Alin dan Evan berpamitan dengan Vega setelah melihat keadaan Karin. Karin masih terbaring lemah tak berdaya. Vani menjaga Karin sementara Vega mengantar Ervan dan Alin sampai keluar ruangan.
" Vega ini kartu nama saya, kamu bisa kapan saja datang ke rumah, tapi kami minta secepatnya," ujar Alin.
" Baik Nyonya, saya akan segera datang setelah Mama saya di operasi," jawab Vega, seraya mengambil kertas yang di sodorkan oleh Alin.
Vega kembali ke ruangan dimana mamanya di rawat.
" Mama harus cepat pulih," ujar Vega. Hatinya sangat sedih melihat mamanya lemah tak berdaya.
" Kakak habis berkelahi lagi? lihat muka Kakak lebam semua. Terus siapa dua orang tadi?" tanya Vani seraya memegang wajah Vega.
" Hust!! jangan keras-keras nanti mama dengar. Beliau tadi yang menolong ku, dan beliau juga yang menjamin semua biaya pengobatan Mama, sebagai gantinya aku akan bekerja padanya," jawab Vega.
" Kerja apa Kak? apa mereka orang baik? Bagaimana kalau mereka memperbudak kakak?" tanya Vani dengan raut wajah sedih, mencemaskan kakaknya.
" Kakak hanya bertugas menjaga anaknya, mungkin hanya anak kecil, mungkin semacam babysitter gitu, tenanglah, aku bisa menjaga diriku sendiri. Selama kakak bekerja kamu harus menjaga mama, karena aku akan tinggal di rumah majikanku. Kakak janji akan sering berkunjung," jawab Vega menenangkan adiknya.
" Kak, kita akan berpisah, aku akan merindukanmu," ucap Vani air matanya mulai meleleh.
" Berjanjilah kamu akan belajar yang serius, sampai kuliah dan capailah cita-citamu. Jangan pacaran terus," ucap Vega seraya memeluk Vani.
" Trimakasih Kak, kakak juga harus janji tidak akan meninggalkan kami. dan cepatlah cari pacar," ujar Vani seraya melepas pelukannya.
Ucapan terakhir Vani membuatnya mendapat tonjokan lembut dari Vega.
" Emang kamu pikir Kakakmu ini gak laku, banyak yang naksir kakakmu ini, tapi hatiku belum klik saja," ujar Vega dengan gaya sombong. Kedua kakak beradik itupun tersenyum.
" Apa Kakak menunggu Kak Galang?" tanya Vani.
" Sudah ayo tidur sudah malam!" pinta Vega mengalihkan pembicaraan.
Merekapun meringkuk berdesak-desakkan di kasur penunggu pasien yang tersedia di kamar tersebut. Alin sudah memerintahkan perawat untuk memindahkan Karin ke ruang perawatan VVIP, sehingga fasilitas kamar sangat lengkap.
Keesokan harinya Karin sudah dapat di operasi. Vega dan Vani berharap operasi mamanya berjalan lancar. Kakek dan Nenek merekapun segera datang ke rumah sakit mendengar kabar Karin masuk rumah sakit.
Kedatangan Kakek dan Neneknya membuat Vega merasa tenang meninggalkan Karin untuk bekerja, karena ada yang membantu Vani menjaga mamanya selain Yasmin.
Seperti janjinya kepada Ervan dan Alin, Vegapun segera menuju rumah mereka, setelah memastikan operasi mamanya berjalan dengan baik. Kakek dan Neneknya berpesan pada Vega untuk selalu berhati-hati jika bekerja. Begitu juga dengan Vega berpesan untuk segera menghubunginya jika ada keadaan darurat terutama yang menyangkut kondisi mamanya.
Vega segera menaiki motor besar kesayangannya menuju alamat yang tertera pada kartu nama yang diberikan Alin waktu itu. Setelah hampir 25 menit ia sampai di depan rumah yang berpagar tinggi, nampak rumah yang begitu besar bercat putih.
Vega turun menengok dari lubang pagar," Permisi Pak, apa betul ini rumah Bu Alin dan Pak Ervan?" tanya Vega pada seorang Satpam yang berdiri di pos.
" Iya betul, anda ada perlu dengan siapa? Apa anda sudah membuat janji?" Satpam bertanya balik.
