Suara teriakan, tendangan dan pukulan menjadi irama penuh semangat membelah senja di padepokan pencak silat "Tangan Sakti." Raditya Dipta tengah berdiskusi dengan pimpinan padepokan, ia menanyakan perkembangan kedua putrinya Vega dan Vania.
" Pak trimakasih sudah melatih kedua putri saya, saya titip anak-anak saya," ucap Raditya.
" Sama-sama Radit, mereka sudah saya anggap anak sendiri," jawab Pak Satya.
Vega melepas bodyprotektor yang menjadi pelindung tubuhnya ketika berlatih bertarung, lalu segera menggandeng Vania berlari menuju Radit. Vega dan Vania yang penuh kecerian mencium punggung tangan Radit yang masih berseragam polisi. Kemudian bersalaman dengan Satya untuk berpamitan.
Sepulang dari padepokan mereka berhenti di sebuah toko. Apalagi kalau bukan es krim yang menjadi incaran mereka. Papanya sering mengajak mereka mampir ke toko untuk membeli es krim sepulang latihan.
Mereka menjilati es krim yang berbentuk cone sepanjang jalan. Wajah lelah saat berlatih terbayar sudah dengan dingin dan manisnya es krim di mulut kedua bocah itu.
Belum sampai di rumah, ketika melewati jalanan sepi mereka di hadang mobil yang berisi sekawanan mafia. Raditya terpaksa turun dan meminta anaknya berlindung di balik sepeda motornya. Sebelum meladeni para mafia, Radit menyerahkan ponsel kepada Vega. Vegapun langsung faham maksud Papanya.
Sementara Radit baku hantam dengan para penjahat, Vega menghubungi Raka meminta bantuan.
Vega melihat ayahnya di keroyok, iapun segera menolong, sebelumnya meminta adiknya tetap bersembunyi, " Vani, kamu tetap disini, aku mau membantu Papa,"
" Aku takut kak," ujar Vani yang pipinya sudah basah dengan air mata.
Vegapun tersenyum dan berkata, " Anak Papa Raditya tidak boleh takut,"
" Iya Kak," jawab Vani yang masih menangis.
Bught!
Bught!
Vega dengan gesit dan tangkas menghajar salah satu orang yang mengkroyok Papanya.
" Vega, kembali ke tempatmu biar Papa yang bereskan orang-orang ini!" teriak Raditya ketika menyadari putrinya ikut bertarung dan terkena tendangan di perutnya.
" Tidak Pa, aku akan membantu Papa," teriak Vega tak menghiraukan larangan Papanya.
Wiuw wiuw wiw!
Suara sirene memecah suasana, suara tembakan dari polisi mengarah kearah para penjahat. Mereka lari tunggang langgang menaiki mobilnya, Polisi pun mengejar mereka menggunakan mobil patroli dan beberapa menggunakan sepeda motor.
Raka, turun dari sepeda motornya menemui Radit dan Vega. "Kalian tidak apa-apa?"
"Tidak " jawab Radit.
" Ve, bagaimana dengan kamu?" tanya Radit dan Raka berbarengan.
Vegapun nyengir kuda lalu berkata, " Sedikit sakit, Pa, Om, tapi Vega kuat kok!" jawab Vega seraya mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya keatas.
Radit memeluk putrinya dengan penuh kebanggaan, " Aku bangga padamu sayang, gunakan kekuatanmu ini untuk menolong orang lain"
Tos!
Mereka melakukan tos lalu menghampiri Vani yang ketakutan berlindung di balik sepeda motor.
Vanipun berlari menghambur Papanya dan memeluknya.
Dorrr!
Hal tak terduga, sesosok laki-laki Menggunakan helm teropong mengendarai sepeda motor berhenti dan melepaskan senjata. Dari arah belakang punggung Raditya.
Darah mengucur deras dari balik punggung Raditya, bersama pekikan memilukan dari kedua putrinya,
" Papaaa!!"
Vega menatap tajam mata elang yang menembak Papanya. Raka segera melepaskan peluru kearah pemuda tersebut. Satu tembakan mengenai kakinya. Namun pemuda itu berhasil kabur. Raka segera menghubungi mobil ambulance.
Raditya menggenggam kedua tangan putrinya. Kepalanya bersandar di paha Raka. Airmata menetes dari ke empat orang tersebut.
Raditya menahan sakit, berpesan pada kedua putrinya, " Putriku sayang jaga mama, jadilah kalian anak yang berguna. Vega aku titipkan mama dan Vani padamu, jadilah kakak yang baik,"
" Papaa!" isak tangis dari kedua putri Raditya memecah keheningan senja.
" Raka, aku titip anak-anakku, jaga mereka,"
Ahggg!
Raditya tak sadarkan diri. Mobil ambulance membawa Raditya ke rumah sakit.
Suara tangisan histeris memecah keheningan malam. Karina istri Raditya menangis histeris di ikuti kedua putrinya, mendengar suaminya tidak tertolong.
" Kakak yang sabar! Kakak harus kuat, demi Vega dan Vani," ucap Yasmin menenangkan kakak iparnya itu, sementara dirinya juga ikut menangis, mendapati kakaknya sudah tak bernyawa.
