Sumpahnya!

Jarak Rumah Laura dari Restoran tempat makan malamnya tadi hanya sekitar 300 meter, saat dia kesana ia memesan ojek online.

Namun sekarang berbeda, ia memilih berjalan kaki pulang kerumahnya, bahkan jemarinya begitu lemas untuk sekedar mengambil ponsel didalam tas selempangnya.

Langkah yang sempoyongan akibat hanya memakai sepatu tanpa pasangan, membuat pergelangan kakinya itu terasa perih hingga dia memutuskan untuk melepaskan sepatu highHill tersebut dan menendangnya, kini Laura bertelanjang kaki menelusuri jalan.

"Kenapa kamu begitu kejam padaku Han! Kenapa!!! Saat pertama kali kita bertemu kamu memberiku kesan baik hingga aku jatuh cinta pada pandangan pertama padamu! Apa arti perhatian yang kamu berikan sebelumnya? Aku selalu sabar menghadapi sikapmu yang terkadang kasar, cuek padaku! Tapi sekarang... Rasa sabar itu malah terbayarkan dengan kecewa!" Batin Laura disela langkahnya sambil menangis sesegukan.

Tiba-tiba langkahnya itu terhenti saat kedua bola matanya menatap datar kearah jembatan yang kini tak jauh darinya.

"Jika aku mati! Apa kamu akan menyesal karena membuatku seperti ini Han?" Laura semakin mendekati Pembatas jembatan tersebut, tatapannya menjadi kosong kala melihat genangan air dibawah kolom jembatan.

Tak ada cahaya dibawah sana, hanya ada air yang tampak menghitam dimalam hari, "Yohan!!! Kau pria brengs*k!!!" Laura seketika berteriak dengan sangat keras.

"Dulu kamu bilang, kalau kita akan bahagia bersama anak-anak kita, Mengucapkan selamat pagi disaat aku terbangun! Tapi sekarang apa! Hikshiks... Kamu malah akan mengucapkan itu ke perempuan lain!" lirihnya berkata sembari terus menangis .

Keputusasaan karena cinta itu membuat Laura seolah-olah menjadi hilang akal, bahkan sekarang dia ingin mengakhiri hidupnya, ia terus menangis tanpa memperdulikan kendaraan disekitarnya.

Dert... Dert.. Dert...

Ponselnya bergetar didalam tas, awalnya ia tak berniat untuk melihat ponselnya itu, akan tetapi ketika panggilan masuk tersebut sudah berbunyi untuk ketiga kalinya, barulah ia mengorek isi tasnya.

"Halo kakak!!! Kakak ada dimana? Kenapa belum pulang!" Ternyata itu panggilan masuk dari adiknya, Maira.

"Ehh...kakak sudah hampir sampai rumah kok! Tunggu yah!" Laura mencoba untuk bersikap tenang agar adiknya tak curiga.

"Ahhh Kakak pasti bohong! Bilang aja kakak lupa sama Maira ya kan?" Keluh adiknya terdengar kesal.

"Hahah tidak mungkinlah Mairaku sayang~, Kakak beneran sudah hampir sampai rumah!"

"Ohh Ya udah, kalau begitu aku mau lanjut tidur! Ehh tapi kakak harus gantikan pulsaku, gara-gara nelfon kakak, pulsaku jadi berkurang!"

Laura terkikik geli mendengar adiknya, "Iya deh kakak janji bakal ganti dua kali lipat!" jawabnya.

"Wah beneran ya kak! Janji loh... Awas aja kalau bohong ! Yaudah Aku mau tidur dulu, soalnya Besok aku ada ujian! Aku juga sudah tidak mengunci pintunya kok!" seru Maira begitu senang.

"Iya-iya Maira Cantik ya udah tidur gih... Selamat malam!"

"Hm... Kakak juga hati-hati dijalan! "

Tutt...

Begitu panggilan tersebut berakhir, Laura menarik nafas dalam-dalam, "Akh.... " ia kembali berteriak, melepaskan semua rasa kesal dan marah melalui teriakan itu berharap rasa sakitnya berkurang dan mendapat sedikit rasa lega.

"Aku tidak boleh seperti ini, Masih ada Maira yang menungguku! Dan aku tidak mau rasa sakitku ini berimbas kepada Maira, Tidak Ra... Jangan lakukan hal bodoh! Masih banyak laki-laki di luaran sana yang jauh lebih baik dari Yohan!" gumamnya.

