"Perjodohan? Dengan siapa?"
"Hareen."
Mendengar jawaban Arabel, Luz sontak tertawa keras, "Kau pasti berpikir aku di sini akan dijadikan calon istrinya ya.., ya ampun, aku tidak akan mau."
"Lalu kenapa? Bibi Einne padahal sangat terbuka denganku, tapi masalah ini, aku tidak tau sama sekali."
"Dengar ya Arabel, yang jelas aku bukan orang jahat. Aku di sini hanya untuk sementara waktu, sampai bisa kembali pulang. Tunggu, tadi... kenapa kau bertanya begitu? Kau... menyukai Hareen ya?" Luz menggodanya, membuat Arabel tertunduk malu.
"Hareen sedang tidak di rumah ya?" Arabel mengalihkan pembicaraan dengan melihat keadaan rumah yang sunyi, sebenarnya ia tau kalau Hareen sedang pergi ke pusat kota bersama teman-teman lelakinya yang lain.
"Iya, dia hanya mengirim senjata. Jangan rindu.." Luz kembali meledek.
"Jangan bilang pada siapapun Luz, hanya kau yang tau. Kalau sampai bibi Einne juga tau, aku bisa mati canggung."
Luz menaikkan sebelah sudut bibirnya, "Tenang saja, semuanya aman aslkan aku dapat imbalan."
"Maksudmu?"
Niat-niat buruk langsung menjadi di benaknya, rencana spontan itu tercipta begitu saja, "Setiap hari, bibi Einne selalu berangkat pagi buta. Jadi tidak sempat masak, sedangkan Hareen tidak mau memasak. Mereka menyuruhku masak sendiri dan aku tidak bisa memasak. Dan ya...maukah kau jadi babuku?"
Arabel yang tampak seperti gadis baik dan penurut, akhirnya bisa marah. Ia pun melemparkan salah satu paprika setengah busuk ke arah Luz "Tidak sopan!"
Yang dilempari jelas tidak terima, Luz malah mengangkat air bekas cucian jamur, lalu menyiramkannya ke Arabel.
"Ereluz! Akh! Bajuku jadi basah! Aku tidak mau tahu, pokoknya beri aku baju ganti!"
Mendengar keributan dari dalam, Einne dan Hefaisen yang baru datang terburu masuk ke rumah, untuk memeriksa keadaan. Rupanya ada Luz yang tertawa kencang dan Arabel yang marah-marah. Kedua gadis itu tampaknya tidak sadar dengan kehadirannya.
"Luz, apa yang kau lakukan. Ya ampun, anak ini!" Einne ikut menjerit, ketika melihat lebih jelas dapurnya yang tergenang air kotor. Hefaisen yang juga melihat, ikut tertawa bersama Luz.
"Dia menyiramku bi," Adu Arabel seraya menunjuk pakaiannya yang basah kuyup.
"Arabel? Kenapa kau bisa di sini? Aduh...sebenarnya kalian sedang apa anak-anak cantik?"
Arabel tiba-tiba menunduk seraya mencium tangan Einne, "Maafkan kami bibi Einne, Ere-Ereluz menyuruhku memasak, tapi dia tiba-tiba menyiramku."
"Huh! Kau yang melempariku dulu ya! Posisiku di sini hanyalah penyerang balik!"
"Tapi ucapanmu memulai pertengkaran!"
"Sudah... sudah... Luz, bersihkan kekacauan ini, dan Arabel, cepat ganti baju. Pakai punya bibi dulu juga tidak apa-apa."
Kedua bola mata Luz sudah melotot tidak terima, tapi Einne juga segera memberi tatapan mengamuk dengan kedua tangan berkacak pinggang.
Luz tidak mungkin membantah si pemilik rumah, bagaimanapun, dirinya tahu yang namanya balas budi. Sebab Einne sudah baik mau menampungnya.
...---...
Luz dan Arabel belum begitu membaik, mungkin lebih tepatnya hanya Luz yang tidak mau berbaikan.
Einne mendengus melihat keduanya, "Kalian bertemu di mana? Kenapa bisa-bisanya tiba-tiba bertengkar di dapurku."
"Bibi, kenapa tdak bilang padaku. Sebenarnya siapa Ereluz ini? Dan kenapa bisa di sini tanpa alasan?" Arabel malah mengalihkan pembicaraan.
Einne melirik sekilas Luz yang memasang wajah jutek, ia ingin bercerita, tapi tidak tahu harus cerita bagaimana, "Kau tanyakan sendiri padanya, tapi karena sudah tau ada Luz di sini, ku mohon jangan menyebarkannya ya Arabel."
"Aku tidak akan menyebarkannya, tapi...Luz, sebenarnya kenapa kau di sini?"
Luz mendecih seraya mengangkat bahu, ia masih kesal karena kejadian tadi.
