Kesayangan
15 Mengaji
16 Meniti Jalan Lurus
17 Teman Baru
18 Boneka Maurin
19 Susan Pembawa Kesembuhan
20 Bermain
21 Kenakalan Albi
22 Teror Malam
23 Penyerap Energi
24 Janji Tak Ditepati
25 Mencari Solusi
26 Saran Pak Risman
27 Pertemanan yang Kandas
28 Amarah Tak Terbendung
29 Orang Tua Idaman
30 Kediaman Farida
31 Pencarian Sukma
32 Firasat
33 Ketika Mata Terbuka
34 Kedatangan Arini
35 Masa Lalu yang Dikubur
36 Arisan
37 Spesialis Kulit
38 Menjahili Kera Kiriman
39 Bara Dendam
40 Masalah Pelik
41 Terusir
42 Rezeki Tak Ke Mana
43 Kemudahan Hidup
44 Kontrakan Haji Gufron
45 Retrokognisi
46 Peliharaan Baru
47 Kelawuk
48 Jatuhnya Harga Diri
49 Rahasia Yang Terungkap
50 Pembersihan
51 Menaklukkan Wanara
52 Tewasnya Mbah Suro
53 Penglaris
54 Menutup Mata Batin
55 Ketakutan Sere
56 Bu Inah Gelisah
57 Naik Kelas
58 Sebuah Pertanyaan
59 Keguguran
60 Sandekala
61 Menangkap Pak Beni
62 Nasihat Kyai Soleh
63 Percobaan Kedua
64 Meredam Amarah
65 Menjemput Ajal
66 Jalan Keluar
67 Memusnahkan Mantra
68 Api Banaspati
69 Kesepian
70 Memilih Sendirian
71 Dendam Bu Lastri
72 Melawan Ki Purnomo
73 Santet
74 Pemakaman
75 Kala Ramadhan Tiba
76 Mencari Albi
77 Sukma Hilang
78 Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79 Kera vs Buta
80 Pulang
81 Berita Buruk
82 Keterangan Sukma
83 Mudik
84 Kumpul Keluarga
85 Menginap di Rumah Abah
86 Akal Busuk
87 Pengaruh
88 Sebuah Peringatan
89 Silaturahmi
90 Gagal
91 Malam Berdarah
92 Adu Ilmu
93 Warisan Emak
94 Pertemuan Terakhir
95 Anak yang Mengutuk
96 Mengantar Jenazah
97 Kesepakatan
98 Acara Perpisahan
99 Menuju Lingkungan Baru
100 Visual
101 Pendaftaran Sekolah
102 Rasa Penasaran
103 Berkenalan
104 Antisipasi
105 Ritual Pemanggilan Arwah
106 Meraga Sukma
107 Kegaduhan
108 Dimensi Lain
109 Kembali ke Raga
110 Kesurupan Massal
111 Menyusun Strategi
112 Iblis dalam Diri
113 Pengumuman
114 Pesan dari Alam Gaib
115 Persaingan
116 Petunjuk Paranormal
117 Mengunjungi Gunung Ciremai
118 Datangnya Malapetaka
119 Kasarung
120 Kembali ke Alam Manusia
121 Pengakuan Bu Ratmi
122 Jin Kiriman Mbah Kasiman
123 Permintaan Pak Jaka
124 Derita Belum Berakhir
125 Kasiman, Mbah Kasiman
126 Gosip
127 Menuntut Kejujuran
128 Biang Keladi
129 Di Luar Dugaan
130 Satu Lawan Satu
131 Kritis
132 Petunjuk dari Sawitri
133 Penebusan Dosa
134 Teror Dimulai
135 Pak Risman Tumbang
136 Rencana Sukma
137 Diskusi
138 Doa Restu Ibu
139 Menunggu Waktu
140 Saatnya Tiba
141 Pertarungan Sengit
142 Akhir Penyesalan
143 Usik
144 Nilai Harga Diri
145 Membela Teman
146 Playing Victim
147 Elegi
148 Sebuah Ikatan
149 Pilihan Fatma
150 Kepastian
151 Cakra Menggoda
152 Dedemit Berulah
153 Menyatakan Perasaan
154 Obsesi
155 Jamuan Makan Malam
156 Ratu Pengasihan
157 Pengintaian
158 Introgasi
159 Pantangan
160 Melepuhnya Susuk