Ia memejamkan mata, untuk terakhir kalinya air bening itu mengalir deras diwajahnya, "Hufh... Tidak apa! Kamu bisa menghadapi ini Ra... Berhentilah menangis karena dia tidak akan kembali menghapus air matamu! Jangan menyia-nyiakan sesuatu untuk orang yang tidak perduli lagi denganmu! Semangat!!! " Hanya seuntai kata itu yang terus ia ucapkan guna menyemangati dirinya sendiri.

***

Ketika sampai tepat didepan rumahnya, ia memandangi salah satu bunga yang merupakan pemberian Yohan, ia berjalan mendekati pot bunga itu.

Brak...

Ditendangnya dengan keras hingga pot yang terbuat dari plastik dengan bunga matahari yang sudah mengeluarkan kuncupnya itu kini berserakan dihadapannya.

Krek...

Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dan keluarlah Maira yang terlihat terkejut, "Ada penc...Ehh ternyata kakak! Aku hampir aja teriak kirain ada maling! Lah... Kenapa potnya pecah kak! Bukannya itu bunga kesayangan kakak ya? " Ucap Maira menatap heran kearah kakaknya yang tertunduk dengan sesekali terseguk.

"Kak! Kakak kenapa?" Maira mendekati kakaknya, "Tidak apa-apa, kakak hanya capek! Ohh iya kakak mau membuang bunga ini! Kamu bisakan bantu kakak?" tawar Laura perlahan menampakkan wajah dengan mata sembabnya.

Tak hanya sampai disitu saja, Laura kembali menginjak-injak bunga matahari tersebut hingga batang serta bunganya tak lagi utuh.

"Ehh kakak Kenapa menginjaknya? Sebenarnya apa yang terjadi kak? Apa kakak sedang kesal atau apa?" Imbuh Maira.

"Maira masuklah, tidak usah menghiraukan bunga itu, kakak juga sangat capek, mau langsung istirahat jadi kamu kembali kekamar sekarang!" ketus Laura terdengar datar.

"Kakak ini apa-apaan sih! Aku dari tadi nungguin kakak pulang, tapi kenapa sekarang kakak malah ngatur-ngatur Maira?" Keluh adiknya itu, Laura mengacak rambutnya seakan ia kembali emosi.

"Maira! Kakak bilang masuk ya masuk!" bentaknya membuat tubuh kecil adiknya terlonjak kaget.

Mata Maira mulai berlinang air mata, "Huhuh kakak jahat, kenapa kakak memarahiku? Aku sebenarnya salah apa?"

Maira berlari kedalam rumah, tak lama setelah itu terdengar suara pintu yang ditutup secara kasar, "Huh! Maafkan kakak Maira!" lirihnya ikut berjalan masuk dengan lesu.

Tiba didalam kamar, ia merebahkan diri diatas kasur, tertelungkup sambil memejamkan mata berharap saat ia terbangun perasaannya akan menjadi lebih baik.

Krek....

"Kakak!" panggil seseorang membuka pintu yang ternyata Maira seraya membawa selimut dalam pelukannya.

Laura membuka mata, tanpa mengubah posisinya ia berkata, "Kenapa kamu belum tidur dan malah datang kekamar kakak?" tanyanya dengan nada suara hidung tersumbat.

Maira berjalan berdekat, "Aku ingin tidur bersama kakak! Bisakan? Ahh Maira juga ingin meminta maaf karena sepertinya Maira yang salah!" Seru Maira yang terduduk dipinggir ranjang.

"Kembalilah Maira! Kakak ingin sendiri sekarang! Maaf!" balasnya.

"O... Oke.. Tapi jawab dulu pertanyaanku, sebenarnya apa yang terjadi sama kakak, tadi aku melihat kakak sangat berantakan, dimana sepatu kakak dan kenapa kakak menangis? Siapa yang membuat kakak menangis?" Maira terbata sekaligus mengajukan pertanyaan yang sejak tadi terngiang-ngiang dalam fikirannya.

"Maaf Maira, kakak tidak bisa memberitahumu! Kadang ada sesuatu yang begitu menyiksa kakak, tapi sesuatu itu belum bisa kamu mengerti jadi kakak harap jangan bertanya lagi dan kembalilah kekamarmu!" elaknya

"Hmm... Baiklah, tapi jangan sampai kakak terus berlarut-larut dalam kesedihan nanti kakak sakit, terus siapa yang bakalan repot? Sudah pasti aku kan?" gerutu Maira tersentak.

