Vani berjalan menjauh dari Vega, namun masih dalam jangkauan pandangan matanya. Vani masih menawarkan bunga, " Bunga! Bunga! ungkapkan cinta dengan bunga!"
Tiba-tiba dari arah berlawanan seorang pemuda berlari dengan kencang, sesekali menoleh kearah belakang, seperti sedang di kejar-kejar seseorang.
" Minggir! Minggir!" pria itu berteriak membelah kerumunan.
Brught!!
Ia menyenggol Vani, membuat Vani terjatuh.
" Vani!!" Vega berteriak karena terkejut melihat adiknya terjatuh. Laki-laki itu alih-alih menolong, malah ia berlari lebih kencang kearah Vega.
Brught!!
Vega menjegal kaki pemuda itu hingga ia tersungkur. Pemuda itu hanya mengaduh kesakitan.
" Auww!!"
Vega menarik kerah kemeja yang di kenakakan pemuda itu, sehingga pemuda itu pun berdiri.
" Kamu copet ya?" hardik Vega.
" Apa kamu bilang?" pemuda itu melotot.
" Lihat! adik saya anda tabrak, tidak menolong, tidak minta maaf, malah lari, pasti kamu copet? ngaku!" ucap Vega seraya menunjuk ke arah Vani. Lalu memegang baju pemuda di hadapannya, kepalan tangannya sudah siap mendarat di muka pemuda itu.
" Bught!" Vega melayangkan kepalan tangan keperut pemuda itu, sehingga mengundang kerumunan.
" Kakak tunggu, sabar kak, ingat pesan mama," Vani berlari kearah Vega yang sudah siap menghujani pemuda itu dengan pukulan dan tendangan.
" Kamu gila ya!" pekik pemuda itu, seraya memegangi perutnya yang sakit.
Pemuda itu menoleh kearah kerumunan lalu menatap wajah Vega, dan melepas masker.
" Kamu gak kenal aku?"
" Siapa kamu?"
" Aku artis, penyanyi, apa dirumahmu tidak ada TV?" ia melirihkan suaranya.
"Heh copet ngaku-ngaku artis," balas Vega.
" Heh, dasar bocah ingusan, gak ada sopan-sopannya," pemuda itu mengeratkan gigi-giginya mendengus kesal.
" Biar artis, pejabat, kalau sudah salah ya harus minta maaf! lihat adikku teluka karena kamu,"
Akhirnya beberapa orang berseragam hitam-hitam datang menghampiri pemuda itu.
" Ada apa bos?" tanya salah satu pengawal.
" Bos kenapa pakai acara kabur-kaburan sih?" ucap seseorang yang tidak berseragam, berbeda dengan pria-pria yang lain.
" Gadis ini mengira aku pencopet"
" Hah copet," bisiknya lirih, pria itupun menahan tawa, mendengar bos dan gadis di hadapannya terjadi kesalah fahaman.
" Coba buka maskernya,"
" Sudah, dia gak kenal aku,"
" Hey kenapa bisik-bisik, ayo aku akan membawa anda ke kantor polisi,"
" Sudah Kak, aku tidak apa-apa," bujuk Vani"
" Sudah-sudah, aku akan minta maaf, adik kecil maafkan kakak ya!"
" Kak Devano Zidan!" mata Vani terbelalak ketika pemuda itu membuka masker di hadapannya sambil berjongkok. Mendapati artis idolanya ada di hadapannya, ia tak bisa berkedip dan sampai lupa bernafas.
" Kamu kenal Vani?" tanya Vega. Tapi tak ada jawaban. " Bukan copet?" wajah Vega berubah gelisah, merasa ia salah sangka.
Pemuda itu berdiri tepat di hadapan Vega, namun Vega memasang muka jutek dan memalingkan muka.
" Aku bukan copet," ujar Devan seraya memegang dagu Vega.
Sst!
Vega reflek menangkis dan mengunci lengan Devan di belakang punggungnya sendiri.
Sang asisten terkejut refleks yang di tunjukkan Vega kepada bosnya, sampai ia menganga, membuka mulutnya cukup lama, ia pun segera memohon kepada Vega,
" Maaf Nona, tolong lepaskan Bos kami," ucap sang asisten Devan.
Vega akhirnya melepaskan kuncian tangannya. Mata Devan dan Vega beradu penuh kebencian.
" Kak Devano Zidan!" ucap Vani
Devanpun bergegas pergi dengan susah payah melewati kerumunan, karena banyak yang meminta bersalaman. Para pengawal membelah kerumunan agar bosnya bisa berjalan.
Vani masih terbengong-bengong, lain halnya dengan Vega ia hanya cuek saja.
" Sudah ayo pulang!"
" Waoww Kak Devan meminta maaf padaku, rasanya seperti mimpi,"
" Artis gitu aja di idolakan, cepat kita harus mengantar baju jahitan,"
" Kakak keterlaluan, bisa-bisanya menghajar Kak Devan,"
" Kalau salah ya salah," ucap Vega seraya mengingat ke jadian yang menimpa adiknya tadi.
