Kata Orang Dulu

Tanpa terasa hari ini tepatnya satu bulan berjalan. Udara panas menyeruak masuk. AC rumah sedang mati. Entahlah, bulan-bulan ini beberapa tukang sedang bolak-balik memperbaiki rumah. Bulan lalu jendela, sekarang AC.

Bu Sinta telah sampai di rumah mewah menantunya pagi itu kala kesepian di rumah. Suaminya bekerja dan Brian sedang sekolah hingga sore. Wanita paruh baya itu membayar taksi dan mendekat ke gerbang. Baru tiga kali ini dia datang ke rumah yang besarnya sepuluh kali lipat rumahnya.

Satpam yang mengenalinya langsung membukakan gerbang.

"Aih, makasih Pak Satpam," ujarnya pada lelaki berkumis tebal di pos.

Bu Sinta mendadak teringat suami seorang pedangdut goyang ngebor. Muka satpam itu persis sama. Andai ada lomba mirip artis, Bu Sinta memastikan dia akan menjadi juara satu.

"Sama-sama, Nyonya. Silakan masuk."

Jawaban Satpam membuyarkan pikiran Bu Sinta akan tayangan infotainment.

"Eh, makasih."

Wanita itu melangkah masuk ke halaman rumah. Cukup jauh juga untuk menjangkau teras rumah mewah di depan matanya. Sembari melangkah, Bu Sinta menghitung berapa rupiah jika dijual per meter.

"Wow, mahal ini rumah!" desisnya.

Jelaslah. Rumah seluas empat ribu meter persegi itu memiliki letak yang strategis, kecuali belakang rumah dengan daerah ternyata bersungai. Ruangannya pun terbagi luas setiap ukurannya.

Empat orang pelayan menyambut Bu Sinta di depan pintu utama.

"Selamat pagi, Nyonya Sinta. Silakan masuk."

"Makasih, Mbak, berasa kondangan aja disambut rame-rame di depan pintu," ocehnya.

Setiap kemari, pelayan selalu siap di depan pintu menyambut. Darimana mereka tahu ada tamu, ya?

Bu Sinta tak habis pikir dengan keajaiban rumah itu. Dia tak sampai berpikir bahwa satpam pun juga bisa memberi tahu lewat alat komunikasi dengan pelayan rumah.

Wanita itu melangkah masuk.

"Mamaaaa ....!!!"

Bu Sinta kaget bukan kepalang. Anak perempuannya yang telah beranak satu itu berteriak dan berlari menyambutnya di rumah sebesar ini.

"Hus! Kamu ini kayak rumah sendiri, lho! Teriak-teriak ... pikirmu ini hutan??" desisnya hati-hati.

"Lho, kan ini memang rumahku sendiri?"

"Ah, iya!"

Wanita itu menepuk jidatnya. Bianca meghambur ke tubuh wanita itu, memeluk dan menciuminya bertubi-tubi. Baru kali ini mama mau datang ke rumahnya, sendirian.

"Ish! Makan apa sih kamu? Bau jengkol!"

"Iya, tadi Hana masak rendang jengkol, Ma! Nanti Mama makan, ya?"

"Kamu ini, kan menyusui Kin? Nanti ompolnya bau pesing! Eh, mau ... mau makan rendang jengkol!"

"Ugh, Mama ...." dengus Bianca.

"Mana Kin?"

"Sebentar, tadi lagi digantiin baju sama Kimmy! Yuk, Mama ke atas saja!" ajak Bianca.

"Oke."

Bu Sinta mengikuti anak perempuannya ke lantai atas. Mereka masuk ke kamar Kin. Bau bedak bayi berpadu dengan minyak telon memenuhi kamar.

"Nyonya ...."

Kimmy membungkuk pada Bu Sinta.

"Halo Mbak Kimmy," sapa Bu Sinta. Sedikit banyak dia mendengar soal asisten anaknya itu, jadi dia tahu namanya.

Bu Sinta mendekati cucu lelakinya, dia langsung menciuminya dengan sayang. Namun, Kin malah menangis kencang melihat wanita itu.

"Duh, ni bocah ngapa yak?" tanya Bu Sinta bingung.

"Mama nih, ketempelan apa di jalan? Kin jadi nangis kencang gini?" ujar Bianca.

"Enak aja. Eh, kenapa kamu tidak pakaikan dlingo bangle?"

