Fajar bersinar dengan cerah, Sinarnya berkilauan di bening air yang bergoyang karena angin pagi yang lembut. Kanal-kanal yang bersih, kanal-kanal yang ramai oleh para pengunjung yang berdatangan dari segala penjuru untuk menjadi saksi sejarah. Sayembara Akbar yang segera menghasilkan pemenang.
Fajar juga berkilauan di bening tetesan air mata sang Putri Kemala yang barusan meluncur, meleleh di pipi licinnya. Pagi ini, keputusan besar dan fundamental ia ambil. Pipit-pipit beterbangan dari batu benteng istana ke batu benteng yang lain, lalu dari dahan ke dahan dengan riang.
Riuh rendah penonton mulai menggetarkan tribun. Pertarungan sudah di mulai.
Sementara itu, Raiman dan Tarji malah berleha-leha di alun-alun. Keduanya tidak menonton sayembara.
"Kalo tidak nonton sayembara lagi, ngapain kita masih di sini?" tukas Raiman pada muram masam muka si Tarji.
"Gak tau lah aku, masih kesel hati ini,"
"Sudahlah, kita hanya bisa berdoa. Semoga pangeran mana pun yang nantinya jadi raja, semoga bisa se-baik raja Hima Dedawa yang agung. Ayo, kita pulang," ajak Raiman. Tarji malah berbalik dan mencomot makanan.
"Buat di jalan, hehehe," ujar Tarji sambil membungkus makanan yang barusan ia minta dari sebuah stand yang baru saja buka. Makanan itu sejenis kukusan dan masih ngebul.
Keduanya kemudian berjalan santai menyusuri pinggiran kanal yang mulai ramai. Banyak yang datang dan berlabuh. Tapi tidak ada yang beranjak pergi untuk mereka tumpangi.
Seorang perempuan berjalan tergesa melewati Raiman dan Tarji. Perempuan itu berpakaian tertutup, bahkan seperti orang takut sorot matahari, berbalut kain tebal dan berwarna gelap. Bahkan ia juga menggunakan cadar. Di pundaknya melintang sebuah tongkat atau pedang yang menjadi pengait barang bawaan. Tongkat atau pedang itu juga berbalut kain. Perempuan itu persis seperti pesilat yang akan berkelana seorang diri.
***
Pangeran Anggara memukul jatuh lawannya. Penonton pun bersorak. Lawannya kali ini terlalu muda, dan kurang terlatih, sehingga mudah untuk dikalahkan.
***
Perahu yang ditunggu pun akhirnya datang. Perahu yang hanya memuat beberapa orang melintas menuju arah pulang. Raiman dan Tarji pun melambai dan berteriak minta tumpangan. Tanpa keduanya sadari, perempuan misterius tadi berdiri tidak jauh dan sepertinya juga hendak ikut naik perahu. Perahu pun menepi Raiman dan Tarji meloncat riang bersama beberapa penumpang yang lain termasuk perempuan misterius tadi.
***
Pertarungan terakhir yang paling ditunggu-tunggu itu pun akhirnya dimulai. pangeran Anggara berdiri dengan sombongnya dan menatap bengis ke arah lawannya. Lawan terakhir. Tubuh pangeran Anggara yang basah karena keringat tampak mengkilat, menampilkan otot-ototnya yang menonjol dan kencang.
Pertarungan pun dimulai. Lagi-lagi lawannya adalah pangeran muda dan sepertinya juga terlalu mudah untuk dikalahkan.
"Hiaaatttt!!!!" Pangeran Anggara mulai menerjang.
***
"Sesuai rencana, tunggu aba-aba dari saya yang Mulia," ucap Gani, pada raja Fardal yang sudah tampak tidak sabar.
***
Pangeran Anggara menghajar lawannya dan wasit segera melerai. lawannya tak bisa lagi melawan dan terkulai dalam cengkeraman pangeran Anggara.
"Cukup! Cukup!" pekik sang Wasit dan menahan pukulan pangeran Anggara yang terlanjur melayang.
"Heahh!" pangeran Anggara pun melepaskan lawannya dan berbalik.
"Kalo ada diantara kalian, siapa pun. Pangeran atau pendekar, atau rakyat biasa sekali pun yang tidak puas saya menjadi pemenang! Silahkan turun dan lawan saya!!" ucap pangeran Anggara pada khalayak dan penonton. Tapi semua diam, semua orang hanya kasak-kusuk dengan sesamanya. Hening kemudian, tampak seseorang yang berpakaian serba hitam berdiri diantara penonton. Tak pelak, ia pun jadi pusat perhatian semua orang. terutama pangeran Anggara. Tatapan bengisnya seperti menemukan buruan dan ingin segera menghajarnya.
Orang itu membuka topi rotannya dan ternyata dia adalah ketua Derg. Pemimpin klan/golongan penguasa ilmu Rawarontek.
Ketua Derg menghentakkan kaki dan meloncat tinggi. Semua orang terpana. ketua Derg turun dan menapak di tanah arena yang kering berdebu, di hadapan pangeran Anggara.
"Anak muda, jangankan dirimu, bangsa kamu saja akan kami musnahkan," ucap ketua Derg dengan nada yang datar dan pelan.
"Apa? Apa maksudmu???" tanya pangeran Anggara.
tiba-tiba ketua Derg berucap dengan lantangnya. lantang di tengah kesenyapan dan diamnya semua orang.
"Saya! Sebagai perwakilan dari bangsa-bangsa yang kalian anggap hina, aneh dan bodoh. Pada hari ini, kami menuntut. Siapa saja yang sudah meminum air dari cawan suci, agar menyerahkan diri!! Kalo tidak?"