" Saya mau bertemu dengan Pak Ervan dan Bu Alin, beliau yang meminta saya datang kemari," jawab Vega.
"Tunggu sebentar!"
Satpam tersebut menelpon seseorang. Lalu tiba-tiba pintu gerbang terbuka sendiri, tentunya Satpam telah memencet remot controlnya. Rumah orang kaya semua serba modern.
" Silahkan masuk, anda bisa memarkirkan motor anda di sini, saya akan mengantar anda," pinta Pak satpam seraya menunjuk kerah samping pos.
Satpam itu menaiki motor dan meminta Vega naik di belakangnya. Vegapun menurutinya, karena dari pintu gerbang menuju rumah induk lumayan jauh bagi orang yang malas berjalan. Meskipun sebenarnya bisa di tempuh dengan jalan kaki.
Vega melihat beberapa penjaga di setiap titik, membuat rasa penasarannya muncul, ia pun bertanya pada Satpam yang memboncengnya.
" Pak mengapa banyak sekali penjaganya? Seperti istana negara saja. Apa Pak Ervan dan Bu Alin seorang pejabat?"
" Nanti juga Nona akan tahu sendiri," jawab Satpam.
Vegapun merasa kesal tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari orang yang ia ajak bicara, iapun bergumam dalam hati,
Dasar pelit, tinggal jawab saja apa susahnya, untung aku lagi butuh, coba tidak akan aku hajar si tua ini.
" Bukannya pelit Nona, kami tidak boleh memberikan informasi apapun pada orang asing," ujar Satpam.
Vega terkejut dan bergumam,
Hah! kenapa orang ini tahu isi hatiku? Apa mungkin dia ini bisa membaca pikiran orang lain?
Akhirnya sampailah mereka di depan pintu. Alin dan Ervan muncul dari balik pintu.
" Vega kamu sudah datang," ucap Alin.
Vega menjabat tangan Ervan dan Alin.
" Hubungi Sakti?" pinta Ervan pada Satpam yang mengantar Vega.
" Siap Tuan!" jawab Satpam.
Tak lama Sakti datang menghadap Ervan dan Alin.
" Siap Pak, apa yang bisa saya bantu?" tanya Sakti.
" Sakti, ini Vega perintahkan pelayan menyiapkan kamar di samping kamar tuan muda. Mulai sekarang Vega akan menjadi pengawal pribadi tuan muda,"
" Siap Pak!" jawab Sakti.
" Vega, Sakti ini adalah kepala pengawal yang ada di rumah ini. Dia akan menjelaskan tugas-tugasmu. Dia juga yang akan mengajarimu bela diri dan menggunakan senjata api, serta hal lainnya yang di butuhkan sebagai seorang bodyguard," ujar Evan.
" Baik Tuan," jawab Vega. Vega semakin penasaran, kenapa hanya menjaga anak kecil saja butuh latihan bela diri dan senjata api. Sebenarnya keluarga apa yang ia datangi sampai seketat itu pengawalan seorang anak.
" Dimana tuan muda sekarang?" tanya Alin kepada Sakti.
" Tuan muda sedang berenang tuan," jawab Sakti.
" Vega mari ikut kami!" pinta Ervan.
Vega dan Sakti mengekor di belakang Tuan dan Nyonya mereka hingga sampai di samping rumah. Disana terdapat taman dan kolam renang yang luas.
Seseorang sedang berenang dengan cepat lalu menepi dan naik ke atas.
" Hah!" Vega terkejut seketika membalikkan badan. Seorang pria bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana renang pendek, sehingga semua lekuk tubuhnya terlihat semua.
" Ada apa Ma? Siapa gadis itu, mengapa dia berbalik badan?" tanya Devan.
" Dasar anak nakal, gadis mana yang tidak malu melihatmu telanjang seperti itu," ucap Alin.
Ferdi segera memakaikan handuk kimono pada Devan.
" Ve, berbaliklah, dia sudah pakai handuk," pinta Alin.
Vegapun berbalik dan,
" Kamu?!" ucap Devan dan Vega serentak. Mata mereka beradu membulat sempurna nampak tanda-tanda permusuhan diantara mereka.
" No no nona Gengster?" ucap Ferdi terbata-bata.