"Apa itu, Ma?" tanya Bianca sambil sibuk menggendong dan menenangkan bayinya. Dia memberi isyarat pada Kimmy bahwa dia saja yang akan melakukannya.

Kimmy membungkuk dan keluar dari ruangan.

"Kata orang dulu, itu buat tolak bala bayi," jawab Bu Sinta mengelus lengan cucunya. Dia sangat ingin menggendong tapi sepertinya baby Kin belum mau digendong.

"Bentuknya seperti apa?" tanya Bianca lagi setelah berhasil membuat Kin diam.

"Makanya kamu itu masuk dapur! Anak perempuan taunya main melulu!" gerutu Bu Sinta.

"Untung suami kamu kaya raya, jadi sudah ada yang masak di dapur!" omelnya lagi.

"Mama ini, aku tanya dlingo bangle itu apa malah membicarakan dapur ...." protes Bianca.

"Ya benda itu ada di dapur!"

"Bentuknya seperti apa, Ma?"

"Itu termasuk sejenis rimpang, seperti bumbu dapur kayak jahe, kunyit, seperti itu ...." jelas Bu Sinta.

"Oh, biar nanti aku bilang ke Hana."

"Sekarang banyak yang dibentuk gelang bayi, kamu beli saja yang seperti itu," saran Bu Sinta.

"Oh ya, Ma. Nanti aku suruh pelayan mencarikan."

"Trus itu, kasih pilis di ubun-ubunnya!"

"Pilis? Apa lagi itu, Ma?"

"Campuran kunyit, dlingo, bangle dan lain-lain. Ada yang sudah dalam bentuk keping dijual di pasar. Tinggal diberi air sedikit lalu ditempelkan di ubun-ubun!"

Bianca mengangguk-angguk. Mamanya ini masih berdarah jawa kental, jadi dia masih pakai jejamuan seperti itu.

"Ya, nanti aku minta pelayan membelikan di pasar."

"Kata orang dulu, dikasih itu biar hangat."

Bianca mengangguk lagi. Di dalam rumah ini tak ada yang memberi tahu soal itu. Mungkin Hana pun tak pernah mengetahui tradisi itu.

Kin telah tertidur pulas. Bianca menaruhnya hati-hati di dalam box.

"Tas kamu bagus," ujar Bu Sinta mengangkat dan mengamati tas Bianca dari atas meja.

"Iya, Ma. Itu merk Diol, harganya murah," ujarnya sedikit pelan agar tak mengganggu bayinya.

Mendengar kata 'murah', Bu Sinta tertarik menanyakan harga. Sepertinya jiwa belanja Bu Sinta akan menular ke Bianca setelah melahirkan. Hanya beda tempat.

"Berapa harganya, Bi?" tanya Bu Sinta seraya mengamati tas hitam kecil dan tak banyak hiasan itu. Sederhana. Cocok sekali untuk dipakai jalan-jalan.

"Lima belas," jawab Bianca.

"Masa lima belas ribu?" Bu Sinta mengerutkan dahi tak percaya harganya begitu murah. Di pasar yang biasanya dia beli tas, paling murah seratusan ribu. Nah, ini kelihatan kualitas bagus kok hanya lima belas ribu, siapa yang percaya?

"Lima belas juta, Ma."

Bu Sinta menganga. Perlahan, dia mengembalikan lagi tas yang dipegangnya. Ingat kalau barusan dia pencet-pencet, dia tarik-tarik untuk melihat kualitasnya dan ternyata harganya bisa untuk membeli kerupuk satu truk.

"Bianca, mahal sekali ...."

Bu Sinta masih terpaku mendengar harga tas kecil seukuran dua kali ponselnya itu.

"Ini paling murah, Ma!"

"Apa katamu? Paling murah??"

Limbung rasanya Bu Sinta. Tangannya memegangi meja. Takut pingsan.

"Iya, tas yang harganya tujuh puluh dua juta aja aku punya, kok!" ujar Bianca tak memperdulikan wajah mamanya yang pucat.

"Mama ikut aku ya, kapan-kapan kita belanja, aku belikan, Mama mau yang mana," ajak Bianca.

"Mama ... cukup di pasar saja, Bi. Nanti gila Mama lihat harganya."

"Ah, Mama ... sekali-kali kita belanja bareng, Ma!"

"Cukup, Bianca, cukup! Mama pusing dengarnya."

