Aragon, Spanyol, 1402
Di balkon istana, burung-burung menjadi saksi suara pangeran terakhir yang tengah meminang sosok gadis bangsawan itu. Sang puteri tersenyum lebar setelah tangan pangeran mengusap surainya "Pangeran Juan, mohon maaf...aku harus pulang sekarang."
Juan menautkan kedua alisnya, "Harus sekarang? Oh ayolah, aku selalu kosong tanpamu," Ujarnya menggoda calon pengantinnya.
"Hei, sejak kecil kau di sini tanpaku. Dan bahkan kita baru kenal dekat beberapa bulan," herannya melihat sikap Juan yang dari hari ke hari makin berubah, dulu saat pertama bertemu, Pangeran terakhir itu sangat pendiam.
"Ya, bahkan kau tau, selama itu juga aku menunggu kedatangan sosok bidadari takdirku ini," balasan Juan sontak membuat Puteri Sierra berlari karena malu.
Sosok Puteri dari Kastilia yang baik, cerdas, cantik, dan sopan akan segera merubah gelarnya menjadi permaisuri baru Aragon. Calon suaminya, Pangeran Juan pun akan menjabat sebagai pemimpin tertinggi atau raja baru di Aragon meneruskan tahta ayahnya, menggandeng si jelita dari kerajaan sebelah.
Hari itu akan diadakan bersamaan, di mana tahta diturunkan sekaligus pengikatan pasangan tersebut. Satu hari yang sangat dinanti Juan, entah bagaimana meriahnya dan bagaimana perasaannya, ia bahkan tak bisa berpikir lebih lagi.
...---...
Puteri Sierra melambaikan tangan dari kejauhan, kereta kudanya sudah berjalan menjauhi istana Aragon. Ia harus segera pulang ke kerajaannya, Kastillia.
Sebab, pernikahan terhitung hanya tiga hari lagi. Pasangan yang segera dinikahkan tidak boleh sering-sering bertemu, menurut kepercayaan para tetua, yang entah apa akibatnya jika dilanggar.
"Juanku segera menikah! Bagaimana bisa kita diloncati dia!" Grasak-grusuk keributan yang Juan dengar, ternyata berasal dari sang kakak kedua dan ketiga, Johnny dan Javier.
"Padahal kita yang lebih dulu lahir, yang lebih dulu punya kekasih! Bisa-bisanya kau mendahului kami!" Sahut Javier dengan nada tak terima, mereka hanya bercanda, tak benar-benar membenci sang adik. Kedua kakak itu suka sekali menggoda Juan yang pendiam dan terlampau kaku.
Nyatanya Juan menanggapi perkataan kakak-kakaknya dengan serius. Matanya melotot khawatir, "Jika kalian mau, aku akan bilang pada ayah. Supaya pernikahanku diundur, dan kalian bisa menikah lebih dulu."
Johnny sontak tertawa, ia bahkan tak punya pasangan. Ketampanannya membuat para gadis ragu untuk mendekati "Bercanda adikku! Haha, berbahagialah dengan Sierra. Kalian sangat serasi."
"Ku harap takdir baik akan selalu mengikuti hidupmu, Juan," Timpal Javier seraya menepuk bahu Juan dengan kasar. Wajahnya lantas langsung berubah meledek, "Sialan kau! Adik durhaka! Bisa-bisanya mendahuli aku dan Puteri Bianca menikah."
Ketiganya sangat dekat lebih dari sekedar ikatan persaudaraan biasa, melupakan sosok yang berdiri di balik jendela dengan tatapan tajam. Yang sepenuhnya tatapan itu ditujukan pada si bungsu, Juan Sán Azarcon.
"Adikku tersayang, kau pikir semudah itu menjadi seorang raja?" Seringainya tersungging di sudut bibir kanan.
...---...
Rute perjalanan dari kawasan Aragon ke Kastilia tak begitu jauh, terhitung hanya lima jam Sierra dan pasukan pengawal melalui jalan setapak dikelilingi hutan pinus menjulang.
Saat ini, rombongan tersebut tengah beristirahat di hutan, antara Aragon dan Kastilia. Mereka melalui begitu banyak pepohonan yang rindang dan sunyi, jujur saja Sierra selalu takut saat melewati kawasan ini.
Selain sepi, rumor menyebar, banyak pemburu sering melakukan tindakan ilegal di kawasan ini saat malam hari. Sudah banyak yang menjadi korban, makannya banyak juga yang memepercayai rumor tersebut.
"Jika sudah selesai, ayo lanjutkan perjalanan," tutur sang puteri yang langsung disanggupi para pengawal.
Mereka berjalan terus sampai matahari tenggelam.
Sekelebat bayangan hitam di antara rimbunnya pepohonan, membuat Sierra terbelalak takut. Bayangan itu tak hanya sekali tertangkap mata, bahkan dalam satu kedipan, ada lima bayangan tampak secara langsung.