"Kakak paham! Kamu bisa keluar sekarang!" usirnya secara halus.

Maira menghentakkan kaki dengan kesal meninggalkan kamar Kakaknya, "Dasar kakak bodoh! Aku datang mau menghiburnya tapi aku malah diusir? Terserah lah... Tapi siapa yang buat kakak seperti ini, biasanya kakak kan super duper ceria malah menjadi cewek berantakan hari ini? Seperti sedang putus cinta saja!" Umpat Maira didepan kamarnya.

Adiknya itu memang tidak tau bahwa Laura sudah lama menjalin hubungan dengan Yohan, itu semua terjadi karena Yohan melarangnya untuk mempublikasikan hubungan mereka, bahkan Yohan sendiri tidak pernah mau mampir kerumah Laura sekalipun.

Yang tau hubungan mereka berdua hanyalah beberapa teman terdekatnya di kampus, dan itupun terkadang Yohan memperkenalkannya bukan sebagai pacar tapi sebagai teman.

Sikap Yohan itu terkadang membuat Laura sesekali mengelus dadanya, tapi yang namanya sudah cinta! Laura begitu pasrah menghadapinya karena dia Fikir mungkin Yohan akan memberitahu semua orang suatu hari nanti.

Sementara itu, Laura akhirnya mengubah posisi, dengan terduduk diatas ranjang sembari memeluk kakinya sendiri.

"Aku harus bagaimana sekarang! Aku.... Tidak yakin bisa melupakan Yohan dengan cepat! Memiliki kenangan 2 tahun dengannya tidak akan mudah terhapus dari memoriku!" lirihnya.

"Aku benar-benar menyesal pernah mencintainya dengan tulus, kenapa dari dulu aku tidak putus saja dengannya? Ahh aku memang bodoh... Bodoh.... Bodoh.... Jelas-jelas dia yang tidak menghargaiku bahkan jika aku sudah melakukan yang terbaik sebagai pacarnya, tapi tetap saja aku bertahan hanya karena dibujuk oleh rayuan manis dari mulut busuknya itu! Tapi sekarang aku berjanji, air mata yang jatuh hari ini, dia akan membayarnya suatu hari nanti, kamu akan menyesal yohan!" sumpah Laura.

Terpopuler

Comments

nesya

nesya

selama pacaran aja dia sdh minta tdk ada yg boleh tahu, alias backstreet, dr situ aja Laura hrs nya sadar, kl ada sesuatu yg di sembunyikan oleh Yohan dr nya. itu artinya ada hal yg tdk beres sm Yohan

2022-12-25

0

Just Rara

Just Rara

nah benar tu laura km hrs kuat,jgn terus menangis apa lg krn putus cinta,msh banyak laki2 yg lebih baik dr yohan