"Kalo tidak? Kalo tidak apa, orang gila!!!?" potong pangeran Anggara, ia merasa buang-buang waktu dan menanggapinya dengan ketus.
"Tunggu!" teriak Raja Hima Dedawa.
"Apa aku tidak salah dengar, kau menyebut-nyebut cawan suci?" ucap sang Raja lalu turun dari tahta dan mendekati arena.
"Yah orang tua, pendengaranmu masih baik. Jadi kau salah satu orang yang sudah meminum air dari cawan suci itu kan?" Perhatian ketua Derg teralihkan.
"Tuan siapa kau sebenarnya?" tanya raja Hima Dedawa penuh seksama.
"Saya ketua klan tabib penguasa ilmu Rawarontek. Saya tidak sendiri, saya bersama bangsa Raksasa, bangsa Hobbit dan bangsa manusia setengah kera. Menuntut kalian untuk menyerahkan diri dan biarkan kami menghancurkan instalasi cawan suci itu."
"Ada apa ini?" potong pangeran Anggara dengan wajah penuh ketidakngertian menatap raja Hima dan orang aneh itu.
"Diam kau anak muda! Kalian dan semua raja-raja di benua Atlantis ini sudah meminum air keabadian itu. Kalian bersekutu untuk mendominasi dunia dan menyingkirkan kami!" hardik ketua Derg ke wajah polos pangeran Anggara.
"Tenang dulu Tuan, tenang. Kalian salah paham, sayembara ini hanya menentukan pengganti saya,"
"Hima Dedawa," ucap ketua derg dengan tatapan menerawang, "para tetua kami selalu mendongeng, tentang seorang manusia biasa, penambang, pencari harta Karun yang tidak sengaja menemukan cawan suci dan meminum air keabadian itu. lalu melintasi 7 benua, mempelajari semua ilmu, kembali sebagai dermawan dan mendirikan sebuah kerajaan."
"Cukup! Apa yang kau inginkan!" potong sang Raja. Ia merasa pribadinya terusik.
"Semua yang telah meminum air keabadian itu agar menyerahkan diri dan biarkan kami menghancurkan instalasi cawan suci itu!"
"Berarti kamu hanya berurusan denganku, karena tidak ada yang meminum air keabadian itu dan tidak ada yang tahu di mana lokasi instalasi cawan suci itu selain diriku," ucap sang Raja.
Tapi ketua Derg malah tertawa dan sangat tidak percaya.
"Hahaha! kau kira kami sebodoh itu, ini kesempatan terakhir kalian!" ucap ketua Derg sambil satu tangannya menuding ke wajah raja Hima Dedawa.
Pangeran Anggara yang dari tadi berdiri dengan ketidakngertian, akhirnya putuskan untuk menghabisi orang itu. Orang yang ia anggap hanya orang gila yang sedang ngelantur dan membuang-buang waktu. Pangeran Anggara mendekati seorang penjaga dan merampas pedang seorang penjaga. Tanpa sepengetahuan Raja hima Dedawa, Tiba-tiba pangeran Anggara menebas leher ketua Derg.
SAATTT!!!
BRAATTT!!
Dengan satu ayunan pedang, leher ketua Derg putus dan kepalanya jatuh dan menggelinding di tanah.
Khalayak pun jengah dan heboh seketika kengerian merundung semua orang.
Darah semburat dari dalam leher ketua Derg. Tapi kepalanya berbalik dan menatap tajam ke arah pangeran Anggara. Pangeran Anggara yang segera menyadari itu pun kaget dan hampir loncat. Bagaimana tidak, baru kali ini ia mendapati kepala manusia yang sudah jatuh ke tanah dapat mendelik dan bergerak.
"Sudah ku duga, kalian tidak akan menyerah begitu saja," ucap kepala ketua Derg yang tergeletak di tanah itu dengan suara yang kosong, persis seperti desisan ular.
pangeran Anggara yang melotot dan menatap ngeri tidak berlama-lama berdiam diri. Ia kembali melancarkan serangan dengan mencabik-cabik tubuh ketua Derg dengan pedang.
Sang Raja yang tampak gusar berbalik dan menghampiri para staf dan petinggi kerajaan.
Setelah merasa menang, mencincang dan mencabik-cabik tubuh ketua Derg, pangeran Anggara pun menatap sang putri yang dari tadi duduk di singgasana. Putri cantik jelita yang hanya tampak mata dan sebagian kecil wajahnya saja, putri raja yang segera menjadi istrinya itu tidak mau beradu pandang dengannya.
Pangeran Anggara tersenyum simpul dan membusungkan dada penuh bangga. Tanpa ia tahu, satu persatu bagian tubuh ketua Derg itu tersambung kembali, seperti magnet-magnet yang tercerai dan saling menempel kembali dan tidak lama kemudian, ketua Derg utuh kembali.
***
"Sekarang lah waktunya," ucap Gani pada raja Fardal.
"Seperti dugaan saya, mereka akan memilih perang,"
"Pasukan Gada siap! Jebol bentengnya sekarang!!!" titah raja Fardal, raja bangsa Raksasa. Gani sudah melesat lagi, kali ini ia menuju dimana tuan muda hilbout berada, di balik bukit.
***
Raja Hima Dedawa yang sedang berbincang dengan para panglima kini tertohon. Ia merasakan bumi bergetar.
Suara gemuruh yang raja Hima Dedawa dengar adalah suara batu-batu benteng ambruk di kejauhan.
"Kita di serang, kalian bersiaplah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
TK
mampir
2021-03-25
1
Liany
lanjut thor
2021-03-25
1
ͼӈªȋϩȧ
semangat up
2021-03-24
1