Situs

Tidak jauh dari keberadaan helikopter Don Lee, sang Pilot mendarat dan Taupan cs pun turun dengan teratur. Layaknya sebuah tugas berbahaya, Gugun dan Abe mengendap dan mendekati helikopter itu dengan todongan senapan.

"Aman, tidak ada siapa-siapa di heli ini!" tukas Gugun.

Dul Karim langsung tertarik ke arah longsoran tanah ini, begitupula Taupan, keduanya segera menuju ke situ. Sesampainya di hadapan longsoran tanah itu, Dul Karim merasakan aura mistis yang sangat tidak enak, membuat ngeri dan ciut nyali. Seperti aroma kuburan massal atau kumparan ilmu Kanuragan yang disematkan secara bersamaan.

Begitupula Taupan, ia melihat aura berwarna-warni dari mulut lorong itu. Dalam penglihatan Taupan, aura yang saling bertautan itu ada yang berwarna ungu, merah sampai jingga. Bergulung dan saling tarik menarik seperti lajur-lajur Medan magnet.

"Apa kau merasakan sesuatu?" tanya Dul Karim pada Taupan di sampingnya.

"Lebih dari itu, aku melihatnya, mengerikan sekali kawan," jawab Taupan. Tidak lama kemudian ia loncat seperti atlet loncat indah, Salto di udara dan menapak sempurna di bawah di lantai batu datar itu, di muka lorong.

Dul Karim menyusul, ia menggunakan tali. Tali yang Carlos pasang itu masih terbentang. Letnan Anwar dan yang lain sibuk memasang safety belt dan segera menyusul Dul Karim.

***

"Bagaimana kita membawanya, ini banyak sekali?" bingung Tessa sambil memilih permata dari dalam sebuah kotak.

"Kita bawa sedikit saja, kita laporkan ke pihak berwajib, ayo! Jangan lama-lama di sini. Di sini gak ada makanan, gak ada air, jangan sampai kita lupa diri dan mati lemas di dalam sini," ucap Ilham.

"Tumben lu dewasa Ham, ya udah, ayo!" sambut Jordy sambil mengantongi sebuah permata sebesar telur puyuh.

Baru saja keempatnya berbalik, alangkah kagetnya, mereka mendapati kilatan cahaya lampu senter yang dibawa 4 orang dewasa. 4 orang dewasa yang dua diantaranya menodongkan pistol.

"Anak-anak pintar, jangan bergerak!" ucap Carlos sambil mendekat dan melongok ke balik ruang di mana Jordy cs keluar.

" Don, Don Lee saudaraku, lihat ini, kau hebat saudaraku!" ucap Carlos. Ia terbelalak melihat tumpukan harta Karun itu.

"Borgol mereka," titah Don Lee pada Hendra dan Yono lalu mendekati Carlos.

"Bukan ini yang kita cari, aku hanya mencari segelas air," ucap Don Lee dengan santainya. Kontan Carlos bingung.

Hendra dan Yono mulai memborgol anak anak itu.

"Pak! apa-apa ini? siapa mereka?? Kenapa kami diborgol???" ucap Jordy pelan pada Hendra yang sedang memborgolnya.

"St!!! Kalian menurut saja kalo mau selamat," jawab Hendra, juga dengan suara pelan hampir seperti bisikan.

"Apa maksudmu Don?" heran Carlos.

"Kita angkut ini lain kali, ayo," tukas Don Lee dan kini menghadapi keempat remaja itu.

"Selain tempat penyimpanan harta ini, apalagi yang kalian temukan?" tanya Don Lee sambil menatap satu persatu, Di mulai dari Jordy.

"Tidak, kebanyakan ruangan ruangan berantakan dan penuh dengan tengkorak tengkorak Pak," Ilham yang menjawab.

"Apa kalian sudah menjelajah ke lorong itu?" tunjuk Don Lee ke sebuah lorong yang besar dan lebar. Keempat remaja itu kompak menggelengkan kepala.