161 Pertaruhan Verina
162 Sumpah Serapah
163 Mantra Pemikat
164 Hilang Kendali
165 Ilmu yang Dicabut
166 Demi Konten
167 Memperoleh Izin Bapak
168 Rumah Tua
169 Diikuti
170 Dusta
171 Ereup-Ereup
172 Mengantar Pulang
173 Bidan Ana
174 Video Perdana
175 Sisi Lain
176 Kencan Rahasia
177 Over Dosis
178 Bayang-Bayang
179 Verina Menyerah
180 Rumah Duka
181 Tantangan
182 Perlindungan
183 Cinta dan Benci
184 Ketulusan
185 Menolak Mati
186 Pengaruh Mimpi
187 Murka Pak Risman
188 Pergi
189 Penghinaan
190 Cakra Adikara
191 Bertukar Nasib
192 Kebal
193 Mengungkap Kebenaran
194 Hasutan
195 Koma
196 Bertemu Kembali
197 Pelukan Hangat
198 Pecundang
199 Ibu Kandung
200 Keji
201 Ulang Tahun Ketujuh Belas
202 Hasrat Pemburu
203 Pembunuhan
204 Curiga
205 Serangan Gaib
206 Incaran Selanjutnya
207 Waspada
208 Sirep
209 Mencari Kelemahan
210 Undangan
211 Ancaman Serius
212 Fitnah
213 Wasiat Pak Risman
214 Beristirahatlah dengan Tenang
215 Muram
216 Alam Bawah Sadar
217 Celah
218 Menculik Tatang
219 Umpan
220 Sarang Iblis
221 Merebut Jiwa Tatang
222 Melarikan Diri
223 Menuju Tempat Lain
224 Menghela Napas Sejenak
225 Bersembunyi di Balik Senja
226 Dikepung Api
227 Menarik Iblis
228 Di Ambang Maut
229 Surga Asmaraloka
230 Visual 2
Episodes

Updated 230 Episodes

1
Kelahiran Putri Iblis
2
Penolakan Bu Ratmi
3
Anak yang Dibuang
4
Uang Tumbal
5
Dibayar Nyawa
6
Rencana Pindah Rumah
7
Mimpi Bu Inah
8
Penerimaan Hilman
9
Sakit
10
Kasih Sayang Ibu
11
Didekati Dedemit
12
Berusaha Bertahan
13
Potong Rambut
14
Dongeng Kesayangan
15
Mengaji
16
Meniti Jalan Lurus
17
Teman Baru
18
Boneka Maurin
19
Susan Pembawa Kesembuhan
20
Bermain
21
Kenakalan Albi
22
Teror Malam
23
Penyerap Energi
24
Janji Tak Ditepati
25
Mencari Solusi
26
Saran Pak Risman
27
Pertemanan yang Kandas
28
Amarah Tak Terbendung
29
Orang Tua Idaman
30
Kediaman Farida
31
Pencarian Sukma
32
Firasat
33
Ketika Mata Terbuka
34
Kedatangan Arini
35
Masa Lalu yang Dikubur
36
Arisan
37
Spesialis Kulit
38
Menjahili Kera Kiriman
39
Bara Dendam
40
Masalah Pelik
41
Terusir
42
Rezeki Tak Ke Mana
43
Kemudahan Hidup
44
Kontrakan Haji Gufron
45
Retrokognisi
46
Peliharaan Baru
47
Kelawuk
48
Jatuhnya Harga Diri
49
Rahasia Yang Terungkap
50
Pembersihan
51
Menaklukkan Wanara
52
Tewasnya Mbah Suro
53
Penglaris
54
Menutup Mata Batin
55
Ketakutan Sere
56
Bu Inah Gelisah
57
Naik Kelas
58
Sebuah Pertanyaan
59
Keguguran
60
Sandekala
61
Menangkap Pak Beni
62
Nasihat Kyai Soleh
63
Percobaan Kedua
64
Meredam Amarah
65
Menjemput Ajal
66
Jalan Keluar
67
Memusnahkan Mantra
68
Api Banaspati
69
Kesepian
70
Memilih Sendirian
71
Dendam Bu Lastri
72
Melawan Ki Purnomo
73
Santet
74
Pemakaman
75
Kala Ramadhan Tiba
76
Mencari Albi
77
Sukma Hilang
78
Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79
Kera vs Buta
80
Pulang
81
Berita Buruk