Entah hanya Sierra yang paranoid atau memang bayang hitam itu nyata. Anehnya, para pengawal berkuda yang menggiringnya tampak biasa saja, seolah tak ada apapun, mengusir pikiran negatifnya, ia pun memilih menutup tirai agar tak melihat suasana sekitar yang mencekam.
"Turunkan senjata kalian!" Lagi-lagi Sierra terkejut, badannya mematung di tempat. Ia merasa jika para pemburu yang dibicarakan orang-orang memanglah nyata. Sejak kecil keluarganya tidak pernah membawanya melewati hutan ini saat malam tiba.
Kepalanya terasa pening saat kereta bergoncang kuat, beberapa pria berpakaian hitam tertutup mendobrak pintunya, menyeret Sierra keluar.
Darah di mana-mana, sebagian besar pengawalnya sudah tumbang dengan anak panah di dada masing-masing. Sierra menutup mulut ketika tak menyadari keributan di luar dan malah memilih bersembunyi mematung di gerbongnya.
"Tinggal sedikit lagi! Habisi mereka!" Seru sosok yang ia pikir adalah pemimpinnya. Jumlah orang berpakaian hitam itu lebih banyak dari jumlah pasukan yang mengawalnya, mereka yang terisa, tumbang dalam sekejap.
Sierra bergetar ketakutan saat semua kepala kuda yang manjadi kendaraanya di tebas seketika, oleh satu orang paling tinggi dan gagah.
"Puteri cantik yang malang, maafkan kami," bisik seseorang yang menarik kedua tangannya ke belakang. Sierra dibawa masuk ke kawasan hutan lebih dalam.
Meski meronta sekuat tenaga, tetap saja tak bisa lepas. Orang-orang itu malah semakin mempererat tali yang entah sejak kapan mengikat kedua tangannya ke belakang, "Lepaskan aku! Hei, tidakkah kalian tau siapa aku?!"
"Tentu kami tau, kau Puteri tercantik dari Kastilia kan?"
"Ya! Dan perlakuan buruk kalian ini?! Lepaskan atau kalian bisa dihakimi kerajaan!" Ancam Sierra dengan ketakutan setengah mati karena balasannya malah tawa menggelegar dari semua orang jahat di sekitarnya.
Setelah berjalan cukup jauh, kumpulan yang menyeret seorang puteri bangsawan itu berhenti di dekat kobaran api besar yang siap melahap apapun menjadi abu, "Eksekusimu sebentar lagi, Puteri Sierra Lopez."
Beberapa orang yang tengah menyeret mayat para pengawal dan kepala kuda sekaligus tubuhnya, melemparkannya tanpa belas kasih ke kobaran api tersebut, dengan demikian kepulan asap makin menyeruak.
"Tuanku, tidakkah kita bakar Puteri Sierra sekalian?" Tanya seseorang yang mengikat tangan sang puteri Kastillia.
Yang Sierra kira sosok pemimpin itu menggeleng tanpa menatap wajah si penanya, pria itu lantas menunjuk peti yang berada di dekat kuda hitam tunggangan mereka, "Ikat sekencang mungkin, tutup mulutnya dan masukkan ke peti itu, dia tidak boleh langsung mati begitu saja."
Pengikutnya mengangguk, dengan sigap mereka melaksanakan apa yang tuannya perintahkan. Mulut Sierra diikat dengan kain, matanya juga ditutup sobekan jubah salah satu pengawal, tangannya dililitkan menjadi satu dengan tubuh menggunakan tali anyam yang sangat kuat, mungkin tak bisa dipotong kecuali menggunakan pedang bermata lancip.
Setelah tubuhnya ditutup rapat dalam peti kayu, Sierra merasakan petinya sedang diangkut ramai-ramai. Dalam hati, sang puteri terus merapalkan do'a agar apapun yang terjadi, keselamatannya menjadi komponen utama.
Ia tak pasrah pada eksekusi orang-orang jahat yang sedang menculiknya, tapi ia pasrah pada tuhan yang semoga masih memberinya kesempatan hidup melalui pertolongan seseorang.
Tubuhnya yang anggun dan ringkih tak bisa berbuat apa-apa di saat seperti ini, selama hidupnya, waktu terus dihabiskan untuk mempelajari hal-hal kebangsawanan dan perihal wanita. Tak ada pelatihan bela diri ataupun sejenisnya, Sierra menyesal telah menjadi sosok perempuan yang hanya bisa berlindung di belakang laki-laki terdekatnya, di saat seperti ini badannya bisa saja runtuh hanya karena disenggol.
"Juan maafkan aku, dan...tolong aku," ujarnya terisak dengan lirih.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
ANAA K
Semangat thor.. jangan lupa mampir yaah🤗
2021-06-21
0
🌷Cica
tadinya mau promosi novel, malah keterusan baca😂 NEXT THOR
2021-02-16
2