Ereluz duduk berjongkok, termenung menatap genangan air di dalam wadah gerabah. Haruskah ia pergi? Tapi kemana, kalau di sini, Hareen bahkan tidak tulus menolongnya.
Kalau saja ada ponsel, pasti bisa digunakan untuk mencari rumahnya, "Ah iya ponsel! Hareen pasti punya!"
Luz berlari secepat kilat menuju ke depan, di mana Hareen dan Hefaisen tengah menata potongan kayu bakar. Melupakan, kalau kakinya yang bengkak semakin berdenyut sakit, ya setidaknya ia bisa berjalan walau agak pincang.
"Hareen, kau punya ponsel? Aku mau pinjam."
Yang ditanya menaikkan alisnya, menggeleng dengan bingung, "Apa maksudmu? Ponsel itu apa?"
"Hah! Kau tidak punya dan tidak tau ponsel?" Dugaanya benar, sepertinya ini adalah pulau yang dihuni suku paling primitif di dunia.
"Kenapa benda yang kau sebutkan itu sangat aneh di telingaku? Apa itu ponsel, mobil? Di luar pikiran," ketus Hareen.
"Kalau kita punya ponsel, aku jadi bisa mencari alamat rumahku. Mengirimi pesan pada ayah dan ibu supaya menjemputku pulang."
"Apa itu semacam burung merpati?"
"Ah! Sialan! Dasar primitif! Ponsel disamakan dengan burung."
"Mengumpat lagi, tak segan aku mengusirmu!"
Luz sontak mengerucutkan bibir, "Iya, maaf."
Hareen berdecak melihat tingkah gadis itu, apalagi dengan pakaiannya yang sok bangsawan padahal bukan. Dia hanya orang aneh yang tersesat, di mata Hareen, "Ganti bajumu, jangan memakai pakaian bangsawan, dasar gila!"
"Jangan mengataiku gila! Lagi pula tidak ada baju yang cocok untukku di sini."
"Minta pada ibuku, banyak baju bekasnya."
Luz lagi-lagi mengerucutkan bibir, apakah iya harus menggunakan baju bekas orang lain. Sangat tidak level.
Melihat ekspresi itu, Hareen hampir saja melempari kepalanya dengan kapak "Kalau masih mau menumpang di sini, ikuti perintahku."
...---...
Warna coklat, kusam, tidak trendi, lusuh, apalagi bekas orang lain. Baju yang Luz pakai benar-benar membuatnya tidak nyaman, tapi kalau tidak ganti baju, rasanya gatal. Pakaiannya yang sebelumnya sudah sangat kotor terkena darah dan tanah.
Bahkan kini Luz harus mencuci bajunya tersebut, juga dengan susah payah menimba air dari sumur. Padahal biasanya ibu selalu membawa baju-baju kotornya ke laundry. Luz mendengus, pikirannya terisi ibu lagi "Ibu... anakmu tersesat seperti ini, kenapa tidak mencari..huhu.."
"Heh! Banyak omong! Dasar gila."
"Sudah ku bilang, aku tidak gila! Kau yang aneh!"
"Ya? Bahkan kau mengaku sekarang tahun 2020, padahal ini baru 1402, jadi siapa yang gila dan aneh di sini?" Sinis Hareen, sengaja menyenggol tubuh Luz yang tengah berjongkok sampai jatuh ke genangan lumpur di dekatnya.
'Untung saja kau orang yang menolongku, aneh! Nanti kalau sudah bertemu ayah dan ibu, kau akan di hukum Hareen!'
"Jangan menatapku begitu, nanti suka padaku. Dan kau akan ku tolak mentah-mentah!"
"Percaya diri sekali!"
Teriakan Einne dari dalam mengejutkan keduanya, "Jangan bertengkar!" Hareen berusaha percaya kaau saat ini telinganya tidak bermasalah, ibunya bahkan hampir tidak pernah meneriakinya sejak kecil. Tapi karena keberadaan Luz, ibu bahkan berteriak dengan lantang.
Luz dan Hareen akhirnya saling diam dengan pekerjaan masing-masing, yang satu mencuci baju dan satunya mengasah kapak dan pedang.
Tak lama kemudian, Luz membuka suara. Dirinya tak tahan dengan kesunyian, "Hei, apakah saat ini benar-benar tahun 1400-an? Aku masih belum bisa percaya, ini gila."
"Saat ini memang tahun 1402 masehi, untuk apa aku dan keluargaku membohongimu, tidak ada untungnya sama sekali."
Luz kembali menghela napas jengah, bicara dengan Hareen menguras tenaga batinnya, "Harusnya saat ini tahun 2020, dan usiaku 17 tahun karena lahir tahun 2003, kalau sekarang saja tahun 1402, bukankah aneh? Apakah aku baru saja masuk ke portal masa lalu? Begitu?"
"Luz, kau bukan pengarang cerita kan? Jangan mengada-ada."