"Ya sudah, kita ke sana," ucap Don Lee.

Baru saja beberapa langkah mereka memasuki lorong itu, sebuah alat deteksi di pinggang Carlos berbunyi dan menyala berkedip-kedip.

"Don, ada yang datang," ucap Carlos dan Don Lee menatap siaga ke arah belakang, jalan yang sudah dilaluinya.

Abe dan Gugun berpencar ke beberapa lorong dan ruang. Begitupula Taupan dan Dul Karim.

"Pak, hampir di setiap ruang dan lorong, ada alat ledak otomatis. Bentuknya kecil, alat ledak otomatis teknologi terbaru," lapor Gugun melalui komunikasi radio.

"Sial!" gumam letnan Anwar.

"Sinting sekali Don Lee, situs sepenting ini mau dia ledakkan."

Selain warna aura yang berseliweran menebarkan aroma sengit dan mistis Taupan juga mendengar jerit-jerit tenggelam, jerit-jerit kebencian di sepanjang jalan.

***

Lorong yang Bondan dan sang Putri lalui kian menurun dan gelap. Bondan pun menyalakan senter dan membuat sang Putri kaget.

"Apa itu?" tanya sang Putri dengan tatapan polos dan aneh. Bondan merasa lucu dan sedikit bingung untuk menjelaskannya.

"ini lentera, peradaban kami sudah bisa membuat sinar. Ini biasa di jaman sekarang," ucap Bondan. Sambil menyimak, sang Putri menyentuh sinar senter yang terpendar itu dengan perlahan. Mungkin juga dengan jampi di dalam hati.

"Ah, entahlah, sepertinya banyak yang aku lewati," ucap sang Putri menyerah sambil kembali melangkah.

Jalan yang keduanya lalui kini tangga batu yang menurun. Hawa semakin dingin.

"Aku penasaran sekali, mengarah ke mana ini?" gumam sang Putri. Napasnya tercium wangi sekali, Bondan jadi aneh sendiri.

"Apakah manusia abadi tidak perlu lagi gosok gigi, atau bahkan tidak perlu mengkonsumsi makanan?" pikir Bondan.

Dari tadi, sang Putri menggenggam tangan Bondan. Lembut sekali telapak tangan itu. Sadar atau tidak sadar, sang Putri seperti seorang kekasih yang takut kehilangan lelakinya. Bondan jadi ingat, terakhir kali ia pegangan tangan saat jalan sama Fani. Saat itu hujan gerimis, sepulang dari bioskop. Tapi Fani menggenggamnya erat, karena takut kilat dan Guntur yang menyambar-nyambar seperti mengejar. Saat yang indah untuk Bondan kenang, akhirnya keduanya berteduh di belakang rumah orang dan mendekap Fani dari belakang.

"Aduh! Tidak profesional sekali, saat penting seperti ini aku malah jadi horny," umpat Bondan pada diri sendiri dalam hati.

Sang Putri menghentikan langkah. Bondan ikut berhenti. Tampak dihadapan keduanya sebuah ruangan yang luas dan satu tengkorak bermahkota dalam posisi terlentang di lantai.

Sang Putri perlahan mengajak Bondan mendekat dan pegangan tangannya perlahan lepas. Bondan bebas dari rasa horny dan perhatian kini, Mungkin kah itu tengkorak sang Raja?

Rambut tengkorak itu tersorot cahaya senter berkilauan. Putih, panjang seperti merambat di lantai. Sang Putri sudah sampai pada tengkorak berpakaian jubah yang sudah rapuh itu. sang Putri menyentuh perlahan dengan tangis yang mulai menitik. Sepertinya benar, itu sang Raja. Raja yang diceritakan hidup abadi itu ternyata kini ditemukan dalam keadaan mati dan sudah kering kerontang tinggal tengkorak berbalut jubah kebesaran yang sudah rapuh.