" Jadi kalian sudah saling kenal, baguslah kalau begitu," ujar Alin.
" Maksud Mama apa?"
" Mulai hari ini Vega akan menjadi pengawal pribadimu?" jawab Alin.
" Apa mama tidak salah menjadikan gadis brandal yang berulang kali menghajar anakmu ini, menjadikannya pengawal pribadiku? aku tidak mau, dia tidak membuatku dalam keadaan aman mungkin saja dia yang akan membunuhku Ma. Jangan-jangan para mafia itu sengaja mengirimnya untuk membunuhku," ujar Devan kesal.
" Cukup Dev, Vega akan menjagamu mulai sekarang. Ini perintah tidak ada tawar menawar,"
Vega merutuki nasibnya karena ia harus berurusan lagi dengan Devan. Iapun berpikir bagaimana jika Devan benar-benar menolaknya. Iapun mulai takut jika Ervan dan Alin meminta kembali biaya rumah sakit. Ia mengira akan bertugas memjaga anak kecil ternyata menjaga Devan, orang yang cukup mengesalkan baginya. Artis sok kecakepan, gila popularitas dan absurd menurutnya.
" Sakti, bawa Vega berkeliling," perintah Ervan.
Vegapun mengekor di belakang Sakti. Sakti mulai menjelaskan tugas-tugas Vega dan tempat-tempat di rumah tersebut termasuk kamar yang akan di tempati Vega dan juga menunjukkan kamar Devan. Sakti memberikan Vega senjata api dan mengajaknya kelapangan tembak.
Vega mendengarkan arahan Sakti bagaimana menggunakan senjata api, meskipun sebenarnya dia sudah mahir. Sakti memberikan contoh membidik pada papan tembak.
Dorr!!
Tembakan sakti tepat di titik tengah lingkaran.
" Ve, sekarang cobalah!"
" Baik Pak!"
" Panggil saja Kak, atau abang, rasanya terlalu tua jika kamu memanggilku Bapak,"
Vega tersenyum ternyata pria berwajah tegas di sampingnya itu cukup ramah juga.
" Baik Bang Sakti," ujar Vega meralat panggilannya.
Vegapun segera mengarahkan pistol ke depan.
Dorr!
Sakti terkejut, ternyata gadis di sampingnya sudah mahir menggunakan senjata. Bidikan Vegapun tepat di titik tengah lingkaran.
Tepuk tangan terdengar dari tangan Sakti, " Waow kamu hebat sekali, siapa yang mengajarimu?"
" Seseorang Bang," jawab Vega.
Sementara itu Devan masih beradu argumen dengan Ervan dan Alin, setelah mendengarkan cerita tentang pertemuan Kakeknya dan Vega.
" Dengarkan Devan, ini semua perintah Kakek Haidar, kalau kamu tidak mau menurut kali ini, Kakek akan menghapus namamu dari daftar ahli warisnya dan akan menghancurkan kariermu di dunia keartisan,"
" Apa? bisa-bisanya Kakek mengancam seperti itu, demi warisan kalian memperlakukanku seperti tahanan, aku bisa hidup tanpa warisan dari Kakek. Bukankah kalian yang sebenarnya membutuhkannya?" ujar Devan.
Mendengar kata-kata pedas dari mulut Devan, Ervanpun mengangkat tangan hendak menampar putranya itu, namun Alin segera mencegahnya.
" Devan, dengarkan Mama, semua yang kami lakukan demi masa depanmu. Kali ini mama mohon dengarkan Mama," ujar Alin seraya memeluk Devan.
" Baiklah, aku akan menuruti permintaan Kakek, akan kita lihat sampai kapan gadis itu bertahan di sini."
" Dengar Devan jangan sebut nama Kakek di hadapan gadis itu," pinta Alin.
Senyun licik tersungging dari bibir Devan. Berbagai rencana telah tergambar di pikirannya. Rasa-rasanya ia akan membalas dendam atas semua perbuatan Vega padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
~>LuPa NaMa<~
galang kan pengawal adekx devan... klo ktemu gmn y... 🙈
2021-09-19
0
Mira Wahyuni
katanya benci....ujung2nya jd cinta jg nanti😁
gak sabar liat Devan jd bucin 😊
2021-06-06
4