Mereka Datang

Malam kemudian, Raiman dan Tarji sedang duduk-duduk di atas benteng batu yang yang langsung menghadap ke kanal. Keduanya sudah puas melahap satu keranjang buah-buahan.

"Euuu!" Tarji bersendawa sambil mengelus perut buncitnya yang sudah penuh buah-buahan.

"Kenyang banget Man. Aduh, jadi ngantuk nih," ucap Tarji, kemudian ia menguap.

"Kau lihat itu? Perahu-perahu besar yang berjejer, lampu-lampu besar itu dan tentu para penari yang cantik-cantik di dermaga itu. Indah sekali, bersyukur kita terlahir di negeri yang sangat indah ini. Bahkan kita yang hanya berprofesi sebagai buruh di pasar saja, bisa hidup layak."

"Ya sudah kubilang, ini semua karena Raja kita yang sangat baik," sahut Tarji. Tangan Tarji masih saja mengambil sebutir anggur meski mulutnya sudah malas mengunyah.

"Aku jadi berpikir, bagaimana nanti kalo Raja kita sudah turun tahta dan diganti oleh seorang pangeran. Pangeran asing yang belum tentu se-bijaksana Raja kita," ucap Raiman dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.

"Ah, kau ini, jangan berpikir yang tidak-tidak. Ayo ke alun-alun lagi, katanya ada pesta musik dan tarian dari kerajaan Hujjr," ingat ke situ mata dan pikiran Tarji melek lagi.

"Katanya kau ngantuk. Lagian, nanti kita gak kebagian tenda lagi buat tidur, seperti malam kemarin."

"Halah, gampang urusan tidur itu, di atas rumput pun jadi. Ayo! Kau tahu sendiri, perempuan-perempuan dari kerajaan Hujjr cantik-cantik dan montok-montok, hehehe!" Tarji pun menarik Raiman. Di antara orang-orang yang masih banyak berlalu lalang, Raiman yang berjalan malas-malasan menyenggol seorang bocah kerempeng. Bocah itu sampai terpelanting jatuh dan segera di tolong oleh teman-temannya.

"Aduh! maaf, maaf!" celetuk Raiman sambil hendak membantu bocah itu untuk bangun. Tapi teman-teman bocah berjubah hitam itu melarang Raiman.

"Sudah! Sudah, tidak apa-apa. Lain kali, kalian kalau jalan hati-hati," ucap salah satu bocah itu yang sama kerempengnya. Raiman merasa ada yang aneh. Bocah-bocah itu sepantaran. Jumlahnya belasan dan pakaiannya sama, jubah hitam kebesaran dengan penutup kepala. Tapi yang paling membuat Raiman merasa aneh adalah, perkataan salah satu bocah itu. Seperti perkataan orang dewasa.

"Kalian yang harusnya hati-hati. Masih kecil jam segini masih keluyuran!"

"Sudah, sudah," Raiman membawa Tarji menjauhi bocah bocah aneh itu. Tarji yang masih ngoceh dan masih tersungut-sungut itu berhasil Raiman bawa menjauh. Bocah-bocah itu pun kembali melangkah dengan perlahan dan teratur. Sesekali Raiman menoleh dan memperhatikan gerak-gerik para bocah itu. Gerakannya lambat dan tampak sering bisik-bisik dengan sesamanya.

"Aneh sekali," gumam Raiman. Tapi Tarji mendengarnya.

"Aneh kenapa?"

"Ah sudah lah. Ayo, pertunjukannya segera dimulai."