82
Keterangan Sukma
83
Mudik
84
Kumpul Keluarga
85
Menginap di Rumah Abah
86
Akal Busuk
87
Pengaruh
88
Sebuah Peringatan
89
Silaturahmi
90
Gagal
91
Malam Berdarah
92
Adu Ilmu
93
Warisan Emak
94
Pertemuan Terakhir
95
Anak yang Mengutuk
96
Mengantar Jenazah
97
Kesepakatan
98
Acara Perpisahan
99
Menuju Lingkungan Baru
100
Visual
101
Pendaftaran Sekolah
102
Rasa Penasaran
103
Berkenalan
104
Antisipasi
105
Ritual Pemanggilan Arwah
106
Meraga Sukma
107
Kegaduhan
108
Dimensi Lain
109
Kembali ke Raga
110
Kesurupan Massal
111
Menyusun Strategi
112
Iblis dalam Diri
113
Pengumuman
114
Pesan dari Alam Gaib
115
Persaingan
116
Petunjuk Paranormal
117
Mengunjungi Gunung Ciremai
118
Datangnya Malapetaka
119
Kasarung
120
Kembali ke Alam Manusia
121
Pengakuan Bu Ratmi
122
Jin Kiriman Mbah Kasiman
123
Permintaan Pak Jaka
124
Derita Belum Berakhir
125
Kasiman, Mbah Kasiman
126
Gosip
127
Menuntut Kejujuran
128
Biang Keladi
129
Di Luar Dugaan
130
Satu Lawan Satu
131
Kritis
132
Petunjuk dari Sawitri
133
Penebusan Dosa
134
Teror Dimulai
135
Pak Risman Tumbang
136
Rencana Sukma
137
Diskusi
138
Doa Restu Ibu
139
Menunggu Waktu
140
Saatnya Tiba
141
Pertarungan Sengit
142
Akhir Penyesalan
143
Usik
144
Nilai Harga Diri
145
Membela Teman
146
Playing Victim
147
Elegi
148
Sebuah Ikatan
149
Pilihan Fatma
150
Kepastian
151
Cakra Menggoda
152
Dedemit Berulah
153
Menyatakan Perasaan
154
Obsesi
155
Jamuan Makan Malam
156
Ratu Pengasihan
157
Pengintaian
158
Introgasi
159
Pantangan
160
Melepuhnya Susuk
161
Pertaruhan Verina
162
Sumpah Serapah
163
Mantra Pemikat
164
Hilang Kendali
165
Ilmu yang Dicabut
166
Demi Konten
167
Memperoleh Izin Bapak
168
Rumah Tua
169
Diikuti
170
Dusta
171
Ereup-Ereup
172
Mengantar Pulang
173
Bidan Ana
174
Video Perdana
175
Sisi Lain
176
Kencan Rahasia
177
Over Dosis
178
Bayang-Bayang
179
Verina Menyerah
180
Rumah Duka
181
Tantangan
182
Perlindungan
183
Cinta dan Benci
184
Ketulusan
185
Menolak Mati
186
Pengaruh Mimpi
187
Murka Pak Risman
188
Pergi
189
Penghinaan
190
Cakra Adikara
191
Bertukar Nasib
192
Kebal
193
Mengungkap Kebenaran
194
Hasutan
195
Koma
196
Bertemu Kembali
197
Pelukan Hangat
198
Pecundang
199
Ibu Kandung
200
Keji
201
Ulang Tahun Ketujuh Belas
202
Hasrat Pemburu
203
Pembunuhan
204
Curiga
205
Serangan Gaib
206
Incaran Selanjutnya
207
Waspada
208
Sirep
209
Mencari Kelemahan
210
Undangan
211
Ancaman Serius
212
Fitnah
213
Wasiat Pak Risman
214
Beristirahatlah dengan Tenang
215
Muram
216
Alam Bawah Sadar
217
Celah
218
Menculik Tatang
219
Umpan
220
Sarang Iblis
221
Merebut Jiwa Tatang
222
Melarikan Diri
223
Menuju Tempat Lain
224
Menghela Napas Sejenak
225
Bersembunyi di Balik Senja
226
Dikepung Api
227
Menarik Iblis
228
Di Ambang Maut
229
Surga Asmaraloka
230
Visual 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!