Bianca mengerutkan dahi melihat mamanya.

Meski per bulan Bianca memberi uang sejumlah puluhan juta pada mamanya, tapi wanita itu tak sekalipun berpikir memggunakannya untuk membeli tas. Dia berpikir uang itu dihemat untuk tabungan pendidikan anak lelaki satu-satunya. Dia pun tak menyangka ada barang sepele yang berharga mahal, semahal tanah pekarangan tetangganya.

Jiwa emak-emak Bu Sinta meronta-ronta.

Terpopuler

Comments

Ananda Yuyun

Ananda Yuyun

enak beli di pasar ya bu shinta uang 15 jt buat borong dpt 1 truk 😂😂😂

2022-01-15

0

Indri Antoni

Indri Antoni

kocak. awalnya toko bianca tu sederhana...ga boros..dll..dll...tetiba skr punya tas 70jt 🙄

2021-10-31

0

iyut_PAntes

iyut_PAntes

bu sinta ayo kita limbung berjamaah

2021-10-09

0

lihat semua
Episodes
1 Kehidupan Baru
2 Kerja Bersama
3 Nifas
4 Jendela Lucknut
5 Jendela Lucknut Lagi
6 Susah Bicara Denganmu!
7 Berbaikan
8 Kunjungan Teman
9 Bahasa Asing
10 Kata Orang Dulu
11 Jamur
12 Tengkurap
13 Sudah Seperti Pasangan
14 Belanja
15 Kelakuan Daddy
16 Satu Tahun Baby Kin
17 Cuti
18 Psikopat
19 Sampai Rumah
20 Persoalan Keluarga Kimmy
21 Juragan Burhan
22 Mendatangi Rumah Juragan
23 Terpaksa Menikah
24 Ketinggalan
25 Terpaksa Menikah 2
26 Pesan Tio
27 Wanita Ini?
28 Tidur Sekamar
29 Pinjam Baju
30 Menjemput Tuan Key
31 Pulang Ke Desa
32 Mengantar Pengantin Baru
33 Apartemen
34 Hari Kedua di Apartemen
35 Chatting
36 Pertemuan
37 Kekesalan Vs Kebahagiaan
38 Satu Kamar (Lagi)
39 Omelete
40 Pembalasan
41 Pandai Memasak
42 Panas
43 Saatnya Kembali Bekerja!
44 Chef
45 Ganti Jadwal
46 Belanja Sore
47 Coklat
48 Topa
49 Siapa Cemburu?
50 Ponsel Baru
51 Menunggu Chef
52 Bebas Tugas
53 Masa Lalu Felix
54 Rencana Amoy
55 Minuman
56 Bertemu
57 Menyadari Sesuatu
58 Ayah Biologis
59 Paling Tampan
60 Kenapa Felix?
61 Kapan?
62 Rumah Siapa?
63 Kamuflase
64 Sayang
65 Undangan Pernikahan
66 Persiapan Ke Pesta
67 Pesta Pernikahan
68 Bonus Liburan Felix
69 Bulan Madu?
70 Takut
71 Berenang
72 Aku Mau!
73 Belanja
74 Sibuk
75 Hamil?
76 Tak Menyangka
77 Bos Nona Lelah
78 Penjelasan
79 Kejutan
80 Persiapan Resepsi
81 Checking
82 Meriah
83 Sama
84 Ngidam
85 Cari Rumah Baru
86 Memilih Brosur
87 Peresmian Rumah Baru
88 Usai Acara
89 Tak Mau Parfum
90 Belanja
91 Bulan Ke-9
92 Bareng
93 Panik Oh Panik
94 Lahir
95 Pulang ke Rumah
96 Suka
97 Ternyata Benar
98 Nonton Bioskop
99 Tugas Akhir
100 Persiapan
101 Selamat Susan!
102 Gantungan Kunci
103 Membantu Orang
104 Reuni
105 Identitas Susan
106 Bertemu
107 Keinginan Susan
108 Ingin Bertemu
109 Pengakuan
110 Panti Asuhan
111 Panti Asuhan (2)
112 Kehangatan Di Panti Asuhan
113 Pekerjaan Susan
114 Yoshua Pulang
115 Operasi Adele
116 Jemputan
117 Romantis?
118 Warung Makan
119 Ketahuan
120 Kado