2021-11-26

0

Alya Yuni

Alya Yuni

Dah tau lki macm itu masih mau brhrap lbih

2021-11-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bukan Lamaran? (Visual)
2 Teriaknya ditengah keramaian
3 Sumpahnya!
4 Iya atau Yes!
5 Suami?
6 Penyebab Laura Menangis
7 Tidak Yakin!
8 Kenangan Masa Kecil
9 Datang menepati Janji
10 Pernikahan Mantan
11 Berusaha Terlihat Kuat
12 Benar-benar Muak
13 Gombalnya
14 Ungkap Reyhan
15 Perlakuannya
16 Menjemput Laura!
17 Orang berbahaya!
18 Ketemu Mantan Lagi
19 Sikapnya yang Lembut
20 Malu!
21 Karena Luka biasa
22 Membicarakanku atau tidak?
23 Tatap Aku Ra!
24 Ke Toko Perhiasan
25 Ada Apa Dengannya?
26 Malah tertawa
27 Ke Pesta Ulangtahun
28 Aku cemburu!
29 Hanya Karena Sebuah Kalung
30 Bodoh!
31 Bertarung Lewat Tatapan
32 Adu Mulut
33 Perjalanan Pulang
34 Senjataku?
35 Menampar Reyhan
36 Keluarga Vanno
37 Ada Manis-manisnya
38 Ungkapan Sang Sahabat
39 Genggaman Tangan
40 Vanno Mengantar Pulang
41 Menunggu Vanno
42 Saling Menggoda
43 Di Depan Toilet
44 Pembuktian?
45 Tiga Pria
46 Ingin Membicarakan Sesuatu
47 Vanno yang Salah Tingkah
48 Harapan
49 Sesuatu yang penting itu
50 Gigitan Sebagai Tanda Kepemilikan!
51 Waktu Untuk Menemui Reyhan
52 Reyhan Murka
53 Akan Kesepian
54 Membujuk
55 Curiga dengan telfonan
56 Ingin kejujuran Laura
57 Seperti Sebuah Ancaman
58 Keputusan Yang Tiba-tiba
59 Keberangkatan Maira
60 Pesan kakak!
61 Di Lihat Vanno
62 Marahi Saja Aku!
63 Pertanyaan Yang Sama
64 Menginap Dirumah Laura
65 Makanan Pemberian Reyhan
66 Ancaman dari Ayah
67 Bagaimana ini?
68 Undangan?
69 Mimpi Buruk
70 Ke Rumah Vanno
71 Ejekan dari Keyla
72 Reyhan bukan Vanno
73 Karena Payung
74 Mandi!
75 Memakai Pakaian Laura
76 Petir
77 Jelas Laura
78 Tertidur pulas
79 Masuk Kamar Tanpa Izin
80 Minuman
81 Sudah bereaksi
82 Akhirnya Menjadi Miliknya
83 Bukan Mimpi?
84 Mengakhiri Hubungan?
85 Kenapa harus seperti ini!!!
86 Mencurigai
87 Membuang Sesuatu
88 Pernikahan Vanno
89 Alasan Yang Tidak Masuk Akal Itu Lagi
90 Kecelakaan
91 Melihat Yohan
92 Sepi Dalam Ruangan
93 Niat Vanno
94 Kata Dokter
95 Mereka Mau Kemana?
96 Tanpa Ada Keluarga
97 Butik
98 Gaun!
99 Cincin Lamaran
100 Seperti Tak Nyata
101 Pemaksaan
102 Melihat Cincin
103 Tak Ingin Menyembunyikan Apapun Lagi
104 Kepergian Vanno
105 Sayangku?
106 Tinggal Dengan Reyhan
107 Sekamar
108 Tak Bisa lagi Percaya
109 Ada Apa di Lantai 2?
110 Sikap Reyhan yang berubah-ubah
111 Mengusir Pembantunya
112 Surat
113 Alesa, Sepupu Reyhan
114 Ibu?
115 Lolucon?
116 Ruang Kerja
117 Mendengar Semuanya
118 Tunggu Saja
119 Aku Merindukanmu
120 Sangat Menyenangkan
121 Berbicara dengan Yohan
122 Fakta Malam Itu
123 Mengungkap Kebenaran
124 Di Usir
125 Ingin Menceraikan Alesa
126 Apa yang Laura Fikirkan?
127 Kembali Ke Rumah Reyhan
128 Darah!!
129 Kamu Pasti Senang kan?
130 Perceraian
131 Ajakan Vanno
132 Reyhan Datang
133 Penjelasan Maira
134 Ketemu Ayah Vanno
135 Hangatnya Keluarga Vanno
136 Derita Alesa
137 Melahirkan
138 Terprovokasi
139 Akhir Hidupnya
140 Rencana Pernikahan
141 Sangat Gugup
142 Di Tembak
143 Tapi?
144 Kedatangan Maira Dan Revan
145 Cerita Revan
146 Reyhan menanyakan kabar
147 Revan Ternyata....
148 Saudara?
149 Bangun
150 Bahagia -THE END
151 TERIMAKASIH
152 Info Karya Baru "CINTA CEO TAMPAN"
Episodes