Arabel menghela napas, sebelumnya ia tak pernah bersikap sepeeti tadi pada orang lain. Hanya saja, Ereluz memang suka membawa aura emosi, ia pun jadi ikut terpancing, "Baiklah, aku minta maaf atas kejadian tadi."
"Ya," balasnya singkat.
Einne lagi-lagi mendengus, wanita itu lantas pergi ke dapur dan mengambil masakan-masakan yang sudah siap dimakan, "Sekarang ayo kita makan masakan kalian. Jangan ribut terus."
Luz memegangi perutnya yang bergemuruh, bahkan hanya karena pertengkaran sepele, ia jadi lupa kalau sedang lapar.
...---...
Di masa depan, sebuah laboratorium khusus. Tengah berbincang beberapa orang penting, berkuasa sebagai pekerja swasta.
Mereka kumpulan ilmuwan yang bernaung di bawah perusahaan pertambangan minyak bumi. Sebenarnya, keberadaan mereka tidak begitu diterima khalayak umum, tapi berkat otak-otak cemerlang itu, beberapa penemuan dan kecerdasan informatika berhasil memikat sebagian kecil masyarakat yang peduli atau sekedar tertarik degan misteri perkembangan dunia.
Dan jadilah, perusahaan itu harus bergabung dengan usaha pertambangan minyak bumi.
Meski begitu, ruangan mereka tetap terletak jauh dari pekerja tambang, para profesor yang menyiapkan otak untuk bekerja, kini sedang kembali digemparkan oleh mesin waktu yang memancarkan sinyal, penanda portal terbuka tak lama dari sekarang ini.
Sebenarnya kabar ini sudah sejak lama beredar, hanya saja, pemiliknya tidak bisa terdeteksi sama sekali.
Dr. Alenio, orang yang waktu itu sempat menemukan pemancar sinyalnya, tapi tidak dengan letaknya.
"Cara kerja mesin waktu itu, kemungkinan melewati portal dimensi ke-empat. Saat melewati dimensi itu 'sesuatu' harus bisa secepat cahaya kan? Di sini kita ulas susunan tubuh manusia terlebih dulu. Silahkan..." Kata Dr. Richard, mempersilahkan yang lain untuk angkat bicara.
"Awalan sudah jelas, langsung masuk ke intinya saja. Misalkan, manusia punya berat 68 kilogram, kita pakai berat rata-rata orang yang ada di sini, tubuhnya mengandung kurang lebih 6,5 octillion. Yang mana sekitar 99%, ada 6 unsur utama, untuk kalsium 1,5%, oksigen 65%, karbon 18,5%, fosfor 1%, hidrogen 9,5%, nitrogen 3,2%, dan lainnya 0,85% seperti kalium, belerang, natrium, klorin dan magnesium. Dalam segala unsur ini memiliki atom yang terorganisir secara sempurna, kita--"
Ucapan Dr. Katana terhenti saat Seorang remaja laki-laki memotongnya hanya dengan hembusan napas kesal, "Tolong jangan berbelit-belit, ini bukan pelajaran biologi."
Katana menatap lelaki itu dengan alis tertaut, sedangkan yang ditatap bersikap acuh, malah menaikkan sebelah kakinya ke atas meja.
"Tidak sopan! Turunkan!" Bentak Dr. Richard yang tidak digubris sama sekali.
"Putra Tn. Girasol, tolong bersikap lebih baik," Dr. Nina angkat bicara, dengan sopan layaknya menghormati orang yang lebih tua, padahal remaja lelaki itu jelas jauh lebih muda darinya.
"Aku tidak mau. Begini nyaman," balasnya santai.
Prof. Katana mengelus dahinya sendiri 'Begini?! Anak yang katanya sangat cerdas itu?! Tidak punya sopan santun iya!'
Melihat ekspresi Katana yang sedang kesal dan tidak bisa disembunyikan, lelaki itu malah menendang kaki kursi yang diduduki Katana, Profesor wanita itu berjengit, untungnya tidak sampai jatuh, "Hei, aku anak direktur di perusahaan ini, meskipun kalian bukan bawahan resmi ayahku, kalian harus tetap menghormatiku. Karena kalian bekerja di bawah kekuasaan ayahku."
Remaja lelaki itu lantas beranjak berdiri dan melenggang pergi, sebelumnya ia berucap lantang membuat kumpulan para ilmuwan menjadi sedikit takut, "Aku punya kecerdasan melampaui kalian, jadi jangan sekali-kali menjadi sombong."
'Anak iblis gila!'
TBC
THANK'S FOR READING
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
v
aq tu msh bingung hub cerita luz dmasa lampau dgn katana yg masa skr gmn ya
2021-10-19
0
Tata
Thor gk fokus ke masalalu ya?
pusing cerita selang-sling masa depan dan masalalu
padahal aku suka banget ceritanya
2021-08-18
2