Vega dan Vani sudah menyelesaikan tugas mereka memberikan uang setoran bunga kepada Yasmin dan mengantarkan baju sesuai nama dan alamat yang tertera di setiap paperbag.
" Kak, mampir ke toko ya, aku mau beli es krim," pinta Vani.
" Baiklah," jawab Vega. Ia berhenti di depan salah satu toko.
" Kakak mau rasa apa?"
" Nggak kamu saja, buruan aku ada jadwal latihan," jawab Vega. Ia menunggu di luar seraya mengedarkan matanya. Suasana cukup sepi di pinggiran ibu kota.
Tiba-tiba ia melihat ibu-ibu berteriak, " Copet!!"
Seorang pemuda seumuran dengan Vega berlari melintasinya.
Brught!!
Vega menjegal kaki pemuda tersebut. Pemuda yang tersungkur kembali bangkit melayangkan pukulan, dengan sigap Vega menangkis. Akhirnya terjadi perkelahian diantara pemuda itu dan Vega. Keduanya sama-sama terkena pukulan. Namun Vega berhasil melumpuhkan pemuda itu dengan menduduki punggung pemuda itu dan mengunci tangannya.
" Kamu pilih aku antar ke kantor polisi, atau di massa?"
" Ampun!"
" Baiklah aku akan membiarkanmu kabur tapi kamu harus jadi anak buahku, temui besok aku disini, kalau tidak anak buahku pasti akan menemukanmu, jangan harap tulang-tulangmu bisa menyatu," ucap Vega lirih dengan nada mengancam.
Vega pun memberikan tas milik seorang ibu yang berlari menuju kearah mereka. Pemuda bergegas kabur setelah Vega melepaskan tangannya.
" Trimakasih Nak," ucap seorang ibu.
"Sama-sama bu,"
Ibu tersebut mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dan menyodorkan kepada Vega.
" Tidak bu, Ayah kami mengajarkan kalau menolong harus ikhlas."
" Beruntung sekali kedua orang tuamu Nak, memiliki putri seperti kalian, semoga Alloh membalas budi baik kalian,"
Vanipun menatap Kakaknya seraya mengelus dada, hatinya bergumam,
Kak Vega ternyata belum berubah, masih ganas.
" Jangan cerita kepada mama kejadian tadi,"
" Iya Kak,"
" Bagus, anak pintar," ucap Vega seraya mengusap rambut Vani dengan kasar. Vanipun buru-buru merapikan kembali rambutnya.
Vega dan Vani melanjutkan perjalanan, mereka mengambil jalan pintas melewati tepi sungai. Tiba-tiba Vega merasa ada beberapa orang yang mengikuti mereka.
" Vani, sepertinya hari ini kita di takdirkan menguras tenaga, kamu siap berlatih bertarung betulan?"
" Memang kenapa kak?"
" Ada yang mengikuti kita,"
Jalanan tepi sungai sudah tidak ada lagi rumah. Dua sepeda motor berhenti tepat di hadapan Vega. Empat orang laki-laki bertubuh kekar menatap remeh kearah Vega. Satu orang mengamati dari kejauhan. Meskipun memakai helm teropong, dan hanya terlihat matanya saja, Vega sudah mengenali siapa yang mengirim preman-preman itu kehadapannya. Siapa lagi kalau bukan eric. Ternyata Eric masih dendam kepadanya.
Salah satu preman tertawa lalu berkata, " Si Bos parah, masak mengirim kita untuk menangani bocah ingusan ini, cewek lagi. He kamu tangkap dia !"
Salah satu preman turun menghampiri Vega, menatap Vega dengan malas dan meremehkan lawan di depannya.
" He anak kecil sebenarnya aku tidak tega menghajarmu, gak level menghajar cewek! Ayo ikut aku menemui Bos ku, minta maaflah sama dia," ucap preman tersebut seraya menarik tangan Vega dengan paksa.
Vega diam tak bergeming, membuat preman itu menatapnya.
Bught!
Lima jari bersatu mendarat di hidung preman tersebut. Preman tersebut kesakitan dan melotot. Akhirnya mereka bertarung, Vani membantu kakaknya.
Melihat temannya di kroyok dua anak kecil, dua orang lagi mendekat mencoba menangkap Vani dan Vega.
" Kemajuan pesat Vani," ucap Vega melirik adiknya yang sedang mengambil ancang-ancang kuda-kuda dan mengatur nafas. Dua orang menuju kearah mereka.
" Serang!"
Vega dan Vani berusaha keras melawan dan melindungi diri. Beberapa kali Vani terkena pukulan, membuat jiwa menyerang Vega kembali muncul. Vani berhenti dan mundur dari perkelahian, ia duduk merasakan kesakitan di beberapa tubuhnya yang terkena pukulan. Vega membabi buta menyerang beberapa preman yang menyerang Vani.
