"Sudahkah anda memilih makanannya?" tanya Ryan pada Alika dengan cepat.
"Umm... saya bingung Pak. Bapak saja yang pilih. Dengan senang hati saya akan menerimanya." senyum Alika manis terpancar. Lagi dan lagi membuat Ryan terpana.
Setelah Ryan memanggil waiters untuk memesan makanan spesial yang dia pilihkan, tiba-tiba saja Alika memanggil Ryan.
"Pak, bolehkah saya meminta untuk dibungkus saja?" menatap lekat wajah Alika, Ryan mengerutkan dahinya.
"Maaf, Saya harus segera pulang." Ryan menganggukkan kepalanya, seraya mengerti apa yang dimaksud Alika.
"Tolong di take away semua." perintah Ryan kepada waiters memberikan kartu untuk pembayaran.
Sedikit rasa kecewa pada dirinya karena gagal untuk berlama bersama Alika dengan mengajak makan bersama. Walaupun perutnya masih terasa kenyang karena selama meeting tadi dirinya sudah menyempatkan makan dan mengemil.
"Saya Ryan, dan anda nona?" memberanikan diri untuk lebih dahulu berkenalan.
"Alika, cukup panggil Alika saja Pak."
"Ah, baik. Anda bekerja dimana?" penasaran Ryan langsung.
"Belum. Saya baru lulus kuliah. Dan rencana akan mencari pekerjaan." senyum terukir kembali diwajahnya. Sebenarnya Alika merasa sangat kurang nyaman duduk bersama orang yang baru saja ia kenal.
"Ah, i see... " belum sempat melanjutkan pembicaraannya, pesanan pun datang dengan cepatnya.
"Maaf Pak, apa tidak salah dengan semua pesanan ini?" Alika merasa kaget dengan pesanan yang datang begitu dengan banyaknya. Terlihat ada 3 bungkus makanan yang ada dihadapannya.
"Kenapa, apa kurang? kalau begitu saya pesankan kembali."
"Tidak, tidak Pak, maksud saya bukan begitu. Ini terlalu banyak."
"Tidak apa-apa. Bawalah pulang. Saya sangat senang bila anda menerimanya."
"Tapi..." sempat menimang sebentar."Baiklah. Saya akan membawa ini. Dan yang lainnya bapak saja yang membawa pulang. Mungkin anak dan istri Bapak akan senang bila anda membawa buah tangan ketika anda pulang." Alika mengambil satu kantung plastik makanan. Dan sisanya dia geser ke arah Ryan tepat dihadapannya. Ryan hanya membisu dengan perlakuan Alika.
"Kalau begitu saya pamit pulang. Terima kasih sekali lagi atas makanannya." Alika beranjak berdiri dari duduknya dan membungkukkan untuk menghormati orang yang sudah berbaik hati kepadanya.
"Tidak masalah. Saya antar pulang?"
"Terima kasih, tidak usah repot-repot. Saya pamit. Selamat sore." Alika pergi meninggalkan Ryan setelah mengucapkan terima kasih.
Ditatapnya punggung Alika oleh manik mata indah Ryan sampai sang empu pemiliknya hilang dari edaran pandangan.
"Sungguh wanita luar biasa." kagumnya pada sosok itu.
ALIKA gumamnya kembali dalam hati dengan perasaan kagum. Kagum? Apa betul itu perasaan kagum saja.
"Maaf Pak, saya hanya mengingatkan. Malam ini sudah ditunggu kepulangan anda oleh Tuan dan Nyonya di rumah. Dan saya pamit untuk kembali ke kantor untuk mengurus berkas persiapan meeting internal karyawan besok."
"Van, bisakah kau berbicara normal saja kepadaku. Aku merasa risih saat kau berkata seperti itu kepadaku." ucap Ryan kepada Revan.
"Tenang saja, aku ingat itu Van." tatapannya masih menuju ke arah dimana sosok Alika menghilang dari pandangan.
Revan yang melihat gelagat Bosnya itu terheran dengan perubahannya.
Dasar.
*****
Kediaman Tuan Raditya dan Nyonya Melisa
Mobil yang ditumpangi oleh Ryan sudah sampai dikediaman rumah orang tuanya. Dia bersiap untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, yang sejatinya sangat menyayangi Ryan sepenuh hati.
Ryan turun dari mobil sambil tangannya menenteng plastik makanan yang dia pesan bersama Alika di cafe tadi. Sialnya, kini dirinya harus terpaksa membawa makanan yang sudah ia pesan untuk Alika yang hanya membawa satu kantung makanan saja. Tahu begini jadinya, mungkin dia akan memberikan makanan itu kepada Revan agar ia bisa bawa ke kantor dan terserah mau dimakan atau berbagi pada karyawan lain.
Mulai masuk kedalam rumah, dirinya sudah disambut hangat oleh ibunya yang sangat terlihat senang melihat kedatangan putranya itu yang benar-benar datang.