Banyak pertanyaan yang mengganggu Bondan. Raja abadi ini mati karena apa? Apa karena terkurung dan tidak bisa keluar lalu mati kehabisan oksigen?? atau kenapa???

"Ayah," ucap sang Putri sambil bersimpuh dan menitikkan air mata.

Dugaan Bondan benar. Itu sang Raja.

"Ayah, aku ingin mati Ayah," ucap sang Putri dengan suara dalam, Dalam sekali, hampir tak terdengar. Terbayang sudah oleh Bondan. Seorang perempuan, tuan Putri yang seumur-umur hidup dimanja dan berkecukupan harus hidup seorang diri di dalam hutan selama ribuan tahun.

"Bahkan aku tidak bisa melihat darahku sendiri," ucap sang Putri pada Bondan yang terpaku turun Hidmat dan belasungkawa, Bondan turut berlutut di hadapan tengkorak itu.

"Bondan, aku mohon, bunuh aku, bagaimana pun caranya, aku mohon," ucap sang Putri dengan nada yang hampa. Sontak Bondan kaget dan itu hal yang tidak mungkin ia lakukan.

"Ini, gunakan pedang saya ini, mungkin dengan tangan orang lain, pedang saya ini bisa melukai saya, ini!" ucap sang Putri sambil membuka pedangnya dan menyerahkan pegangannya pada Bondan, Bondan yang kebingungan.

"Tidak tuan Putri, saya tidak bisa, tidak mungkin saya melakukan itu," ucap Bondan. Sang Putri menangis sejadi jadinya. Perlahan Bondan menyentuh sang Putri dan sang Putri pun merangkul Bondan dan menangis terisak di dada Bondan.

***

Akhirnya, Dul Karim sampai paling duluan ke ruangan di mana Carlos berada. Mereka beradu arah, Carlos yang berbalik arah sambil menodongkan pistol langsung kalap dan menembak sosok manusia berpelindung besi itu.

DORR! DORR!! DORR!!!

Beberapa kali tembakan spontan itu hanya satu kali mengenai dada Dul Karim yang berpelindung busa logam itu dan peluru kecil itu tidak berarti apa-apa.

"Woy! S***n! Don! Don Lee!!!" Carlos kalap dan merasa sial, ia seperti merasa percuma menembaki sosok berkostum aneh. Seperti kostum wayang orang atau pemain ludruk.

Carlos berlari, Dul Karim memanggil semua rekannya ke arah Carlos berlari.

"Ke arah saya! Semuanya!! Hati-hati, lawan punya pistol," bilang Dul Karim lewat headset.

"Don! Don Lee!!! Sebenarnya kita berurusan dengan siapa??" tanya Carlos begitu sampai di hadapan Don Lee.

"Apa maksudmu?" Don Lee tidak mengerti apa maksud Carlos.

"Dia, yang datang mengikuti kita seperti orang jaman Dulu, dia, dia menggunakan Jirah besi ukiran batik, seperti, sepertinya dari jaman dulu? Dia, dia kebal! Aku bisa gila!" ucap Carlos, Keringat dingin mengucur dari pelipisnya dan napasnya tersengal-sengal. Don Lee mengerutkan dahi dan ia sendiri berbalik dan menarik pelatuk.

"Ini tempat terkutuk! Bisa saja itu penjaga tempat ini yang hidup lagi dan bakal menghajar kita!!" teriak Carlos pada Don Lee yang penasaran dan mendatangi arah belakang. Jordy cs jadi ketar-ketir. Baru kali ini ia melihat dan dekat dengan seseorang yang memegang pistol dan berwajah brewok dan seram macam Carlos.

Dul Karim muncul dan tepat berhadapan dengan Don Lee yang sudah siap dengan todongan pistol. Tapi Don Lee tidak kalap seperti Carlos yang barbar. Don Lee berperangai tenang namun mematikan. Ia penuh perhitungan. Don mengamati Dul Karim dari ujung kepala sampai ujung kaki. Walau terhalang kumis palsu, Don Lee mampu mengenali Dul Karim.