***

Para raksasa sedang berkumpul di tanah lapang. Sepertinya sedang diberi pengarahan atau strategi perang oleh para panglima perangnya. Parang dan Kampak mereka besar besar. Tapi kebanyakan dari mereka bersenjatakan gada. Lingkar gada-nya sebesar bandul beton. Seimbang dengan tubuh mereka yang tinggi badannya 5 sampai 6 meter. Seperti kesepakatan awal, mereka bertugas menjebol benteng-benteng pertahanan agar pasukan manusia setengah kera dan yang lainnya mudah untuk masuk dan menyerang. Begitu pula pasukan manusia setengah kera, mereka sedang sibuk merapikan busur panah dan mengasah pedang. Tapi yang dilakukan para Hobbit berbeda, meski ada juga yang mengasah senjata, tugas kaum Hobbit membaur dengan manusia dengan menyerupai wujud anak anak kecil. Sebelumnya mereka sibuk meramu racun di beberapa kwali besar. Sebagian dari kaum Hobbit itu duduk bersila, melingkar. Mereka merapalkan mantra-mantra. Suasananya begitu gaduh.

Berbeda dari para sekutunya itu, kaum Rawarontek hampir seluruhnya membaur dengan para penonton dan pengunjung di alun-alun dimana sayembara itu dilangsungkan. Karena memang wujud mereka tidak berbeda dengan manusia biasa, mereka bisa membaur. Bahkan ketua Derg, selalu duduk di tengah penonton yang lain.

Hari ketiga sayembara, tinggal Tiga pangeran yang belum belum bertarung. Patih kerajaan Atlantea begitu tangguh dan tak terkalahkan, meski usianya tidak lagi muda, ia masih sanggup membuat para pangeran itu bertekuk lutut.

"Sekarang kan tinggal Tiga lagi, Bagaimana kalo yang satu mengalahkan Patih? Sementara yang dua kan belum bertarung?" Tanya Tarji.

"Ya berarti, satu persatu melawan yang mengalahkan Patih itu," jawab Raiman. Keseriusannya menonton pertandingan sayembara selalu diganggu pertanyaan-pertanyaan Tarji.

"Oh,"

"Sudah diam, pertarungannya mulai seru tuh."

Sang Patih terjungkal dengan mulut mengeluarkan darah. Ia terkena pukulan yang sangat keras dari lawannya. Lawannya kali ini sepertinya mempunyai ilmu beladiri yang tinggi. Gerakannya cepat dan hampir tak terlihat. Raja tampak cemas, begitu pula putri Kemala. Pikirannya terus membelukar, "Dia kah yang akan menjadi suamiku?"

"Horeee!!! Pangeran Anggara memang hebat!!" teriak seorang penonton memecah kesunyian penonton dan disambut riuh rendah dan sorak sorak penonton lain. Terutama keluarga kerajaan si pangeran Anggara itu. Senyum lebar menghiasi wajah mereka.

Sang Patih kembali bangkit dengan kepayahan dan pangeran Anggara tidak sia-siakan kesempatan.

BUKKK!

Tendangannya mengena dada sang Patih dan saking kerasnya tendangannya itu, sang Patih kembali terpelanting dan tersungkur di tanah kering berdebu. Darah yang mengucur berpadu dengan debu dan terik matahari sungguh membuatnya pening dan tak bisa bangkit lagi.

"Hore!!!"

"Patih kalah! Patih kalah!!!"

"Sial!" Tarji sampai memukul telapak tangan sendiri. "Patih kalah Man," Raiman di sampingnya juga tampak kecewa.

Sang Wasit pun menghentikan pertarungan dan sang Patih segera mendapatkan pertolongan.

Suasana mendadak suram, hanya sebagian kecil penonton yang berdiri dan bersorak gembira.

Kemala berjingkat dari tempat duduknya. Dua orang pengawal dan seorang pendamping mengejar sang Putri.

Sang putri masuk kamar dan membanting pintu.

BRUK!!!

Pertarungan usai dan pemenang sudah di umumkan. Tapi masih ada dua pertandingan penentu dan itu di langsung kan besok pagi.

"Aku gak setuju, kalo pangeran itu yang menang. Udah item, jelek lagi. Gak cocok banget sama tuan Putri," keluh Tarji saat meninggalkan tribun, berhamburan dengan yang lain.

