Laura tertawa kikuk, "Hahah Maaf tapi saya belum menikah! Jadi mungkin suster salah orang!" elaknya sopan.
"Hallah... Mbak nih tidak usah malu, masa lupa sama status sendiri , kan tidak mungkin lagian kepala mbak baik-baik aja kok!"
perawat tersebut semakin membuat Laura tak bisa berkutik lagi.
"Tapi saya serius sust! Saya benar-benar belum menikah atau punya suami sekarang!" tegasnya menyakinkan.
"Ohh ya? Lalu siapa pria tampan tadi yang mengaku suami mbak! Bahkan dia sudah membayar biaya pemeriksaan mbak loh!" Laura terkejut mendengar apa yang perawat tersebut katakan.
Matanya melebar, "Suster serius?" perawat tersebut mengangguk, "Iya mbak saya sangat serius, bahkan tadi itu saya mendengarnya dengan jelas kalau dia mengaku suami mbak!"
"Sebenarnya siapa yang suster ini maksud dan mengaku sebagai suamiku? Apa itu Yohan? Ahh tidak mungkin, karena sebentar lagi dia akan menjadi suami orang lain, lalu siapa?" ucapnya bertanya dalam hati.
"Ehh... ternyata pasiennya sudah sadar!" kata dokter yang merawatnya datang dengan senyum ramah, "Iya dok! Makasih karena sudah merawat saya, ohh iya saya mau tanya dok, apa dokter tau siapa yang mengantar saya kesini?"
Dokter tersebut mengeluarkan sebuah kartu nama, lalu memberikan kartu nama tersebut ke Laura, "Orang tadi mengaku suami mbak, tapi rasanya saya tidak percaya karena tiba-tiba orang itu malah memberikan kartu namanya sebelum meninggalkan rumah sakit, dan menyuruh mbak untuk datang ke perusahaan yang tercantum di kartu nama itu!" Ungkap dokternya.
Laura mulai membaca nama yang ada di kartu nama tersebut "Reyhan KusumaWijaya? Ini siapa? Aku sama sekali tidak kenal dengan pemilik kartu nama ini dok!" Ia menggeleng kuat.
"Kalau begitu mbak harus pergi ke perusahaannya! Kata orang tadi mbak perlu mengembalikan uang yang dia keluarkan untuk pengobatan anda!" ungkap dokter tersebut membuat Laura tercengang.
"Ya ampun siapa sebenarnya orang yang bernama Reyhan ini? Kenapa dia bisa mempermalukanku didepan banyak orang! Tidak... Aku harus menemuinya, bukan hanya untuk berterimakasih tapi aku penasaran kenapa dia mengaku menjadi suamiku padahal aku tidak mengenalnya sama sekali!" fikir Laura dalam hati.
"Kalau begitu, saya bisa pulang sekarang kan dok!" Ucap Laura berwajah pucat menatap lirih kepada dokter dan perawat tersebut secara bergantian.
Dokter itu mengangguk yakin sambil kembali memancarkan senyuman, "Tentu saja, Lagian kondisi mbak tidak terlalu serius, dan saya sarankan jangan terlalu banyak fikiran mbak karena itu bisa menyebabkan reaksi kerja otak menurun dan bisa-bisa mbak bisa pingsan lagi seperti tadi!" tambah dokternya.
Laura hanya membalas dengan terus berkata 'iya' sementara perawat tadi melepaskan jarum infus di punggung tangannya.
***
Selepas dari rumah sakit Laura langsung pulang kerumahnya, ia mendapati Maira terduduk di kursi meja makan seraya menatap datar kearahnya.
"Kenapa nasi gorengnya masih ada disini kak? Apa kakak tidak memakannya sebelum pergi? Atau kakak tidak suka dengan nasi goreng buatan Maira?" tanya adiknya.
Laura tertawa kecil, berjalan kearah adiknya, dan meletakkan ponselnya diatas meja makan, "Hahah Maira... Maaf tadi kakak lupa memakannya, tapi kamu tenang aja, kakak bakal makan itu kok! sini...." pintanya ingin mengambil nasi goreng yang ada di hadapan adiknya.
Akan tetapi sebelum tangan itu memegang piringnya, Maira lebih dulu mengambil piring berisi nasi goreng tersebut.
"Tidak usah! Biar aku yang memakannya, lagian aku sangat lapar dan tidak mood membuat yang baru!" ujarnya menyela.
Laura tertawa terbahak-bahak, "Hahah jadi kamu mau memakannya? Kakak kira kamu marah karena kakak tidak memakannya, lalu kenapa tadi nasi gorengnya di lihatin aja bukannya langsung di makan?"
"I-itu... Aku merasa tidak enak sama kakak! Kan aku yang buat ini buat kakak tapi masa aku sendiri yang makan, jadi aku nungguin kakak pulang!" jujur Maira mengerucutkan bibirnya.
"Ohh... Kalau begitu, biar kakak buat yang baru untuk kita berdua karena nasi goreng itu sepertinya sudah tidak bagus di dikomsumsi!" Laura melirik sekilas ke arah nasi goreng di hadapan adiknya dan mendapati nasi goreng tersebut terlihat agak basah.
"Oke kak tapi harus cepat loh dan harus enak juga!" Imbuh Maira di anggukkan oleh kakaknya, "Iya-iya... Apasih yang tidak enak sama hasil buatan tangan ajaib kakak ini!" balas Laura bercanda.
Maira menghampiri kakaknya yang sudah mulai mengiris bawang, "Ehh tangan kakak Kenapa? Ini seperti orang yang sudah di pakein jarum infus?" curiganya.
