Akia menatap sangar para pria yang tengah berjalan kearahnya, disaksikan oleh Viona yang tampak kegirangan dengan senyum sinisnya dan beberapa art nya yang dirundung panik dan ketakutan setengah mati. Tapi apalah daya mereka, hendak membantu tapi tidak bisa melakukan apa apa.
Grep
srett
Bruakk
Prang !
Akia menangkap tangan pria yang telah lancang menyentuh bahunya, lalu menariknya dengan cepat, dan tanpa diduga oleh semua orang dengan gerakan cepat gadis itu membanting tubuh besar pria itu hingga menimpa meja tamu yang terbuat dari kaca.
Tentu saja tindakan brutal gadis itu mendapat tatapan terkejut oleh semua orang. Wajah wajah panik langsung menerpa semua orang yang berada disana, dan jeritan histeris para wanita pecah membahana diruangan tersebut. Begitupun Viona, wanita itu terlihat sangat pucat, bahkan tanpa sadar tubuhnya sedikit gemetar karena ketakutan.
Akia menatap wajah para pria didepannya dengan tatapan yang begitu mematikan.
"Aku sudah memberikan kalian peringatan, tapi kalian tidak mengindahkan ucapanku." Sarkasnya tajam.
Gadis itu melangkah mendekati tempat Viona berdiri dengan tatapan dinginnya. Membuat Viona tanpa sadar melangkah mundur. Wajahnya semakin pucat saat melihat seringaian yang terlihat mengerikan diwajah anak tirinya.
"Ap- apa yang kau lakukan ? K- kenapa k..kau kesini ?!" Tanyanya gagap.
"Kau takut ?" Sahut Akia dengan seringaian diwajahnya. Lalu tiba tiba..
Plak
Plak
"Kau !! Berani memukulku ?" Pekiknya keras sembari mengusap pipinya yang terasa panas, bahkan terlihat sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat tamparan Akia yang begitu keras.
Akia mencengkeram pipi Viona dengan sangat kuat, membuat wanita itu meringis menahan sakit. Sakit panas akibat tamparan gadis itu dan sakit karena cengkeraman kuat Akia.
"Bukan hanya menamparmu, bahkan aku tak segan untuk membunuhmu, menghilangkan nyawamu dari tubuhmu. Seperti yang kau lakukan pada mamaku, J*****g." Bisiknya dengan tekanan yang begitu dalam.
Deg
Wajah Viona nampak semakin pucat. Darimana gadis ini tahu bahwa aku yang melenyapkan ibunya ?
"Kau terkejut ?"
Viona masih menetralkan raut wajahnya supaya gadis itu tidak melihat bahwa sebenarnya dia merasa panik, namun percuma saja, karena Akia jelas sekali melihat ada rona kepanikan diwajahnya.
"Akan ada saatnya aku membalas apa yang sudah kau lakukan pada mamaku, jadi tunggu saja pembalasan ku. Dan silahkan nikmati hari hari terakhirmu berada dirumah ini." Ancamnya lagi sembari menghempaskan wajah Viona demgaan sangat keras, membuat wanita itu terhuyung kebelakang dan membuat keningnya membentur sudut meja.
Nampak darah segar mengalir dari luka dikeningnya, membuat Viona merintih kesakitan. Melihat itu beberapa teman pria Viona datang lalu mengeroyok Akia, yang tentu saja dengan sigap dan santai melakukan perlawanan.
Suasana rumah nampak terlihat kacau, beberapa perabotan disana terlihat pecah, dan kini Akia memandang sinis para pria yang nampak tergeletak dilantai dengan beberapa luka lebamnya di seluruh tubuh mereka. Mereka sungguh tidak mengira jika gadis bertubuh mungil itu mempunyai kekuatan sebesar itu untuk mengalahkan mereka.
"Ini akibatnya jika kalian tidak mengindahkan peringatan ku. Aku katakan untuk yang terakhir kalinya, pergi dari rumahku, dan jangan sekali kali kalian menginjakkan kaki kotor kalian kerumah ini. Kalian paham ?!" Teriaknya dengan suara yang mengalun keras.
Mereka segera bangkit berdiri dan beranjak pergi tanpa berkata apapun. Mengabaikan ketakutan didalam hati mereka. Bahkan Akia bisa melihat dengan jelas wajah para wanita yang terlihat sangat pucat karena ketakutan. Berjalan terburu buru sambil saling menatih tubuh mereka yang nampak terluka.
Akia memandang pria berbaju biru yang tadi dia banting diatas meja kaca, nampak keadaannya yang terlihat terluka cukup parah.
"Tunggu !" Teriaknya pada dua orang yang memapah pria itu.
Kedua pria itu berhenti sembari menatap takut padanya, membuat gadis itu tersenyum tipis.
"Pak Min !" Panggilnya pada satpam penjaga pintu gerbang.
Pria paruh baya itu berlari tergopoh gopoh menuju kearah Akia.
"Iya non."