"Hus! Jaga bicara kau, gitu gitu juga dia anak raja," ucap Raiman.

***

Seekor burung kecil, terbang bebas dan hinggap di balkon batu dimana Kemala berada. Burung itu lincah sekali dan tidak takut pada Kemala atau ia tidak sadar kalo Kemala adalah manusia. Kemala yang terpaku memang seperti patung. Patung porselen yang licin dan mulus sempurna rupanya sedang bersusah hati dan merenung dalam.

Ingin sekali ia menjadi burung kecil itu. Bebas memilih pasangan dan terbang kesana kemari.

"Tuan Putri, sebentar lagi jamuan makan malam," seuntai suara lembut dan penuh sopan itu mengusik kesendirian Kemala. Pemilik suara itu ada seorang dayang atau pendamping. Perawakannya sama persis dengan Kemala. Mendadak Kemala menemukan sesuatu dalam benaknya.

"Besok, sebelum matahari terbit, kamu datang ke kamar ini ya," titah sang Putri.

"Ia tuan Putri, Tapi-"

"Sudah kau ikuti saja apa kataku," ucap Kemala sambil beranjak.

"Ayo, pakaian mana yang harus saya kenakan sekarang."

"Sebelah sini tuan Putri,"

***

Gani melesat menemui tuan muda Hilbout yang sedang berunding dengan para pemimpin pasukannya. Dari pasukan busur panah, pasukan kuda dan pasukan pasukan lainnya.

"Kabar baik tuan, Patih sudah dikalahkan. Besok adalah penentuan pemenang dan hari penyerangan kita," ucap Gani yang tiba-tiba muncul sambil menunduk penuh hormat.

"Baiklah, kami sudah sangat siap," jawab tuan muda Hilbout lalu mengangkat pedang sambil berteriak.

"Kemenangan sudah di depan mata!"

"Jayalah bangsa Hannom! jayalah bangsa Hanom!!" sambut puluhan pimpinan pasukan manusia setengah kera itu dan di ikuti oleh ribuan pasukan di belakangnya.

"Jayalah bangsa Hannom!!!"

"Jayalah bangsa Hannom!!!"

Gani tersenyum simpul dan undur pamit lalu kembali melesat entah kemana.

***

Di tempat yang berbeda, raja Fardal yang sedang bersama 4 panglima perang dari bangsa Raksasa berucap dengan begitu serius.

"Rencana persekutuan kita adalah menghancurkan intalasi cawan suci itu dan membunuh semua raja yang telah meminum air suci itu. Sehingga tidak adalagi yang bisa hidup abadi dan menjadi dewa yang tak terkalahkan. Itu rencana awal, sehingga semua bangsa bisa hidup damai dan rukun tanpa ada satu bangsa pun di atas bangsa lain. Tapi," sampai di situ raja Fardal menatap satu persatu para panglima yang sedang bersamanya itu yang duduk melingkari meja batu besar.

"Tapi bagaimanapun, kita punya rencana sendiri, seperti kemarin saya saya katakan. Kalian siap?"

"Siap yang mulia!"

"Yah, kami sangat siap,"