"Ryan... Mama kangen sayang" Melisa menghampiri Ryan dan yang sedang kesusahan menenteng kantung plastik makanan. Menautkan kedua pipinya dan tentu saja memeluk putra kesayangannya itu.
"Mama... Aku sudah besar." protes Ryan kepada ibunya.
"Kau ini, apa kau tidak rindu kepada ibumu sendiri." Melisa mencubit pipi Ryan yang begitu masih menggemaskan baginya sama seperti masih kecil dulu.
"Apa ini? Kenapa kau membeli makanan. Apa kau tidak ingat Mama sudah memasak makanan kesukaanmu."
"Tadi tidak sengaja aku membelinya." Ryan menjawab malas.
"Kau ini, mana ada membeli secara tidak sengaja kalau tidak ada niatan dari dirimu. Seperti halnya untuk menikah."
"Ma, aku sudah bilang..." penjelasannya terpotong oleh suara ayahnya yang tiba-tiba ikut dalam perdebatan.
"Mama mu itu benar Ryan."
"Papa..." Ryan menghampiri ayahnya dan menjabat tangannya.
"Sudah berdebat nya, ayo kita makan. Papa sudah merasa lapar." Raditya pergi melangkah ke meja makan lalu di ikuti oleh Melisa dan begitu juga Ryan.
Mereka akhirnya mengakhiri drama ibu dan anak itu. Menuju ruang makan, mereka makan dengan sesekali bercanda gurau untuk melepas kerinduan kedua orang tuannya.
"Yan, kapan kamu menikah?" tiba-tiba saja suara itu terlepas dari mulut ayahnya. Ryan hanya terdiam tidak merespon sama sekali pertanyaan ayahnya. Dirinya sudah merasa bosan pertanyaan tersebut yang sudah ia dengar hampir satu tahun ke belakang ini.
"Ryan, Papa bertanya padamu. Jawablah. Tidak sopan jika mengabaikan orang tua." timpal Melisa yang melihat raut muka diam Ryan.
"Pa, Ma, aku sudah bilang. Nanti jika sudah saatnya, aku pasti menikah. Tapi tidak untuk sekarang!"
"Apalagi yang kau pikirkan. Dalam hal materi Kau sedang dalam karir terbaikmu. Masalah usia kau sudah layak untuk segera menikah. Mau sampai kapan?" ayahnya terus mendesak Ryan dengan perkataan yang sama sebelumnya.
"Apa kau belum punya kekasih untuk dijadikan istrimu? kalaupun belum, kita hanya bisa mengatur untuk hal itu. Banyak teman kolega Papa yang mempunyai anak gadis cantik dan berkarir tentunya." ayahnya meneruskan.
"Apalagi, Mama sudah ingin sekali menggendong cucu. Mengingat keadaan Mama dan Papa masih sehat dan masih bisa melihat anak-anakmu bermain bersama." lanjut ibunya untuk meyakinkan kembali Ryan.
"Bukan itu Pa, Ma. Tidak perlu mencarikan jodoh untukku. Aku yakin jodohku sudah dekat saat ini." sambil tersenyum membayangkan wajah Alika yang sangat cantik.
"Selalu saja begitu. Baiklah, kalau begitu buktikan. Dalam waktu satu bulan kau tidak bisa membawa calon istrimu. Bersiap kau harus mau menikah dengan wanita pilihan kami. Jika tidak, bersiap untuk kehilangan jabatan yang kau miliki sekarang." ancam ayahnya kepada Ryan, Slsemoga dengan ancaman palsu ini, benar-benar bisa meluluhkan hati keras Ryan.
"Ok, aku setuju." Ryan menjabat tangan ayahnya tanda menyepakati persetujuan.
ALIKA sebut dalam hatinya.
Setelah acara makan selesai dan kesepakatan yang harus dia terima, itu dapat membungkam kedua orang tuanya agar tidak selalu memojokkannya untuk segera menikah.
Ryan kembali ke apartemennya. Sebenarnya dia ingin sekali berlama-lama bersama kedua orang tuanya untuk melepas kerinduan. Namun keinginan itu dia tepis jauh-jauh, mengingat tingkah menyebalkan kedua orang tuanya itu, dia mengurungkan niat untuk tidur di kamar nya yang sudah lama dia tinggalkan.
"Hallo. Revan, Aku mempunyai tugas untukmu. Segera kau kerjakan, jika berhasil aku akan memberikan bonus untukmu." senyum terukir di bibir, titahnya kepada sekretaris pribadinya itu.
Menutup sambungan telepon, Ryan fokus melajukan kemudi mobilnya menuju apartemen mewahnya.
.
.
.
.
.
🍁🍁🍁🍁🍁
...Jangan lupa like dan komen ya 😉...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Yunni Kris Budi Yanthi
tidak mudah utk pra Author mnulis dgn imajinasi srta merangkai kata, utk pra Author baru ttp smngt dlm brkarya, jgn bosan utk d kritik dan menerima saran dri para pembaca, good luck and good job
2021-02-03
3