Keempat orang itu mulai masuk ke ruang makan yang sangat mewah. Hampir mereka melupakan makan mereka ketika duduk dan melihat-lihat ruangan itu.
"Kapan lagi bisa duduk di rumah mewah pengusaha nomor satu!" ujar Nano mengelus-elus kursi yang harganya lebih dari seratus juta rupiah satu setnya.
Bianca menyuruh pelayan untuk membukakan tudung saji. Mereka mengangguk dan melakukan apa yang diperintahkan oleh nonanya.
Bau semerbak masakan langsung tercium begitu tudung dibuka. Mereka berempat pernah setidaknya sekali mencicipi masakan hotel yang dibuat oleh chef andalan. Dengan rasa lapar, keempatnya berebut mengambil nasi dan masakan ke dalam piring mereka.
"Err ... Non Kimmy tidak ikut makan apa, Non Bianca?" tanya Nano penuh harap.
"Tidak, Kak Nano. Dia sedang menjaga baby Kin, kan?"
Nano mengangguk kecewa. Idolanya tak ikut makan bersama. Meski begitu, dia menikmati juga hidangannya.
Dengan lahap mereka menikmati sajian yang disediakan oleh pelayan dan betapa ramainya ruangan itu dengan celotehan kelima orang di dalamnya. Mereka tak pernah tahu aturan makan di rumah mewah itu. Bahwa tak ada yang bicara jika sedang makan. Bianca membiarkan mereka, siang itu dia pun merasa bebas dari aturan yang selama ini berjalan.
Laura melirik jam dinding. Dia menghela napas. Sebenarnya ia masih ingin melepas rindunya pada Bianca, tapi seperempat jam lagi mereka harus kembali ke hotel.
"Bi, kami harus kerja lagi. Maaf, ya? Kami tidak bisa lama-lama," ujar Laura sambil meneguk air putih.
"Yaaah, padahal gosipnya lagi seru," jawab Bianca.
"Iya, tapi mau gimana lagi," ujar Ela.
"Ya sudah, nanti kalau aku sudah pulih, aku akan ke hotel bersama baby Kin," janji Bianca.
"Oke, semoga bekas jahitan kamu cepat pulih, ya?" ujar Laura. Mereka saling berpelukan, lalu bergiliran memeluk Bianca.
"Kak Nano salaman saja," ujar Bianca.
Nano tersipu saat akan memeluk Bianca.
"Iya, Non. Oh ya, mana Non Kimmy?" tanya Nano melongok-longok ke atas.
"Kimmy!" Bianca memanggil gadis itu untuk turun.
Kimmy keluar dari kamar bayi, lalu menuruni tangga, menemui Bianca.
"Iya, Bos Nona!"
"Itu, Kak Nano mau pamit!" tunjuk Bianca ke arah pria yang sudah kegenitan itu.
"Ish!"
Kimmy bergidik, risih.
"Oppa pulang dulu ya, Non Kimmy!"
Mulut Kimmy menganga dan mengernyitkan dahi bergumam. "Oppa??"
Semua terkikik mendengar kepedean Nano.
"Kami pulang dulu ya, Bi! Makasih sajiannya. Itu di bawah meja sedikit kado dari kami dan dari hotel."
Laura menunjuk ke bawah meja. Entah kapan mereka meletakkannya. Tiba-tiba dia melihat satu plastik kado di bawah meja.
"Ah, kalian ini, datang saja sudah menyenangkan! Pakai repot bawa kado! Makasih, ya?"
"Buat keponakanku," ujar Laura.
"Hehe, iya, makasih."
Mereka berpamitan.
"Non Kimmy oppa wil misyu, priti!" seru Nano.
"Kreji!" gerutu Kimmy kesal.
Bianca terbahak melihat mereka.
*
Sore itu, mobil Key telah sampai di depan rumah beriringan dengan mobil kakek. Bianca telah berada di teras sebelum mereka datang.
"Hai, Daddy!"
"Cebenelnya kamu mau panggil daddy apa papi cih ...." sambut Key mencubit pipi baby Kin dengan gemas. Bayi itu sedang melebarkan matanya, mencoba menangkap bayangan Daddy-nya.
"Daddy. Daddy mandi dulu, ya? Udah Mommy siapin airnya."
Key mengangguk dan mencium dahi istrinya.
"Hai Granpa," sapa Bianca pada Pak Anton.
"Hai cucu granpa yang unyu ...."
Pak Anton mencium dahi Kin. Dia memandang cucunya sebentar, kemudian menengok ke belakang, kedua mertuanya telah turun dari mobil. Dia berpindah ke sebelah Bianca.
"Hai Uyut ...." sambut Bianca pada pria dan wanita tua yang berjalan pelan ke arahnya dengan sumringah.
"Ah, panggil ayahnya Daddy, mamanya Mommy, kakeknya Granpa, giliran kakek buyut, eh uyuut ...."
Kakek seperti mengajak bicara sang cicit.
Nenek dan Bianca tertawa mendengarnya.
"Trus apa dong, Yut?" ujar Bianca.
"Abang ...." jawab Kakek tersenyum.
"Abang dan None ya?" Bianca terkekeh, begitu juga nenek dan Pak Anton.
"Yuk, masuk Kek, Nek ...."
