Don Lee mendatangi seorang temannya. Teman lama yang punya helikopter dan ahli menyelundupkan narkoba dengan terbang rendah menghindari radar.
Namanya Carlos, nama panggilan. Si Carlos begitu nge-fans pada bandar-bandar Narkoba dari Amerika latin sehingga ia mau disebut Carlos.
Carlos menyambut Don Lee dengan hangat. Carlos membuka kacamata hitamnya dan menyalami Don Lee.
"Aku kira aku kedatangan hantu, hantu penasaran yang datang menagih hutang. Hahaha!"
"Carlos adikku, jasamu lebih besar dari hutangmu," ramah Don Lee sambil kemudian merangkul Carlos.
"Mendadak sekali, ada apa ini," ucap Carlos sambil membawa Don Lee ke ruang tamu. Rumah Carlos adalah sebuah villa terpencil dekat hutan pesisir selatan.
"Semua hutangmu saya anggap lunas dan ini buat kamu, Tapi?" ucap Don Lee terhenti. Sambil tersenyum lebar ia membuka koper kecil yang dari tadi ia jinjing dan tunjukkan isinya. Puluhan gepok uang tunai.
Sontak Carlos terbelalak.
"A- apa ini, untuk apa ini???"
"Saya perlu helikopter dan Kamu. Temani saya mencari suatu tempat di dalam hutan," ucap Don Lee dengan begitu menyakinkan.
***
Lima belas menit sudah Jordy dan temannya berjalan menelusuri lorong itu. Tapi tidak menemukan apa-apa. Hanya lorong batu hitam yang dingin dan gelap.
PLARR! PLARRR!!
Langkah mereka terdengar makin menggema.
"Mana harta Karunnya Bang?" rengek Tessa.
"Sabar," jawab Jordy dengan mata jeli.
Akhirnya mereka menemukan sebuah pintu kayu yang sudah rapuh. Pintu kayu tebal yang menutupi lorong. Jadi, mau tidak mau kalau ingin melanjutkan perjalanan berarti harus membuka pintu itu.
"Pintu? Ini pintu!" ucap Ilham sambil meraba-raba. Begitu juga Jordy. Tessa dan Della saling berpegangan dengan erat. Keduanya takut akan apa yang mungkin ada di dalam pintu itu.
"Bagaimana kalo ternyata ada hantu di balik pintu itu. Syukur-syukur harta Karun," ucap Tessa.
Jordy dan Ilham mulai mencari celah atau apapun itu.
"Sudah rapuh, ayo! Kita dobrak saja!" saran Jordy. Ilham mengangguk. Tapi Tessa dan Della malah tampak makin cemas.
BRAKK!!
BRUKKK!!
Tanpa aba-aba, Jordy dan Ilham menendang pintu itu secara bersamaan dan berhasil, pintu rapuh yang sudah seperti gabus foam board itu pun ambruk dan nampak lah. sebuah aula yang luas dan gelap.
Jordy mengedarkan senter hp itu ke sekeliling. Luas ruangan itu sebesar lapang badminton dengan tiga buah pintu besar di tiga sudut ruangan.
Mereka mulai meraba-raba dan menyisir sekeliling ruangan itu. Dinding batu, lantai batu dan atapnya juga batu. Tapi atapnya tampak seperti kubah. Setengah lingkaran dan melengkung.
"Mantap Ham, ini pasti kita yang pertama menemukan tempat ini. Itu artinya, kalaupun kita tidak menemukan harta Karun, kita menemukan tempat bersejarah. Pasti, ini tempat bersejarah. Kira-kira tempat ini dibangun pada jaman kerajaan apa yah?" ucap Jordy sambil terkagum-kagum.
"Mana gue tahu, aw!" Pinggang Ilham menabrak sebuah benda. Sepertinya meja dan deretan kursi kayu. Ternyata benar, setelah Jordy mendekat dan mengedarkan senter.