"Pak tolong bawa pria ini kerumah sakit ya, ajak sekalian pak Bayu untuk menyetir kesana. Dan bawa kartu ini untuk membiayai perawatannya." Ucapnya sembari memberikan Black cardnya pada pak Min. "Nanti nomer pinnya Akia kirim ke ponsel bapak ya."
"Baik non." Ucap Pak Min patuh.
Kedua pria itu terkejut, tidak menyangka jika gadis itu ternyata mempunyai jiwa kemanusiaan juga. Begitu juga pria berbaju biru yang nampak terlihat lemah itu. Perasaan bersalah hinggap dihatinya setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri kebaikan gadis itu, sangat berbeda dengan yang Viona ceritakan selama ini.
Setelah ruangan itu kosong dan hanya menyisakan dirinya dan juga Viona yang nampak terduduk lemah dengan kening berdarah, Akia memberi perintah pada para pengawalnya untuk membereskan tempat itu.
"Aku peringatkan untuk yang terakhir kalinya. Jangan karena merasa kau sebagai istri dari papaku membuatmu jadi melupakan siapa dirimu yang sebenarnya. Dan jangan kau pikir aku akan merasa takut padamu, karena wanita iblis sepertimu tidak pantas untuk membuatku takut. Camkan itu." Ucapnya dengan nada yang sangat dingin.
Gadis itu lalu melangkah keluar rumah dan berlalu menuju kearah motor sportnya. Niatnya untuk istirahat dirumah hancur seketika, karena moodnya yang berubah sangat buruk. Melajukan motornya dengan dengan kecepatan tinggi menuju ketempat biasanya dia nongkrong bersama teman temannya.
Setelah lima belas menit lamanya, akhirnya dia sampai ditempat tujuan. Disana sudah ada para sahabatnya yang tengah menunggu kedatangannya. Akia melangkah pelan menuju kearah para sahabatnya yang tengah asik bermain gitar. Bukan cafe ataupun restoran mewah tempat dia berkumpul. Tapi hanya warung kecil pinggir jalan yang terlihat kumuh dimata para bangsawan.
"Eh, neng gelius sudah datang."
Pak Mun nampak keluar dari pintu warung menyapa gadis didepannya. Akia hanya tersenyum ramah lalu berjalan masuk kedalam warung. Sesampainya disana, Akia mengambil gitar yang berada ditangan Chiko lalu membawanya keluar warung dengan diikuti gerutuan kecil pria berkacamata tersebut.
Akia terus berjalan tanpa mengindahkan gerutuan sahabatnya. Duduk di bangku kecil yang berada didepan warung tersebut. Tangan mungilnya mulai memetik gitar lalu memainkannya dengan sangat lihai sembari bibirnya mengikutinya dengan nyanyiannya yang sangat indah dan merdu.
"Kopi loe Kia."
Arumi datang dengan secangkir kopi hitam kesukaannya, membuat gadis itu menghentikan nyanyiannya. Matanya menatap wajah cantik disebelahnya sembari tersenyum manis.
"Kenapa loe ? Terpesona akan kecantikan seorang Arumi ya ?" Tanyanya pede.
"Najis." Umpatnya.
Arumi tertawa melihat wajah Akia yang nampak buruk.
"Muka loe udah kayak pakaian kusut aja. Napa sih loe ?"
"Biasa mak lampir bikin ulah."
"Bikin ulah apa lagi tu orang ? Heran gue, tiap hari bikin ulah mulu."
Akia lalu bercerita tentang apa yang terjadi barusan dirumahnya.
"Gila !! Wah parah itu mah. Kenapa nggak dibikin perkedel aja sekalian tu mak lampir." Gerutunya ikut merasa geram.
Akia terkekeh mendengar perkataan absurd sahabatnya.
"Trus siapa yang mau memakannya ! Loe ?"
"Hueek ! Najis gue." Ucapnya sembari menirukan suara orang mabuk.
Akia tertawa keras, membuat ketiga temannya ikut bergabung disana.
"Woi ! Tertawa kagak ngajak kita kita orang nih." Teriak Chiko songong.
"Lagu loe, alay." Dengus Akia.
Lalu mereka bercanda ria sembari saling bernyanyi gembira dengan Akia yang masih betah memetik senar gitarnya. Mereka terus bernyanyi sampai tidak terasa suara Azhan maghrib berkumandang keras membahana di udara. Ya warung tempat mereka duduk memang berdekatan dengan sebuah masjib yang terlihat agak besar.
(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x)
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
(٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ
Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x)
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
(٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x)
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah
(٢x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
Hayya 'alashshalaah (2x)
Marilah Sholat
(٢x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Hayya 'alalfalaah. (2x)
Marilah menuju kepada kejayaan
(١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
(١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ
Laa ilaaha illallaah (1x)
Tiada Tuhan selain Allah
Arumi dan Luna sontak menghentikan nyanyiannya lalu saling memandang penuh arti. Akia yang menyadari hal itu menghentikan petikan gitarnya namun hanya melirik sekilas pada kedua sahabatnya.
"Kenapa ? Loe mau kesana ? Pergi aja. Ngapain bengong ? Sono buruan nanti keburu terlambat. Loe juga kan Dhaf ?" Ucapnya cuek tanpa menyebut nama masjid.