Kedua orang tua itu memasuki rumah sambil menggoda cicitnya yang tentu saja belum bisa merespon. Bayi itu malah menggeliat dan menguap. Dia kembali tidur karena kekenyangan.
Bianca memperhatikan rambut lurus pria tua yang sudah putih itu, sekarang agak gondrong. Kumisnya pun dibiarkan tumbuh. Setiap waktu, dia memakai kacamata hitamnya. Tampilannya keren menurut Bianca untuk ukuran aki-aki. Sedangkan nenek, masih seperti yang dulu. Dia selalu menyanggul rambutnya yang belum sepenuhnya putih dengan rapi dan memakai baju dress panjang-panjang.
"Sini, aku mau gendong cucuku," ujar nenek.
Bianca mengangguk, lalu mengulurkan bayinya ke tangan nenek.
Mereka berdua menimang cicitnya sembari menyanyi-nyanyi ala anak-anak. Bianca tertawa melihat kekonyolan mereka.
"Bianca, boleh aku bawa pulang cicitku?" tanya kakek.
Bianca merengut, "Jangan dong, Kek!"
"Dia takut bayi kami akan jadi umpan harimau Kakek!" seloroh Key yang turun dari atas.
"Hahaha, tidak lah!" jawab kakek dan nenek tertawa.
"Kami yang akan sering berkunjung kemari. Jika besar nanti, baru ajaklah dia ke sana. Boleh bawa harimau satu, yang kecil itu sudah agak besar!" ujar kakek.
Bianca bergidik ketakutan teringat saat pertama kali dia datang ke sana. Imut sih, tapi kenapa musti harimau?
"Kakek bercanda ih!" tukas Bianca.
"Aku cukup pelihara marmut saja, kok!" lanjutnya.
Tawa mereka memenuhi ruangan itu.
*
Felix yang tadi tak digubris sewaktu turun dari mobil, sekarang telah berada di ruang baca bersama dengan Kimmy.
Dia mengulang kembali apa yang dikerjakan di kantor tadi. Seorang karyawan yang kebingungan dan ketakutan menghadapi Tuan Key telah mengganggu pekerjaannya.
Sementara Kimmy sedang mengambil buku dan membaca-baca karena semua pekerjaan telah selesai.
Kimmy tak berani mengganggu keseriusan Felix. Dia mulai membaca buku dengan serius.
Felix meliriknya sebentar.
"Saranku, ambil buku-buku berbahasa asing. Kamu bisa belajar mengejanya!" ujar Felix dengan mata menatap ke layar.
Entah angin darimana Felix menyuruh Kimmy untuk belajar.
Ya ... daripada membaca novel yang membuat halusinasi wanita terbang-terbang? Mendingan dia latih lidahnya, kan?
"I-iya, Bos Pelix!"
Kesal, sih. Inginnya menghibur diri usai bekerja, tapi disuruh belajar. Seperti pria itu saja yang otaknya selalu bekerja dan bekerja. Kimmy mengembalikan buku itu, lalu berjalan pelan mengitari ruangan. Akhirnya dia menemukan rak berlabel bahasa asing. Gadis itu menyeret telunjuknya dari buku satu ke deretan buku yang lain. Atas sampai bawah. Ada kamus, ada buku cerita, ada novel juga. Akhirnya ada sebuah buku yang menarik untuknya. Diambilnya buku itu.
Kimmy melangkah ke pojokan dan duduk di karpet tebal yang nyaman, yang biasa digunakan Susan untuk membaca. Dia bersandar di tembok, lalu mulai membuka lembaran pertama kemudian disusul lembaran lain.
Setelah beberapa lembar dengan cepatnya dia baca, dia tertawa-tawa. Bahkan sampai terpingkal-pingkal meski terdengar seperti menahan tawanya agar tak lepas.
Dia tertawa begitu, seperti sudah gila. Apa dia paham baca bahasa asing?
Felix mengerutkan dahi.
Setelah beberapa saat, dia tergelitik untuk bertanya, karena Kimmy terus terkikik, terdengar dalam ruangan itu meski dia berusaha untuk memelankan tawa.
"Buku bahasa apa yang kamu baca?" tanya Felix.
Sebentar waktu, Kimmy mengusap air yang keluar dari matanya karena tergelak dengan telapak tangan bawah ibu jarinya. Membiarkan sisa tawanya berlangsung. Lalu menjawab pria itu saat mulai mereda.
"Bahasa China, Bos Pelix."
Wuih, tahu juga dia bahasa China. Ternyata walau lafalnya amburadul, tapi dia menguasai beberapa bahasa. Bagus juga.
"Bagus, kamu bisa memahaminya," ujar Felix kembali mengamati layar. Namun, jawaban Kimmy membuyarkan pikirannya. Ingin rasanya memakan komputer di depannya itu.
"Kan, lihat gambarnya, Bos!" tunjuk gadis itu ke komik bahasa China yang dia pegang.
******
Plagiarisme melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Ketemuan di pengadilan ya kalo ngelanggar!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Lili
pelix kena prank 🤣🤣
2022-01-29
0
Sri Astuti
lalala... komik bos pelik
2021-12-21
0
Munce Munce
ampun Kimmy 🤦🤦🤦🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2021-10-10
0