Laura menyembunyikan tangannya, "Kamu nih ada-ada aja! Masa iya kakakmu yang selalu sehat ini di infus? Tidak mungkinlah... Ehh ini tadi kena sesuatu jadi ada luka goresan!" jawabnya berbohong.
Adiknya semakin memperhatikan secara seksama, "Kakak pasti bohong ya? Kakak kira Maira ini anak TK yang tidak bisa membedakan orang sakit dan orang yang sehat? Tuh muka kakak pucat banget! Jadi kakak tidak bisa mengelak lagi!" oceh Maira memandangi perban di atas punggung tangan kakaknya.
"Uuhh ternyata adik kesayangan kakak sudah besar yah! Tapi kakak serius kok, kakak baik-baik aja! Udah kamu kembali ketempat duduk, jangan mengganggu kakak masak!" Kata Laura mengalihkan pembicaraan.
Bukannya mengiyakan ucapan kakaknya, Maira malah menyipitkan mata menatap Laura semakin curiga, "Kakak serius kan? Terus kenapa muka kakak pucat banget?"
"Kamu nih banyak tanya, kalau kamu bertanya terus, kapan kakak mulai masaknya!"
"Ehhh... Aku mau bantuin kakak!" tawar Maira tersenyum lebar.
"Tidak usah! Kamu duduk aja, biar kakak yang masak, nanti dapur berantakan gara-gara kamu!" serunya.
"Ada banyak hal yang tidak bisa kakak bicarakan Maira, Dan maaf kakak tidak bisa memberitahumu juga! Kakak tidak ingin terlihat lemah didepanmu, biarlah senyum yang menyembunyikan semua rasa sakit kakak! Kakak juga tidak ingin menjadi contoh yang buruk buatmu!" Lirih Laura dalam hati.
Pada akhirnya Maira kembali terduduk di kursinya, perlahan ia merasa bosan lalu melirik dan meraih ponsel Laura yang tak jauh dari jangkauannya.
Ia memegangnya erat, merasa penasaran dengan isi ponsel kakaknya, Maira melirik sekilas ke arah Laura terlebih dahulu yang tengah sibuk memasak.
"Maaf kak! Bukannya Maira lancang, tapi aku sangat penasaran dengan apa yang membuat kakak menangis tadi malam!" batin Maira.
Tring....
Sebuah pesan masuk melalui ponsel Laura, tubuh Maira terlonjak ia begitu syok jika kakaknya menyadari Perbuatannya.
"Ehh... Itu suara ponselku kak!" ucap Maira tiba-tiba membuat Laura menghentikan aktivitasnya, "Ada apa denganmu, Kakak kan tidak bertanya?" Selidik Laura menoleh kepada adiknya.
Maira cengingisan menanggapi, "Ahahah iya-yah...." tawa garing terdengar begitu jelas, "Tapi ponsel kakak dimana? perasaan kakak tadi menaruhnya diatas meja, kenapa tidak ada?" Tukas Laura lagi celingak-celiguk memandangi setiap sisi meja makan.
"Aduh kak! Maira sangat lapar, kenapa kakak malah cari ponsel? Apa kakak lebih sayang sama ponsel dari pada adik sendiri?" Maira menyela mencari alasan yang tepat hingga kakaknya percaya begitu saja dan melanjutkan masaknya.
"Ahh iya lupa! Ini sebentar lagi jadi kok!" timpalnya kembali fokus.
Saat Maira merasa suasananya sudah pas, ia dengan cepat mengeluarkan ponsel kakaknya yang sejak tadi disembunyikan dibawa pahanya.
Mula-mula ia mengamati gerak-gerik Laura, lalu menekan 2 kali ponsel tersebut, dilayar ponsel itu ada pesan yang langsung di baca olehnya, "Ra... Kenapa kamu tidak menghubungiku lagi? Apa karena kita sudah putus? Ayolah... Kita masih bisa menjadi sahabat bukan?" isi pesan tersebut beratas namakan Yohan.
"Jadi kakak menangis karena putus? Pantesan aja semalam ngamuk sampai tendang pot kayak salah minum obat!" kata Maira berbisik.
Saat dia sudah tau jawaban dari semua pertanyaanya sendiri, Maira menghapus pesan tersebut lalu meletakkan kembali ponsel kakaknya ditempat semula, sampai beberapa menit kemudian Laura datang dengan 2 piring penuh nasi goreng ditangannya.
"Ehh ini ponsel kakak kenapa bisa ada disini? Bukannya tadi...."
"Ii...itu....ehh anu, aku ada sesuatu untuk kakak, jangan makan dulu nasi gorengnya, tunggu sebentar!" Maira menyela ucapan kakaknya lalu beringsut dan pergi kearah kulkas, dan kembali membawa sebongkah cabe rawit di kedua tangannya, "Kamu mau ngapain bawa itu?" Laura terheran.
"Kakak... Kalau kakak makan ini, ini bisa meredakan rasa sakit hati kak! Coba aja!" katanya, "Kamu mau bunuh kakak ya? Kamu kan tau kalau kakak punya penyakit maag! Lagian siapa yang sakit hati?" kesal Laura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Just Rara
dih cowok apaan tu si yohan,udah mutusin laura,masih berharab aja jd sahabat😒😒
2021-11-26
0
Alya Yuni
Lki mcm ap dah buat Laura skit msih ada muka SMS
2021-11-15
0
Silvia Berliana
lanjut ka, semangat
2020-12-25
1