"Gara-gara kau, Luz! Aku jadi tidak tahu wajah Puteri Sierra!"
Luz berdecak ketika Hareen tak henti menyalahkannya, "Ck! Tidak ada gunanya juga. Kau bahkan tidak terlalu peduli kan?!"
"Tapi aku juga ingin lihat wajah cantiknya... oh astaga, pasti cantik sekali," Hareen meremas pipinya, membayangkan wajah sang bangsawan Kastillia itu.
Dan lagi-lagi Luz berdecak, "Pandangi saja wajahku, aku jamin Sierra tidak lebih cantik dariku!"
"Jangan membual, kau seperti buntelan sampah, asal kau tau!"
Luz berteriak kencang dan bangkit memukuli Hareen, karena tidak terima, Hareen pun berlari, membuat Luz mengejar. Pada akhirnya rumah tampak seperti kapal pecah, gara-gara kelakuan keduanya.
Sedangkan Hefaisen, anak lelaki itu duduk diam memandang pertikaian kedua kakaknya dengan tangan memegang churos. Sudah seperti sedang menonton pertunjukan sirkus.
"Heeeei! Ya ampun, rumahku...!" Einne yang baru pulang dari rumah tetangga disambut keadaan rumahnya yang tidak karuan. Kedua pelakunya tidak menghiraukan, malah saling memukul.
"Akh! Hidungku!" Luz tiba-tiba menjerit keras, hidungnya mengeluarkan darah karena Hareen sengaja mengacungkan gagang sapu di depan wajah gadis itu. Tapi sebenarnya ia tak menyengaja kejadian ini, ia hanya ingin melindungi diri dari pukulan Luz.
Einne pasrah melihatnya, "Luz, Hareen, rapikan ini semua. Baru ibu mau mengobati Luz."
Keduanya saling melirik sinis.
...---...
Minggu pagi ini, Harren, Xiangjun, dan Elmir sudah siap dengan kuda masing-masing. Mereka tengah membereskan bekal yang akan dibawa ke Galicia.
"Bawa makanan yang banyak, perjalanannya kan cukup jauh," kata si keturunan Tiongkok, saat melihat perbekalan Hareen begitu sedikit.
"Ibuku sudah pergi ke pasar, tidak sempat menyiapkan makanan. Tapi aku bawa banyak buah," balas Hareen seraya menunjukkan sekarung buah beraneka ragam.
Xiangjun dan Elmir mengacungkan jempol. Persedian yang terlalu berlebihan.
"Kenapa ya Galicia sama sekali tidak menyediakan jasa antar produk mereka. Padahal sangat laris karena murah harganya," celetuk Elmir.
"Pimpinan mereka itu sangat tertutup. Bahkan katanya sama sekali tidak pernah keluar dari istananya kecuali jika ada hal penting."
"Ya apa masalahnya dengan pemimpin mereka? Aragon yang unggul dalam bahan pangan saja masih menyediakan jasa antar. Galicia hanya mau enaknya saja."
"Pemimpin mereka melarang rakyatnya keluar kawasan, mungkin terlalu posesif, khawatir kalau ada rakyatnya yang berkhianat. Makanya akses keluar-masuk ke sana saja sangat minim."
"Hei teman-teman, sudah... jangan bergosip terus, nanti kalian tidak berangkat-berangkat," ucap Arabel yang baru datang.
"Eh, Arabel? Mengapa kau di sini?" Tanya Hareen menyadari teman perempuannya datang tiba-tiba.
"Tidak, aku hanya mau mengucapkan hati-hati pada kalian," Arabel tersenyum manis, "Segeralah berangkat, sebelum matahari semakin terik."
Ketiganya pun langsung sigap merapikan barang bawaan "Baiklah, kami berangkat ya... Tolong sampaikan juga pada ibuku, Hareen sudah berangkat," pamit Hareen pada Arabel.
"Iya, sekali lagi hati-hati di jalan, jangan lupakan pedang kalian."
"Ya!" Sahut ketiganya yang sudah mulai menjauh.
Di dalam sana Luz membuka pintu lebar-lebar setelah meyakinkan tak ada orang selain Arabel di luar "Arabel! Bantu aku masak!"
"Tidak mau!"
"Atau aku akan membocorkan rahasiamu pada bibi Einne, kalau kau menyukai Hareen."
Arabel mendengus, lalu masuk ke rumah mengikuti Luz yang berjalan terlebih dulu.
Tanpa mereka tau, seseorang sempat melihat Luz, "Di-dia mirip lukisan Puteri Sierra!"