"Kita sepertinya berada di ruang pertemuan, atau ruangan makan," ucap Jordy sambil menggoyang-goyangkan kursi kayu yang sudah lapuk. Tapi table top nya itu kokoh. sepertinya terbuat dari batu marmer, warna broken white. Benda-benda di atas meja juga tampak awet. Sepertinya tempat ini begitu tertutup, bahkan Lamat dan laba-laba dan debu pun, hampir tidak ada.
"Ada lilin, yah, ini lilin!" ucap Tessa pada benda yang lonjong dan bersumbu di tengah meja. meja itu besar dan banyak lilin berdiri berjejer di tengah meja.
"Ham, lilin ditemukan sejak kapan ya?" tanya Jordy pada Ilham dengan wajah serius dan bingung.
"Mana gue tahu, bisa jadi sejak jaman purba, sejak manusia melihat lemak hewan yang menyala saat dibakar," jawab Ilham .
"Pinter juga lu Ham,"
"Aku harap, disini ada kamar mandi dan pakaian putri raja. Aku pengen mandi!!!" ucap Tessa.
Ilham ingat, ia mengantongi mancis. Ia pun segera merogoh saku dan ternyata benar. Ia punya mancis dan segera menyalakan lilin itu. Lilin berhasil dinyalakan dan mereka sangat bersyukur.
"Sini, hp akunya, hemat baterai," pinta Tessa dan Jordy pun mengerti dan menyerahkannya.
***
Carlos membuka peta besar di dinding dan mencocokkannya dengan peta kecil yang Don Lee bawa.
"Berarti kita memutar, lewat sini, sampai sini." Lagak Carlos seperti seorang komandan militer yang sedang memberikan arah jalan pada murid baru di kelas strategi.
"Kapan kita mulai," tanya Carlos sambil memadamkan puntung di atas asbak.
"Sekarang juga," jawab Don Lee.
Karena kehausan dan bekal air mineral sudah habis, Bondan mendekati sungai, meminum airnya dan mengisi botol minumnya. Bondan yakin, air sungai itu sangat bersih.
Tapi sebuah benda membuat Bondan terpaku. sebuah kelopak bunga berwarna merah padam yang hanyut tepat di hadapannya saat menadah air membuatnya aneh dan seolah ia ingat sesuatu, tapi apa(?)
"Ini hutan lindung yang lebat dan penuh dengan pohon-pohon besar. Darimana asalnya kelopak bunga mawar ini???" pikir Bondan sambil mengamati, membolak-balik kelopak bunga itu.
Bondan jadi penasaran dan terus menyusuri sungai. Jalan makin menanjak dan semak belukar semakin tinggi. Bondan kembali keluarkan parang.
***

Sementara itu, Jordy dan teman-temannya sepakat tetap bersama dan memilih satu pintu untuk mereka masuki bersama. Awalnya Della yang menyarankan.
"Ingat, jangan sampai berpisah. Ingat film horor. Kalau kita berpisah, kita akan dihabisi satu persatu sama hantu," celetuk Della. Semuanya setuju.
Setelah pintu terbuka, pintu yang sudah rapuh. Mereka terbelalak, mendapati banyak tengkorak berbaju bergelimpangan di lantai. Tengkorak-tengkorak itu mengenakan baju besi. Sepertinya mereka adalah prajurit lengkap dengan senjata pedang, tameng dan panah.
Jordy yang paling depan berjalan sambil menerangi dengan lilin mulai meraba-raba. Tengkorak-tengkorak itu sudah rapuh. Seperti boneka tanah liat yang tipis dan getas.
"Lihat ini pedangnya, tidak karatan! Kok bisa yah? bahannya dari logam apa yah??" ucap Jordy sambil mengambil satu pedang dari dekat tengkorak itu.
"Kalo dilihat dari pakaiannya, mereka teman semua," bilang Ilham .
"Yah, tidak ada tengkorak dalam keadaan tertusuk senjata," tambah Jordy
"Lalu? Mereka tewas karena apa?" ucap Tessa dan itu membuat mereka saling pandang tak mengerti.
"Gas beracun mungkin, ini kan di bawah tanah?" ucap Della.
"Ah, entahlah! Ham, lu pegang satu senjata. Nih," ucap Jordy sambil ia sendiri memilih sebuah pedang dan menyerahkan lilin pada Tessa. Ilham dan Jordy kini memegang pedang, Tessa dan Della memegang lilin. Lalu mereka melewati puluhan tengkorak yang bergelimpangan tak beraturan di lorong itu. Lorong yang panjang, lorong yang gelap.
***
Bondan yang penasaran dengan kelopak bunga itu terus membabat semak belukar yang menghalangi jalannya menyusuri hulu sungai. Sampai akhirnya ia sampai ke tanah lapang dan pinggiran sungainya penuh dengan batu. Bondan kembali mendapati kelopak bunga yang terhanyut. Mendadak ia ingat mimpinya, mimpi tentang kelopak bunga yang berjatuhan dari langit. Bondan pun kembali bangkit dan semakin penasaran.
Tanah lapang semakin lapang, aliran sungai tampak tenang karena tanah sekitarnya sekarang datar dan satu pemandangan yang aneh Bondan dapati. Ia mendapati taman bunga dan susunan batu-batu bulat berwarna-warni. Batu-batu agate sebesar kepalan tangan itu seperti disusun melingkar dan berbaris. Rapi sekali. Bunga-bunga Mawar berwarna-warni sampai bunga sepatu tertata rapi di pinggiran sungai itu. Jelas ini man made. Bondan yakin, tapi siapa yang membuat taman bunga seluas itu di sebidang tanah lapang di pinggir sungai di tengah hutan?
Bondan pun perlahan mendekati taman bunga itu. Aroma lembut dari bunga-bunga itu membuat Bondan merasa sedang melewati toko parfum. Saking anehnya, Bondan sampai mengelus lengan sendiri. Ini bukan mimpi. Di ujung terjauh taman bunga itu, bondan menemukan jalan setapak yang terbentuk dari susunan batu ceper yang berkelok dan tertata rapi. ia kembali menengok ke pinggir sungai sebelah atas, dan ia yakin, susunan batu itu aman dan nyaman untuk mandi. Ia yakin, ada orang di tempat itu.
Bondan pun bergegas menelusuri jalan setapak itu. ia berjalan diantara beberapa kupu-kupu yang lincah dan anggun beterbangan.
Sepi,
Dingin
Asri dengan tanaman keladi berwarna warni di kanan kiri jalan. Bunga, lagi-lagi tanaman bunga. Kali ini banyak bunga Kamelia dan bunga lainnya dengan kelopak yang kecil-kecil. Bondan tidak hapal jenisnya. Jalan setapak itu menanjak lalu menurun dan tertuju ke sebuah gubuk.
Dugaan Bondan benar, ada orang disini. Taman bunga itu terawat, jalan setapak berbatu ini tidak berlumut. Setiap hari ada orang lewat.
Perhatian Bondan kini tertuju pada gubuk itu. Gubuk kecil yang terbuat dari batu berbalut tanah liat. Seperti rumah jamur atau rumah Hobbit yang agak menjorok ke dalam tanah tapi tingginya cukup bagi manusia biasa memasukinya. Pintunya Kayu dan tanpa jendela depan. Bondan pun sampai dan celingukan sendiri.
sepi.
tidak ada suara apapun, hanya bisikan daun karena angin yang lembut.
Bondan menaruh parang dan ranselnya lalu mengetuk pintu.
TOK! TOK!!
"Ada orang di dalam!" ucap Bondan setengah berteriak.
Tidak ada jawaban. Sunyi tetaplah sunyi, sepi mendasar sampai ke hati.
Sebuah bayangan turun. Seperti sesuatu yang berjuntai dan menari-nari tersibak angin turun dari atas tepat di belakang bondan. Bondan merasa ada sesuatu atau seseorang yang tiba-tiba berada tepat di belakang dirinya.
Perlahan Bondan menoleh dan ternyata ujung sebilah pedang yang sepertinya tajam dan mengkilap tepat menuding wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
mampir lagi kak
2021-04-09
2
Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope
😘💯❤️👍🌻🌹
2021-04-06
3
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
fotonya keren tau...
2021-03-06
0