Arumi menatap ragu pada Akia.
"Napa lagi ?"
"Kia..apa loe.."
Ucapan gadis itu langsung terputus saat melihat tatapan tajam dan dingin dari seorang Akia. Arumi menelan salivanya kasar, saat merasakan hawa dingin yang menyergap tubuhnya.
"Oke, anggap gue nggak pernah nanya." Ujarnya lalu secepat kilat menarik tangan Luna untuk segera mengikuti sembahyang sholat magrhib dengan Dhafa berjalan dibelakang mereka.
Sepeninggal Arumi dan kedua sahabatnya, Akia kembali melanjutkan acara bermain gitarnya dengan ditemani Chiko disampingnya. Ya di antara mereka hanya Chikolah yang berbeda keyakinan. Namun hal itu tidak menyurutkan mereka untuk berteman.
Ditengah asiknya bermain gitar, tiba tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang menarik paksa gitar Akia. Membuat Akia seketika menjadi marah, terlihat jelas dari rona matanya yang terlihat memerah.
"Balikin gitar gue." Ujarnya dingin.
Sosok itu menatapnya tajam, sosok pria sangat tampan dan rupawan. Mata indahnya, tubuh kekar dan tegapnya tertutupi oleh baju koko berwarna biru muda dengan sebuah peci berwarna hitam bertengger diatas kepalanya. Hidungnya yang mancung, serta bibirnya yang agak tebal namun terkesan seksi dimata perempuan.
"Kamu ga denger suara azhan ? Bukannya segera sholat malah asik bermain gitar tidak penting ini." sindirnya.
"Bukan urusan loe."
"Itu urusan saya, karena kamu mengganggu aktifitas ibadah kami. Dan jika kamu seorang muslim tidak sewajarnya kamu bersikap memalukan seperti ini." Mata pria itu beralih menatap kearah Chiko.
"Apa kau juga tidak ingin bersembahyang ?"
"Maaf Tuan, saya bukan orang muslim." Jawab Chiko ramah.
Orang itu tersenyum simpul.
"Maaf tapi setidaknya beritahu temanmu itu untuk menjaga sikap. Saling menghormati jika ada yang menunaikan ibadahnya."
"Baik Tuan, akan saya beritahu."
"Bagus, jangan seperti anak yang tidak pernah mendapat didikan dari orangtuanya. Memalukan." Ketusnya.
Brakk !
Akia bangkit berdiri sembari menendang kursi kayu disebelahnya, membuat Chiko terhenyak, namun tidak dengan pria itu. Dia malah tersenyum sinis melihat wajah cantik Akia yang nampak memerah.
Gadis itu mendorong keras tubuhnya hingga menyebabkan tubuh pria itu sedikit terhuyung kebelakang.
"Loe kalau mau sholat, sholat aja. Mulut loe jangan banyak cincong. Kagak usah bawa bawa nama orangtua gue. Jangan berlagak sok perhatian dan sok alim. Karena semua pria dimata gue sama, seorang pengkhianat. Jangan bawa bawa Tuhan didepan gue, kagak ngaruh, Tuhan itu kagak ada. Ngerti loe."
"Astaghfirullah allazhim." Pria itu beristigfar sembari mengurut dada.
"Bertobatlah sebelum terlambat."
Akia terkekeh. Tangannya menunjuk tepat didepan wajah pria itu.
"Tobat ? Hahaha..gue kagak ngerasa bersalah, ngapain harus tobat. Loe aneh. Cepat pergi sebelum gue bener bener marah." Tatapannya berubah dingin.
"Semoga hidayah Allah cepat membuatmu tersadar dan bertobat, gadis."
"Loe !!"
Akia hilang akal, tangannya melayang hendak menampar wajah pria itu, namun tangan pria itu dengan gesit menangkapnya lalu menggenggamnya erat. Sorot mata pria itu terlihat tajam menelusuk hingga kerelung hati Akia. Namun tiba tiba wajah pria itu berubah terkejut saat melihat sebuah gelang yang melingkar di lengan gadis itu.
Gelang itu ? Gadis ini, mungkinkah..Ah tidak mungkin. Bathinnya bergejolak.
Dengan cepat dia melepas tangan Akia, menghempaskan dengan agak kasar,membuat Akia sedikit meringis karena merasa nyeri.
"Riel kita sudah terlambat."
Suara seorang pria lain menyadarkan pria yang dipanggil Riel itu. Dengan segera dia berbalik, namun sebelum pergi dia sempat berucap pada gadis itu.
"Bertobatlah, aku tahu kau gadis yang baik." Pesannya sembari meneruskan langkahnya meninggalkan Akia yang masih terlihat marah.
TBC
Jangan lupa dukungannya ya,, tinggalkan like dan koment nya..Masih dalam mode maksa nih authormya..
Salam manis dari author kece.🤗🤗😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Alan Bumi
masjid woi
2022-08-31
0
Atieh Natalia
mungkin dia gadis masa lalunya
2021-10-15
0
mamy
menarik jg thor ceritanya, lanjuuuuut
2021-08-10
0