...---...
Hari demi hari sudah berlalu, tapi pencarian Sierra tidak membuahkan hasil. Membuat Pangeran termuda, Juan Azarcon dilanda kesedihan yang tiada henti.
Puteri Sierra itu sudah seperti separuh jiwanya, ini memang terdengar menggelikan tapi Juan benar-benar ketergantungan pada gadis cantik itu, Hilangnya Sierra dalam hidup Juan layaknya hilangnya matahari dari pusat revolusi bumi. Semuanya mati.
Bahkan kini dirinya harus menginap di kerajaan Catalonia, karena seharian penuh berkeliling ke penjuru negeri tersebut.
Tok tok. Suara ketukan pintu membuat Juan beranjak bangun dari ranjang untuk membukakan pintu, tampak sosok Pangeran satu-satunya Catalonia tengah memandang dirinya sendu.
"Juan, ayo makan," ajak Pangeran Dariel.
Kepalanya menggeleng lesu, "Terima kasih tawarannya El, aku sedang tidak lapar."
Saat Juan hendak kembali menutup pintu, Dariel segera mencegahnya, "Kau bahkan belum makan sama sekali, kita melakukan pencarian sudah seharian penuh. Aku tahu sebenarnya kau lelah dan lapar, ayo kita makan."
"Tapi aku benar-benar tidak lapar, bahkan sudah kenyang," bohongnya, padahal Dariel tahu sendiri kalau Juan tidak memikirkan makanan sama sekali. Pangeran Catalonia itu kembali mencari cara.
"Tapi pasukanmu bilang, mereka tidak akan makan sebelum kau makan," tampaknya Juan luluh, mengingat para pasukannya juga pasti kelaparan. Tanpa banyak bicara, lelaki itu berjalan keluar mendahului Dariel.
Sesampainya di ruang makan, meja makan yang sangat panjang itu tampak penuh. Bukan hanya orangnya yang penuh tapi makanannya juga sangat banyak, kerajaan Catalonia memang sangat bersahabat dengan wilayah manapun. Mereka selalu mempersilahkan tamu dengan sangat baik.
"Kemarilah, Juan. Duduk di sini," titah perempuan yang tampak sedikit lebih tua darinya, si Puteri Cristina, kakak Dariel.
Juan dan Cristina tampak canggung saat tempat duduk mereka saling dihadapkan, perempuan itu adalah salah satu dari banyak gadis yang berani melamarnya.
Bukannya bagaimana, tapi Juan memang sudah lebih dulu bertemu dengan Sierra, tapi belum berani menyatakannya pada Puteri Kastillia tersebut, sampai akhirnya terpendam lama.
Lagipula Cristina adalah kakak Dariel, yang mana temannya sejak kecil. Jadi Juan juga sudah menganggap Cristina seperti kakak sendiri.
"Jangan diam saja, ayo makan," ujar Dariel yang memperhatikan Juan hanya diam menatap piring dan gelas secara bergantian.
Dariel mengerti keadaan, ia pun hanya diam. Ia tidak pernah marah oada Juan hanya karena menolak lamaran sang kakak, merek berteman baik sejak kecil, apalagi Juan adalah orang yang sangat baik dan sering membantunya.
Kemudian semua orang makan dengan tenang, para bangsawan dan bawahan selalu makan secara bersama di meja yang sama, adat asli Catalonia yang begitu menghormati sesama manusia.
Orang-orang di sini memang sangat menjunjung tinggi kehormatan, bagi siapapun mereka. Tak mempedulikan derajat, maka dari itu Aragon dan Catalonia punya hubungan yang sangat erat.
Apalagi Pangeran Catalonia, Dariel adalah teman Juan sejak kecil, mereka bersahabat baik, sering bermain bersama. Karena ayah Dariel sudah lama meninggal, Pangeran itu pun diangkat menjadi raja saat usianya masih begitu belia, sekitar 14 tahun.
Harusnya beberapa hari yang lalu Pangeran Juan juga akan mendapat gelarnya sebagai seorang Raja Aragon, tepatnya di hari pernikahannya bersama Puteri Sierra, tapi semuanya harus ditunda hingga waktu yang entah kapan.
Adat di Aragon, Seorang Pangeran yang akan diangkat menjadi raja haruslah sudah menikah, sedangkan Juan kehilangan calon pengantinnya.
Entah bagaimana kedepannya, Juan tak peduli tahta, ia hanya peduli kekasihnya, Sierra.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments