"Sanprada, Apa yang mungkin sekarang Gani lakukan di luar sana," ucap sang Raja pada sang Patih. Keduanya sedang santai di ruang perjamuan, menikmati buah-buahan.
"Ah, sudah lama sekali dia lari dari kita," jawab sang Patih sebelum mencecap teh.
"Perasaan saya tidak enak, padahal sebentar lagi kita akan mengadakan perhelatan akbar."
"Yah, yang Mulia seharusnya berbahagia, kita akan hajatan besar. Bayangkan itu, saya mohon, jangan berpikir yang macam yang Mulia," ucap sang Patih. sang Raja pun manggut-manggut kecil.
"Oh iya, apa undangan sudah disebar semua."
"Sudah, semua undangan sudah saya sampaikan pada semua raja sekutu kita. Hm, yang mulia ingat Gani mungkin karena soal undangan itu, kalo ada Gani, gak sampai seminggu semua undangan pasti sudah tersebar."
"Semoga kekhawatiran ku salah Sanprada, ayo kita lihat, sudah sampai mana pembangunan arena tanding itu."
"Mari, dengan senang hati yang Mulia."
Keduanya pun beranjak. Setiap pintu yang keduanya lewati selalu dibukakan oleh dua penjaga gerbang. Terakhir, begitu pintu gerbang besar yang terbuat dari paduan kayu tebal dan plat-plat logam terbuka, nampak lah se-hampar lapangan luas yang di kelilingi tempat duduk yang bertingkat-tingkat sedang dibangun oleh para raksasa yang tampak giat bekerja.
Tampak balok-balok batu sedang dipotong dan ditumpuk-tumpuk dengan rapi oleh para raksasa itu.
"Sebentar lagi, makhluk sombong dan serakah itu akan aku cabik-cabik dengan tanganku sendiri," bisik seorang raksasa pada temannya yang sedang mengukir sebongkah batu.
"Stt...! Jaga bicaramu, kita selesaikan saja bagian kita," jawab temannya lantas mendepak temannya itu untuk kembali bekerja.
***
Di dalam sebuah kamar yang luas dan penuh dengan ornamen hiasan yang terbuat dari emas berpadu permata. Tirainya dari kain sutra, kasur bantalnya dari bulu angsa, lantai marmer dan kaca jendela kristal yang bening licin seperti kaca.
Tampak putri Kemala sedang didanandani oleh seorang ahli rias kerajaan. Seorang ibu muda yang cantik dan montok.
Kemala duduk menghadap sebidang batu kristal kuarsa yang datar lurus dan belakangnya dilapisi karbon dan logam putih mengkilap. Itulah kaca di jaman itu dan hanya keluarga bangsawan yang bisa memilikinya. Selain bahannya mahal dan langka, cara membuatnya pun istimewa. Sebutir batu kuarsa bening diiris-iris presisi oleh pedang ksatria pilihan, atau Raksasa seniman.
Wajah sang Putri tampak pucat di pantulan kristal kuarsa itu. Akhir akhir ini, tidurnya selalu dilanda kegelisahan.
"Tidak kah aku punya hak untuk memilih pasanganku sendiri?" pertanyaan itu yang jawabnya tidak memuaskan, selalu menggangu ketenangannya.
"Aku menyesal telah menjadi putri Raja," ucap Kemala meluncur begitu saja.
"Jangan begitu tuan Putri, pangeran yang mana pun, semuanya gagah-gagah dan tampan-tampan semua. Percaya sama Bibi," ucap si juru rias sambil mulai menata rambut panjang Kemala.
"Entahlah, saya hanya merasa ada sesuatu yang salah. Tapi ini sudah Ayah putuskan," ucap sang Putri dengan nada yang lebih pelan dan akhirnya menelan ludah. Getir.
***
Gani tampak sedang berbincang dengan seorang bertubuh kekar dan berjubah hitam di atas sebuah bukit yang lapang. Dia lah ketua Derg.
"Selama ini, kami hanya dianggap siluman, dan diasingkan karena kemampuan kami yang selalu utuh kembali. Bahkan leluhur kami karena jasadnya tidak diterima bumi mereka jadikan pajangan," ucap ketua Derg penuh ketidakpuasan. "Dan kau bilang, sekarang mereka mau menjadi yang terkuat dan mengatur kehidupan kami bahkan tidak segan-segan memusnahkan kami, melempar kami ke kawah candradimuka bila kami tidak mau patuh."
"Benar sekali Ketua, saya saja tidak setuju, kekuatan yang absolut hanya akan melahirkan perbudakan dan tirani," ucap Gani perlahan dan penuh hormat dengan dada sedikit membungkuk.
"Saya tinggalkan semua kehormatan dan jaminan hidup yang penuh kemewahan demi sebuah keadilan. Sekarang saya, selama ini saya hidup dan membaur bersama manusia biasa di pedalaman hutan hujan. Hidup sama rata sama rasa itu indah Ketua," lanjut Gani.
Ketua Derg menghampiri dan menyentuh bahu Gani. Gani muda yang bertubuh jangkung namun kurus itu kemudian ia peluk.
"Kau hebat saudaraku, kau tahu, kami sudah akrab dengan rasa sakit bahkan kematian," ucap Derg di kuping Gani lalu melepaskan pelukan persahabatan itu. Lalu sambil kedua tangannya bertumpu di bahu Gani, ketua Derg berucap lagi dengan penuh optimisme.
"Katakan pada raja Fardal dan tuan muda Hilbount. Aku turut serta, di garis paling depan bila perlu."
"Terima kasih, terima Ketua," senyum Gani lebar dan penuh kebanggaan.
***
"Kami pernah bekerja sama dengan mereka, mereka memang serakah, mereka punya armada laut yang kuat," ucap tuan muda Hilbount. Seorang manusia setengah kera yang berbulu putih. sebagai info, setiap generasi manusia setengah kera itu, pasti ada seorang kera albino dengan tingkat kebijaksanaan yang sangat baik. Jadi, bangsa manusia setengah kera itu tidak perlu memilih pemimpin. Si Kera albino mereka jadikan pemimpin alami di setiap generasi sesuai tradisi.
Gani sejenak menikmati buah-buahan yang disuguhkan.
"Kami tahu kekuatan mereka, ini seperti tindakan bunuh diri," lanjut tuan muda Hilbount.
"Tapi kita tidak sendiri, kerajaan Hobbit, kerajaan Raksasa dan kaum Rawarontek turut serta."
Sejenak tuan muda Hilbount menarik napas. Dadanya terasa sesak.
"Sejarah akan selalu terulang, sampai keadilan yang seadil-adilnya ditegakkan. Baiklah, ini panggilan alam. Seolah alam meminta kita bergerak untuk sejarah peradaban dan demi perdamaian abadi sesama mahluk ciptaan Tuhan.
***
"Beruntung sekali yah, pangeran yang nanti berhasil menang sayembara," ucap seorang pemuda di sudut pasar bersama kedua temannya. Ketiganya berwajah lusuh dan pakaian Kumal.
"Dari lahir, pangeran itu hidup enak, pas dewasa menang sayembara dan menikahi putri raja plus naik tahta," lanjut pemuda kumal itu lantas meminum minumannya. sejenis ramuan herbal untuk obat pegal-pegal. Ketiga pemuda itu buruh pikul di pasar besar itu.
"Pantas kau selalu tampak muram. Sudah muram, jelek lagi, hehehe, rupanya kau selalu merasa iri sama orang lain," jawab salah satu temannya sambil membaca selembaran pengumuman tentang perayaan sayembara itu.
"Iya, kamu itu harus bersyukur, kau sendiri bilang, tetangga kau ada yang cacat dari lahir dan menderita sampai detik ini. Bayangkan itu, kau masih beruntung dibanding dia, kau sehat dan mampu bekerja kawan," ucap satu lagi temannya.
"Tuan Putri datang! Tuan Putri membawa keberkahan!!!" teriak seorang pedagang sambil berlari-lari kecil ke tengah kerumunan. Ia disambut sorak-sorai penghuni pasar yang lain. Tidak luput ketiga pemuda tukang pikul di sudut pasar itu. Ketiganya berdiri dan jadi penasaran ingin melihat sang Putri murah hati dan terkenal cantik itu.
"Kita taruhan, kalo saya bisa ngobrol dengan tuan Putri, Apa taruhannya?" tantang salah satu pemuda dekil itu.
"Hm, ngimpi kamu Raiman, tapi baiklah, kalo kau bisa ngobrol sama sang Putri, aku traktir kamu makan siang," ucap salah satu temannya yang tadi murung itu.
Tampak ditengah kerumunan, di atas punggung gajah, seorang perempuan cantik jelita dengan mahkota berkilauan sedang tersenyum membalas sapa para warga yang begitu antusias. Para pengawal mengelilinginya di atas kuda dengan Jirah besi dan senjata lengkap. Jadi warga yang mendekat tidak bisa menyentuh sang Putri secara langsung.
Ketiga pemuda dekil itu beranjak dan menyeruak di antara kerumunan. Ketiganya pun berhasil mendekat.
"Tuan Putri! kenapa tidak tuan Putri saja yang menjadi raja kami!! Kenapa harus lelaki saja yang bisa menjadi raja?" teriak Raiman dengan suara lantang dan memancing perhatian semua orang. Tuan Putri pun menoleh dan memperhatikan pemuda dekil berwajah polos itu. Pemuda itu berwajah seperti Bondan di jaman modern.
"Ini semua demi sebuah tradisi," jawab sang Putri. semua orang jadi bungkam. Satu dua orang jadi manggut-manggut atau kasak-kusuk dengan sesamanya.
"Saya senang sekali kalo tuan Putri jadi raja, dan sepertinya semua orang yang ada di sini setuju kalo tuan Putri jadi raja, bukan begitu?!!" ucap Raiman kemudian pada khalayak.
"Iya, kami setuju!!"
"Ya! Tidak perlu sayembara yang hanya membahayakan Patih kita!!!"
"Hidup tuan Putri!!! Hidup tuan Putri!!!"
"Tenang!! Semuanya harap tenang," ucap sang Putri Kemala sambil tersenyum dan mengangkat tangan. Khalayak pun redam dan senyap kemudian, sang Putri kembali berucap.
"Siapa namamu?" ucap sang Putri pada pemuda dekil itu.
"Nama saya Raiman," jawabnya dengan nada sopan.
"Raiman, setiap keputusan raja, adalah catatan sejarah, Ayah saya tidak mau, sejarah mencatat, ialah satu-satunya raja yang tidak mengikuti tradisi sayembara," ucap sang Putri lembut dan penuh wibawa. Bibirnya yang merah seakan berkilauan terkena terik matahari begitu serasi dengan wajah yang bersih merona.
Khalayak puas akan jawaban sang Putri yang ternyata bukan hanya cantik dan baik. Tapi juga pintar dan bijaksana.
Raiman begitu kagum pada sang Putri cantik jelita itu. Mata Raiman pun berbinar-binar.
"Kalian bisa hidup bebas dan tidak banyak aturan. Asal keluarga senang, asal hidup rukun dan tidak menentang pemerintah, kalian bebas. Bebas pergi kemana saja dan berbuat apa saja. Tapi kami, kami yang bertanggung jawab menjaga keamanan kalian, kami yang bertanggung jawab menjaga kecukupan dan hidup layak kalian, kami harus hati-hati mengambil keputusan. Kami harus juga menjalankan tradisi" ucap sang Putri.
"Sekarang, bubarlah, kita beraktivitas seperti biasa, mungkin ini hari adalah terakhir saya berkunjung ke pasar ini sampai waktu sayembara tiba."
"Maaf tuan Putri, apa kami boleh menonton sayembara itu?" tanya Raiman.
"Tentu, kau baca saja pengumuman yang sedang di sebar. Semua boleh datang dan menonton. Ini pesta kalian dan bersenang-senang lah, dan jadilah saksi sejarah," ucap sang Putri sambil perlahan melanjutkan perjalanan dan kerumunan pun mulai membubarkan diri dengan tertib.
"Tuan Putri! apa tradisi tidak bisa diubah?" tanya Raiman. sang Putri beserta puluhan pengawalnya pun berhenti dan sang Putri menoleh dengan senyuman.
"Andai tradisi bisa diubah, saya mau minum teh dan ngobrol panjang lebar berdua dengan kamu Raiman," ucap sang Putri lantas melempar senyum dan kembali berlalu.
Raiman nyengir mendapatkan senyum sang Putri yang hanya untuknya itu. sang Putri sudah jauh, tapi Raiman belum beranjak sampai kedua temannya bosan.
"Sudah sudah! Ayo kita kerja lagi," ajak temannya Raiman sambil membawa bahu Raiman.
"Eit! jangan lupa, traktir makan siangnya,"
"Iya, iya, tenang aja,"
"Hebat kamu Man. Aku boro-boro bisa ngomong sama tuan Putri, melihat wajahnya saja aku mau pingsan hehehe!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Kodim Kribo
semangat dan lanjut thor
2021-03-08
1
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
suka
2021-03-07
1