Raka memeluk Vani dan Vega yang menangis histeris. Vega mengusap air matanya, tatapannya tajam mengingat sorot mata elang sang penembak yang menatapnya setelah menembak Papanya. Sorot kebencian penuh dendam terpancar dari mata Vega. Seketika keceriannya terenggut pada hari naas itu.
Pemakaman Raditya Dipta di gelar esok hari di hadiri para petinggi POLRI, Keluarga dan tetangga. Ia meninggal saat usianya masih 30 tahun, masih sangat muda. Isak tangis istri, anak, para kerbat dan tetangganya mengiringi kepergiannya.
Kedua orang tua Karin berusaha tegar agar anaknya juga ikut tegar. Mereka dari Jawa segera meluncur ke Jakarta, setelah mereka mendengar kematian menantunya itu.
Sementara kedua orang tua Raditya sudah lama meninggal dunia, hanya Yasmin satu-satunya saudari yang ia miliki.
Semua orang menangis hanya satu orang yang tidak menangis yaitu Vega. Ia diam membisu, terlalu berat kepedihannya hingga ia tak bisa meluapkan semuanya. Tatapannya tajam penuh dendam. Tak mudah baginya menerima kenyataan kepergian Papanya.
***
Satu minggu sudah kepergian Raditya. Hasil penyidikan ternyata sekawanan mafia itu membalas dendam karena bosnya tertangkap, dan dalangnya yaitu adik dari mafia yang menjadi buron.
Karin menyadari perubahan drastis dari kedua putrinya. Vega berubah menjadi anak yang keras, jarang tersenyum dan sedikit bicara. Sedangkan Vani menjadi pobhia pada suara keras, bahkan suara petasan ia akan sangat histeris dan ketakutan. Karin akhirnya harus menahan kesedihan dan bangkit dari keterpurukannya mencoba mencurahkan seluruh kasih sayangnya agar kedua putrinya dapat hidup layaknya anak-anak lainnya. Ia berharap dapat mengobati trauma pada ke dua putrinya.
Kedua orang tua Karina merelakan putrinya tetap tinggal di Jakarta, karena Vega bersikeras tidak mau ikut pindah ke Jawa. Suara keras penolakan yang tak terduga mereka dengar dari mulut bocah itu, " Tidak mau!! Kalau Mama ingin ke Jawa, silahkan ikut Nenek. Vega akan tetap tinggal disini, aku akan membalaskan dendam kematian Papa. Sampai ke ujung dunia penjahat itu akan aku cari," ujar Vega dengan teriak mendengar rencana kepindahan mamanya ke Jawa.
" Vega, yang sopan! dendam tidak akan mengembalikan Papamu," ucap Karin ikut berteriak.
" Sabar Nak, Vega masih kecil, dia masih tidak terima atas kematian Papanya," ucap nenek, sambil mengusap punggung Karin.
Karin segera menghambur memeluk Vega, baru kali ini ia membentak anak itu. Ia pun meminta maaf, " Maafkan Mama Nak,"
" Maafkan Vega Ma, tapi vega tidak mau pindah, Papa sudah berpesan agar aku menjaga Mama dan Vani. Kita akan tetap di sini kan?"
" Baiklah sayang kita akan tetap disini,"
" Vega mau ke makam Papa sebentar dengan Vani,"
" Hati-hati sayang," jawab Karin.
Sore hari Vega mengayuh sepeda membonceng Vani. Sampailah mereka di pemakaman. Setelah berdoa Vega mengeluarkan pistol milik Papanya.
" Papa dengan pistol ini aku akan meledakkan kepala orang yang menembak Papa,"
" Kakak, kenapa kamu bawa senjata itu, bukankah Pak Polisi mencarinya," ujar Vani yang sangat ketakutan dengan hanya melihat senjatanya saja, ia masih sangat trauma.
" Vani, jangan bilang siapa-siapa kalau kakak menyembunyikan pistol ini, walaupun kepada Mama,"
" Iya Kak, rahasia?" ujar Vani yang masih polos di usianya yang masih 7 tahun itu.
" Rahasia," ujar Vega memberi penguatan. Vega menjadi lebih dewasa sebelum umurnya.
Sejak kejadian itu Vega semakin giat berlatih bela diri. Satu hal yang membuat pelatihnya kuwalahan, ketika berlatih bertarung, Vega sangat agresif menyerang membabi buta tanpa ampun seolah betul-betul menyerang musuhnya. Pelatihpun kerap memaksanya berhenti dengan memegangi tubuhnya.
Satya memahami prilaku Vega yang berubah, hal itu tidak lepas dari trauma dan dendamnya pada pembunuh Papanya. Sejak saat itu ketika Vega bertarunng selalu di berikan lawan yang lebih dewasa darinya. Bila di hadapkan dengan seumurannya, lawannya akan di lahap habis olehnya. Vegapun tumbuh menjadi pesilat tangguh tak terkalahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Dessy Lisberita
seneng kalau baca novel kalau ad ilmu bela.diri ap lagi cewek yg jago nya mantul.deh thooor
2022-11-03
0
Tamar Setiawan
bgus thor
2022-01-25
1
Indria Agustini
ceritanyq bagus tp knp yg like sedikit
smoga kedepannya akan semakin banyak yg like y thor
semangat 👍👍👍💪💪💪💪
2021-10-03
0