"Aku kenal sorot matamu, aku tidak mungkin salah mengenali seseorang. Kau, kau penghianat tidak tahu di untung!" ucap Don Lee dengan nada meyakinkan dan gerahamnya sampai bergemerutuk. Geram.

"Don, apa yang kamu cari di tempat seperti ini?" tanya Dul Karim pelan sambil perlahan mengangkat tangan. Abe cs datang dan Dul Karim menghalau teman temannya itu agar tak menodong Don Lee.

"Hahaha! Lucu sekali, Dul Dul, akhirnya kita bertemu lagi. Tapi bagaimana kalian bisa tahu saya ada di sini? Carlos berkhianat??? Ah tidak, tidak mungkin," ucap Don Lee tiba-tiba ingat sesuatu yang sepertinya mustahil. Mustahil ada yang tahu kedatangannya ke tempat ini. Sejenak kemudian, Don Lee jadi berpikir, pasti rumor tentang cawan suci itu yang membawa Dul Karim ke situ. Kebetulan sekali.

"Singkirkan pistolmu dan kita bertarung sebagai laki-laki," ucap Dul Karim sambil perlahan membuka sarung tangan besi. Don Lee mengendurkan todongan pistolnya dan tersenyum lebar dan tanpa di duga, Don Lee seketika menembak Dul Karim dan Dul Karim yang mengelak tertembak di bagian pangkal leher.

DORRR!

"Akh!!" pekik Dul Karim kesakitan menjauhkan diri. Spontan Abe angkat senapan. Tapi Don Lee sudah melesat masuk dan berkelok di ruang berikutnya. Peluru-peluru yang meletus dari senapan Abe dan Gugun tidak ada yang mengenai sasaran.

DORR! DORR!!

TING!! TINNGGG!!!

Selongsong selongsong peluru-peluru jatuh berdenging di lantai batu tebal sepanjang lorong dan ruang pelarian Don Lee.

Carlos sudah siap dengan senapan besar. Terdengar suara senapan dan begitu derap pelarian Don Lee mendekat, Carlos sudah siap. Don Lee berbelok dan masuk, Carlos menampakkan diri dan langsung menembakkan senapannya. Abe yang paling depan hampir tertembak, Abe masih bisa mengelak. Tapi Gugun tidak sempat mengelak. Bersyukur keduanya mengenakan rompi anti peluru.

"Siall!!!" umpat Carlos sambil kembali sembunyi di balik dinding.

"Mereka polisi! Mereka polisi!!!" pekik Carlos menatap aneh ke arah Don Lee. Don Lee yang masih kelelahan sehabis tadi berlari. Yono dan Hendra hanya melongo tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi anak-anak muda itu, mereka merasa berada pada posisi yang amat berbahaya.

"Don Lee! menyerah lah!!! Kalian tidak bisa kemana mana? Tempat ini sudah kami kepung!!!" teriak Abe.

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

agak typo ya bang... didan jd dandi, jamil jd jamal.. but it's ok..