"Hareen, aku tidak bohong. Meskipun aku sering berbohong, tapi saat ini aku berkata jujur. Hidupku di tahun 2020 harusnya."
Lelaki itu meletakkan perkakasnya, beralih mendekati Luz dan menepuk kepalanya, "Luz, aku tak bisa mempercayaimu begitu saja. Tapi... jika benar kau dari masa depan, maka buktikan."
"Apa yang perlu dibuktikan?" Tanya Luz keheranan.
"Banyak peramal bilang, masa depan sudah seperti sihir. Tapi lebih masuk akal, segalanya bisa diadakan hanya berbekal ilmu pengetahuan. Jadi, tunjukkan sihirmu."
Luz sontak memukul kepalanya, "Sihir apa bodoh! Keberadaanku di sini saja, sudah seperti sihir, bukan?" Ujarnya asal, "Eh tapi...ada benarnya juga, teknologi di masa-ku memang sudah mulai di luar batas. Apakah ada suatu alat yang bisa membawa manusia dari era satu ke era lain. Dalam buku dan film fiksi ilmiah, kejadian seperti itu sangat sering ditemukan. Jadi, apakah sekarang aku memang meloncati waktu?!"
"Memangnya sebelum kau berada di sini, apa yang kau ingat?"
"Tabrakan mobil. Waktu itu, aku mengendara mobil dengan ugal-ugalan, lalu yahh...terjadi tabrakan. Hanya itu yang ku ingat, setelahnya aku merasa sudah mati," Mengerti ekspresi kebingungan dari sang lawan bicara, Luz berusaha menjelaskannya lebih efisien, "Mobil itu kendaraan untuk dinaiki. Bisa membawa kita pergi kemana saja asal di isi bahan bakar atau energi."
Hareen mengerucutkan bibir, sambil menganggukkan kepala, "Oh...seperti kuda dan keledai, binatang itu bisa dikendarai asal diberi makanan atau energinya."
"Ya, semacam itu. Tapi mobil diciptakan oleh manusia, mobil bukan makhluk hidup yang punya nyawa seperti kuda."
"Aku mengerti," lelaki itu lantas berdiri dan melongokkan kepala ke sekitar, "Harusnya kau tidak bebas berkeliaran di luar seperti ini. Kau mencurigakan, orang-orang bisa curiga denganmu, apalagi rambutmu yang warnanya aneh." Memang earna rambut Luz coklat gelap dengan bagian ujung yang biru mencolok.
"Kau berniat mengurungku?!" Tuduhnya.
"Tidak, tapi di negeri ini, jika ada orang asing masuk, harus meminta ijin langsung dari kerajaan. Bagaimana kalau ada yang melihatmu, orang-orang akan melaporkanku, dan jika di tanya tentangmu, aku harus jawab apa? Kau gadis dari masa depan, begitu? Yang ada aku disangka gila."
Luz memasang wajah sedih, tapi saat ini dirinya benar-benar sedih, "Lalu bagaimana aku bisa pulang ke era-ku? Dan bagaimana aku hidup di sini, kalau tidak boleh berinteraksi dengan orang lain?"
"Lantas mau bagaimana lagi? Kita bisa sama-sama di penjara kalau ketahuan mencurigakan. Aku akan di penjara karena menyembunyikan orang asing, dan kau akan di penjara karena datang dari antah berantah. Semuanya bisa semakin rumit."
Tidak ada yang bisa diharapkan, menanti bagaimana cara kembali, tapi sampai kapan. Kalau mencari tau cara kembali, namun bagaimana. Sebenarnya apa yang terjadi, hingga membuat jiwa juga raganya tersesat di masa lalu. Apakah ini hukuman hidup Luz yang tidak pernah berbuat benar selama ini? Ia dikutuk untuk hidup lagi di era yang lebih mengerikan, tak bisa bersikap layaknya seorang Luz seperti kesehariannya.
"Ayo masuk, jangan lama-lama di luar," Ajak Hareen.
Melihat raut sendu sosok gadis yang ditemukan anak lelakinya, Einne yang tengah memilah baju untuk Luz pakai, jadi menghentikan aktivitasnya, "Ada apa Luz? Kenapa kau bersedih? Tenang saja, Hareen akan mencari cara untuk mengantarmu pulang."
"Masalahnya, aku, kita semua tidak ada yang bisa mengantar Luz pulang," sahut Hareen yang membuat Luz semakin pundung.
Einne mengangkat alis, "Kenapa begitu? Apa rumahnya jauh?"
"Iya, jauh. Jauuuuuh sekali, sampai-sampai tidak ada kuda yang bisa melintasi tempatnya."
"Jangan membuatnya semakin tidak punya harapan, Hareen," Melihat ekspresi Luz yang kini semakin menunjukkan keputus asaan, Einne merasa sangat iba.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Kamila Amran
penulisnya best juga yaa...dapat inspirasinya luas banget..best lah
2021-12-27
0
Nadeak Ristaulina
ceritanya bagus
2020-12-29
4