Seolah sesuatu merasuki jiwa Vega. Ia menyerang tanpa ampun.
Dorr! seorang preman menembakkan senjata ke udara.
Vega berhenti dan menyadari adiknya sudah menangis histeris menutup telingannya.
Dorr! tembakan kedua dari arah belakang Vega mengenai tangan preman yang memegang senjata. Seketika senjatanya terjatuh.
Vega berlari kearah Vani, memeluk Vani yang menangis histeris. Ia melihat seorang laki-laki datang membantu dan bertarung dengan para preman.
Bak seorang pahlawan, laki-laki itu menyelamatkan Vega tepat pada waktunya. Ia menghajar preman itu hingga lari tunggang langgang, mereka kabur mengendarai sepeda motornya.
Laki-laki itu menghampiri Vega dan adiknya. " Kalian tidak apa-apa?"
" Tidak, trimakasih,"
" Sebaiknya kalian mampir ke rumahku dulu, obati dulu luka-luka kalian, rumahku dekat, di ujung jalan ini,"
Melihat tidak ada hal yang mencurigakan dari pria di hadapannya itu, Vegapun mengikutinya berjalan menuntun sepeda menuju rumahnya. Apalagi melihat Vani masih gemetaran, ia butuh waktu untuk menenangkannya.
Sampailah mereka di rumah sederhana, dimana terasnya menghadap ke sungai, rumah yang terpencil jauh dari rumah lainnya.
Vega dan Vani duduk di kursi yang berada di teras.
" Maaf rumahku kotor, karena jarang sekali aku tempati," ucap Pria itu, di tanggannya memegang tas kantong belanjaan lalu mengeluarkan isinya dan meletakkan beberapa minuman kaleng dan air mineral di atas meja.
" Minumlah!"
Vega mengambil satu botol air mineral dan menyodorkan kepada Vani. Lalu ia mengambil satu lagi untuk dirinya. Setelah meneguk air, Vega berkata," Trimakasih sudah menolong kami, Om."
" Apa aku sudah pantas di panggil Om?"
" Maaf Kakak," ucap Vega meralat panggilannya kepada laki-laki di depannya itu.
Galang memang lebih tua dari Vega, kira-kira selisih 10 Tahun. Wajah galang yang tampan, tubuh ideal, garis wajah yang tegas, tatapan matanya yang tajam, semakin membuatnya terlihat berwibawa.
Laki-laki itu tersenyum, membuat Vega tersenyum malu ketika mata pria itu menatapnya.
" Kalau boleh tahu, nama kakak siapa?"
" Panggil saja Galang,"
" Aku Vega dan ini adikku Vani," ucap Vega meskipun sebenarnya Galang tidak bertanya.
" Kalian jago berkelahi juga ya,"
" Sejak kecil kami berlatih bela diri di sebuah padepokan pencak silat,"
" Kak Galang punya senjata, apa Kakak seorang polisi?"
" Bukan,"
" Lalu?" Fikiran Vega sudah pesimis, mungkinkah Galang seorang kriminal juga.
Melihat tatapan mata yang berbeda dari gadis di hadapannya, ia pun berkata," Kamu pikir aku penjahat?"
Vega tersenyum, mendapati orang di hadapannya bisa membaca pikirannya.
" SATPAM?"
" Ya sejenis itu lah," balas Galang.
" Apa Kakak mau mengajariku menggunakan pistol?"
" Untuk apa?" tanya Galang heran.
" Tau sendiri kan musuhku banyak,"
" Kenapa kamu punya banyak musuh?"
" Lain kali aku ceritakan, tapi janji dulu kamu mau mengajariku,"
" Baiklah, datanglah kesini kapan saja, sepertinya aku akan lebih lama tinggal di sini," jawab Galang.
Galang memberikan antiseptik dan plester kepada Vega. Vegapun mengobati Vani, ada beberapa bagian yang lecet ketika Vani terjatuh. Lengan dan lututnya telah tertutup plester.
" Ingat Vani, jangan ceritakan kejadian hari ini kepada Mama, atau kamu tidak akan Kakak ajak melihat konser idolamu itu," ucap Vega dengan tegas, Vani hanya mengangguk.
Setelah cukup lama beristirahat, Vega dan Vani pun berpamitan pulang. Galang membuntuti mereka hingga gang rumahnya. Memastikan preman-preman itu tidak menghadang Vega dan adiknya lagi. Vega melambaikan tangan ketika sampai di depan gang rumahnya. Galangpun memutar arah sepeda motornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
~>LuPa NaMa<~
vega yg berkelahi... aq yg tegang... smp tahan nafas...🤭🙈
2021-09-18
3
park omonim
keren thor
2021-08-11
2
💟💟rianti lope 💟💟💟
serru banget lanjut
2021-07-07
2