2021-03-06

1

Kodim Kribo

Kodim Kribo

seru lanjutkan thor

2021-02-18

1

lihat semua
Episodes
1 Suatu Puncak Peradaban
2 Keputusan Bondan
3 Pendakian
4 Tenda Tenda
5 Longsor
6 Lorong
7 Putri
8 Burung Besi
9 Kontak Batin
10 Situs
11 Instalasi Cawan Suci
12 Dua Sisi
13 Gani
14 Satu Kekhawatiran
15 Ekskavasi
16 Bondan dan Putri Kesepian Abadi
17 Sayembara
18 Mereka Datang
19 Perang Dimulai
20 Perang Besar
21 Bukit Tertinggi
22 Kau Adalah Dia
23 Bangsa Hannom
24 Menos
25 Kejutan Untuk Jerry
26 Cerita Empoh
27 Jalan Sesat
28 Diu Adalah Pengecualian
29 Kunjungan Tak Terduga
30 Undangan
31 Satu Pesta, Satu Kemalangan
32 Eksistensi
33 Penemuan Gani
34 Niat Untuk Bersatu
35 Kita Tidak Sendiri
36 Konfrontasi
37 Cerita Itu
38 Persiapan Penyerangan
39 Sergap Penyergap
40 Mereka Semakin Dekat
41 Kabar & Bahaya
42 Sekilas Info
43 Mereka yang Butuh Penjelasan
44 Kembali ke Bukit Halimun
45 Negosiasi atau Konfrontasi
46 Tabir Masa Lalu
47 Kemana Mereka Pergi?
48 Taupan dan Fani
49 Kawah Candradimuka
50 Mimpi Taupan
51 Perang Dunia Ketiga, Dimulai
52 Kembali Ke Bukit Halimun
53 Yang Lain
54 Back to Habbit
55 Dias
56 Taupan dan Fani
57 Ajakan Gani
58 Lawan Sesungguhnya
59 Perang Dunia Ketiga Di Mulai
60 Akhir dari Sebuah Pencarian Kesempurnaan
61 Invasi
62 Bondan, Sendiri
63 Seorang Ksatria
64 Awal Mula
65 Awal Mula bagian 2
66 Awal Mula 3 & 4
67 Awal mula 5
68 Persekutuan Baru
69 Para Pejuang
70 Dul Karim tidak Tinggal Diam
71 Seperti Wabah
72 Jerat
73 Sebuah akhir yang akan menjadi awal bagi yang lain
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Suatu Puncak Peradaban
2
Keputusan Bondan
3
Pendakian
4
Tenda Tenda
5
Longsor
6
Lorong
7
Putri
8
Burung Besi
9
Kontak Batin
10
Situs
11
Instalasi Cawan Suci
12
Dua Sisi
13
Gani
14
Satu Kekhawatiran
15
Ekskavasi
16
Bondan dan Putri Kesepian Abadi
17
Sayembara
18
Mereka Datang
19
Perang Dimulai
20
Perang Besar
21
Bukit Tertinggi
22
Kau Adalah Dia
23
Bangsa Hannom
24
Menos
25
Kejutan Untuk Jerry
26
Cerita Empoh
27
Jalan Sesat
28
Diu Adalah Pengecualian
29
Kunjungan Tak Terduga
30
Undangan
31
Satu Pesta, Satu Kemalangan
32
Eksistensi
33
Penemuan Gani
34
Niat Untuk Bersatu
35
Kita Tidak Sendiri
36
Konfrontasi
37
Cerita Itu
38
Persiapan Penyerangan
39
Sergap Penyergap
40
Mereka Semakin Dekat
41
Kabar & Bahaya
42
Sekilas Info
43
Mereka yang Butuh Penjelasan
44
Kembali ke Bukit Halimun
45
Negosiasi atau Konfrontasi
46
Tabir Masa Lalu
47
Kemana Mereka Pergi?
48
Taupan dan Fani
49
Kawah Candradimuka
50
Mimpi Taupan
51
Perang Dunia Ketiga, Dimulai
52
Kembali Ke Bukit Halimun
53
Yang Lain
54
Back to Habbit
55
Dias
56
Taupan dan Fani
57
Ajakan Gani
58
Lawan Sesungguhnya
59
Perang Dunia Ketiga Di Mulai
60
Akhir dari Sebuah Pencarian Kesempurnaan
61
Invasi
62
Bondan, Sendiri
63
Seorang Ksatria
64
Awal Mula
65
Awal Mula bagian 2
66
Awal Mula 3 & 4
67
Awal mula 5
68
Persekutuan Baru
69
Para Pejuang
70
Dul Karim tidak Tinggal Diam
71
Seperti Wabah
72
Jerat
73
Sebuah akhir yang akan menjadi awal bagi yang lain

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!