121 Dapat Email
122 Mulai Bekerja
123 Cincin
124 Pencarian
125 Penyelamatan
126 Oalah, Yon.
127 Aku Belum Siap!
128 Maukah Kamu?
129 Ketiban Durian
130 Kapan Kamu Melamar Adikku?
131 Kamu Nanti Lamaran, Lho!
132 Lamaran
133 Sebelum Pernikahan
134 Pernikahan
135 Tangkap Buket Bunga!
136 PENGUMUMAN
137 PROMO BUKAN UP
138 NOVEL BARU DI NT
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Kehidupan Baru
2
Kerja Bersama
3
Nifas
4
Jendela Lucknut
5
Jendela Lucknut Lagi
6
Susah Bicara Denganmu!
7
Berbaikan
8
Kunjungan Teman
9
Bahasa Asing
10
Kata Orang Dulu
11
Jamur
12
Tengkurap
13
Sudah Seperti Pasangan
14
Belanja
15
Kelakuan Daddy
16
Satu Tahun Baby Kin
17
Cuti
18
Psikopat
19
Sampai Rumah
20
Persoalan Keluarga Kimmy
21
Juragan Burhan
22
Mendatangi Rumah Juragan
23
Terpaksa Menikah
24
Ketinggalan
25
Terpaksa Menikah 2
26
Pesan Tio
27
Wanita Ini?
28
Tidur Sekamar
29
Pinjam Baju
30
Menjemput Tuan Key
31
Pulang Ke Desa
32
Mengantar Pengantin Baru
33
Apartemen
34
Hari Kedua di Apartemen
35
Chatting
36
Pertemuan
37
Kekesalan Vs Kebahagiaan
38
Satu Kamar (Lagi)
39
Omelete
40
Pembalasan
41
Pandai Memasak
42
Panas
43
Saatnya Kembali Bekerja!
44
Chef
45
Ganti Jadwal
46
Belanja Sore
47
Coklat
48
Topa
49
Siapa Cemburu?
50
Ponsel Baru
51
Menunggu Chef
52
Bebas Tugas
53
Masa Lalu Felix
54
Rencana Amoy
55
Minuman
56
Bertemu
57
Menyadari Sesuatu
58
Ayah Biologis
59
Paling Tampan
60
Kenapa Felix?
61
Kapan?
62
Rumah Siapa?
63
Kamuflase
64
Sayang
65
Undangan Pernikahan
66
Persiapan Ke Pesta
67
Pesta Pernikahan
68
Bonus Liburan Felix
69
Bulan Madu?
70
Takut
71
Berenang
72
Aku Mau!
73
Belanja
74
Sibuk
75
Hamil?
76
Tak Menyangka
77
Bos Nona Lelah
78
Penjelasan
79
Kejutan
80
Persiapan Resepsi
81
Checking
82
Meriah
83
Sama
84
Ngidam
85
Cari Rumah Baru
86
Memilih Brosur
87
Peresmian Rumah Baru
88
Usai Acara
89
Tak Mau Parfum
90
Belanja
91
Bulan Ke-9
92
Bareng
93
Panik Oh Panik
94
Lahir
95
Pulang ke Rumah
96
Suka
97
Ternyata Benar
98
Nonton Bioskop
99
Tugas Akhir
100
Persiapan
101
Selamat Susan!
102
Gantungan Kunci
103
Membantu Orang
104
Reuni
105
Identitas Susan
106
Bertemu
107
Keinginan Susan
108
Ingin Bertemu
109
Pengakuan
110
Panti Asuhan
111
Panti Asuhan (2)
112
Kehangatan Di Panti Asuhan
113
Pekerjaan Susan
114
Yoshua Pulang
115
Operasi Adele
116
Jemputan
117
Romantis?
118
Warung Makan
119
Ketahuan
120
Kado
121
Dapat Email
122
Mulai Bekerja
123
Cincin
124
Pencarian
125
Penyelamatan
126
Oalah, Yon.
127
Aku Belum Siap!
128
Maukah Kamu?
129
Ketiban Durian
130
Kapan Kamu Melamar Adikku?
131
Kamu Nanti Lamaran, Lho!
132
Lamaran
133
Sebelum Pernikahan
134
Pernikahan
135
Tangkap Buket Bunga!
136
PENGUMUMAN
137
PROMO BUKAN UP
138
NOVEL BARU DI NT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!