Updated 152 Episodes

1
Bukan Lamaran? (Visual)
2
Teriaknya ditengah keramaian
3
Sumpahnya!
4
Iya atau Yes!
5
Suami?
6
Penyebab Laura Menangis
7
Tidak Yakin!
8
Kenangan Masa Kecil
9
Datang menepati Janji
10
Pernikahan Mantan
11
Berusaha Terlihat Kuat
12
Benar-benar Muak
13
Gombalnya
14
Ungkap Reyhan
15
Perlakuannya
16
Menjemput Laura!
17
Orang berbahaya!
18
Ketemu Mantan Lagi
19
Sikapnya yang Lembut
20
Malu!
21
Karena Luka biasa
22
Membicarakanku atau tidak?
23
Tatap Aku Ra!
24
Ke Toko Perhiasan
25
Ada Apa Dengannya?
26
Malah tertawa
27
Ke Pesta Ulangtahun
28
Aku cemburu!
29
Hanya Karena Sebuah Kalung
30
Bodoh!
31
Bertarung Lewat Tatapan
32
Adu Mulut
33
Perjalanan Pulang
34
Senjataku?
35
Menampar Reyhan
36
Keluarga Vanno
37
Ada Manis-manisnya
38
Ungkapan Sang Sahabat
39
Genggaman Tangan
40
Vanno Mengantar Pulang
41
Menunggu Vanno
42
Saling Menggoda
43
Di Depan Toilet
44
Pembuktian?
45
Tiga Pria
46
Ingin Membicarakan Sesuatu
47
Vanno yang Salah Tingkah
48
Harapan
49
Sesuatu yang penting itu
50
Gigitan Sebagai Tanda Kepemilikan!
51
Waktu Untuk Menemui Reyhan
52
Reyhan Murka
53
Akan Kesepian
54
Membujuk
55
Curiga dengan telfonan
56
Ingin kejujuran Laura
57
Seperti Sebuah Ancaman
58
Keputusan Yang Tiba-tiba
59
Keberangkatan Maira
60
Pesan kakak!
61
Di Lihat Vanno
62
Marahi Saja Aku!
63
Pertanyaan Yang Sama
64
Menginap Dirumah Laura
65
Makanan Pemberian Reyhan
66
Ancaman dari Ayah
67
Bagaimana ini?
68
Undangan?
69
Mimpi Buruk
70
Ke Rumah Vanno
71
Ejekan dari Keyla
72
Reyhan bukan Vanno
73
Karena Payung
74
Mandi!
75
Memakai Pakaian Laura
76
Petir
77
Jelas Laura
78
Tertidur pulas
79
Masuk Kamar Tanpa Izin
80
Minuman
81
Sudah bereaksi
82
Akhirnya Menjadi Miliknya
83
Bukan Mimpi?
84
Mengakhiri Hubungan?
85
Kenapa harus seperti ini!!!
86
Mencurigai
87
Membuang Sesuatu
88
Pernikahan Vanno
89
Alasan Yang Tidak Masuk Akal Itu Lagi
90
Kecelakaan
91
Melihat Yohan
92
Sepi Dalam Ruangan
93
Niat Vanno
94
Kata Dokter
95
Mereka Mau Kemana?
96
Tanpa Ada Keluarga
97
Butik
98
Gaun!
99
Cincin Lamaran
100
Seperti Tak Nyata
101
Pemaksaan
102
Melihat Cincin
103
Tak Ingin Menyembunyikan Apapun Lagi
104
Kepergian Vanno
105
Sayangku?
106
Tinggal Dengan Reyhan
107
Sekamar
108
Tak Bisa lagi Percaya
109
Ada Apa di Lantai 2?
110
Sikap Reyhan yang berubah-ubah
111
Mengusir Pembantunya
112
Surat
113
Alesa, Sepupu Reyhan
114
Ibu?
115
Lolucon?
116
Ruang Kerja
117
Mendengar Semuanya
118
Tunggu Saja
119
Aku Merindukanmu
120
Sangat Menyenangkan
121
Berbicara dengan Yohan
122
Fakta Malam Itu
123
Mengungkap Kebenaran
124
Di Usir
125
Ingin Menceraikan Alesa
126
Apa yang Laura Fikirkan?
127
Kembali Ke Rumah Reyhan
128
Darah!!
129
Kamu Pasti Senang kan?
130
Perceraian
131
Ajakan Vanno
132
Reyhan Datang
133
Penjelasan Maira
134
Ketemu Ayah Vanno
135
Hangatnya Keluarga Vanno
136
Derita Alesa
137
Melahirkan
138
Terprovokasi
139
Akhir Hidupnya
140
Rencana Pernikahan
141
Sangat Gugup
142
Di Tembak
143
Tapi?
144
Kedatangan Maira Dan Revan
145
Cerita Revan
146
Reyhan menanyakan kabar
147
Revan Ternyata....
148
Saudara?
149
Bangun
150
Bahagia -THE END
151
TERIMAKASIH
152
Info Karya Baru "CINTA CEO TAMPAN"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!