Terpopuler

Comments

Yamazakura

Yamazakura

sibuk dulu ya, maaf

2022-04-20

1

Liany

Liany

semangat lanjut thor.. feedback ya

2021-03-25

1

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

Carlos parnoan lihat orang kebal..😂😂

2021-03-21

2

lihat semua
Episodes
1 Suatu Puncak Peradaban
2 Keputusan Bondan
3 Pendakian
4 Tenda Tenda
5 Longsor
6 Lorong
7 Putri
8 Burung Besi
9 Kontak Batin
10 Situs
11 Instalasi Cawan Suci
12 Dua Sisi
13 Gani
14 Satu Kekhawatiran
15 Ekskavasi
16 Bondan dan Putri Kesepian Abadi
17 Sayembara
18 Mereka Datang
19 Perang Dimulai
20 Perang Besar
21 Bukit Tertinggi
22 Kau Adalah Dia
23 Bangsa Hannom
24 Menos
25 Kejutan Untuk Jerry
26 Cerita Empoh
27 Jalan Sesat
28 Diu Adalah Pengecualian
29 Kunjungan Tak Terduga
30 Undangan
31 Satu Pesta, Satu Kemalangan
32 Eksistensi
33 Penemuan Gani
34 Niat Untuk Bersatu
35 Kita Tidak Sendiri
36 Konfrontasi
37 Cerita Itu
38 Persiapan Penyerangan
39 Sergap Penyergap
40 Mereka Semakin Dekat
41 Kabar & Bahaya
42 Sekilas Info
43 Mereka yang Butuh Penjelasan
44 Kembali ke Bukit Halimun
45 Negosiasi atau Konfrontasi
46 Tabir Masa Lalu
47 Kemana Mereka Pergi?
48 Taupan dan Fani
49 Kawah Candradimuka
50 Mimpi Taupan
51 Perang Dunia Ketiga, Dimulai
52 Kembali Ke Bukit Halimun
53 Yang Lain
54 Back to Habbit
55 Dias
56 Taupan dan Fani
57 Ajakan Gani
58 Lawan Sesungguhnya
59 Perang Dunia Ketiga Di Mulai
60 Akhir dari Sebuah Pencarian Kesempurnaan
61 Invasi
62 Bondan, Sendiri
63 Seorang Ksatria
64 Awal Mula
65 Awal Mula bagian 2
66 Awal Mula 3 & 4
67 Awal mula 5
68 Persekutuan Baru
69 Para Pejuang
70 Dul Karim tidak Tinggal Diam
71 Seperti Wabah
72 Jerat
73 Sebuah akhir yang akan menjadi awal bagi yang lain
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Suatu Puncak Peradaban
2
Keputusan Bondan
3
Pendakian
4
Tenda Tenda
5
Longsor
6
Lorong
7
Putri
8
Burung Besi
9
Kontak Batin
10
Situs
11
Instalasi Cawan Suci
12
Dua Sisi
13
Gani
14
Satu Kekhawatiran
15
Ekskavasi
16
Bondan dan Putri Kesepian Abadi
17
Sayembara
18
Mereka Datang
19
Perang Dimulai
20
Perang Besar
21
Bukit Tertinggi
22
Kau Adalah Dia
23
Bangsa Hannom
24
Menos
25
Kejutan Untuk Jerry
26
Cerita Empoh
27
Jalan Sesat
28
Diu Adalah Pengecualian
29
Kunjungan Tak Terduga
30
Undangan
31
Satu Pesta, Satu Kemalangan
32
Eksistensi
33
Penemuan Gani
34
Niat Untuk Bersatu
35
Kita Tidak Sendiri
36
Konfrontasi
37
Cerita Itu
38
Persiapan Penyerangan
39
Sergap Penyergap
40
Mereka Semakin Dekat
41
Kabar & Bahaya
42
Sekilas Info
43
Mereka yang Butuh Penjelasan
44
Kembali ke Bukit Halimun
45
Negosiasi atau Konfrontasi
46
Tabir Masa Lalu
47
Kemana Mereka Pergi?
48
Taupan dan Fani
49
Kawah Candradimuka
50
Mimpi Taupan
51
Perang Dunia Ketiga, Dimulai
52
Kembali Ke Bukit Halimun
53
Yang Lain
54
Back to Habbit
55
Dias
56
Taupan dan Fani
57
Ajakan Gani
58
Lawan Sesungguhnya
59
Perang Dunia Ketiga Di Mulai
60
Akhir dari Sebuah Pencarian Kesempurnaan
61
Invasi
62
Bondan, Sendiri
63
Seorang Ksatria
64
Awal Mula
65
Awal Mula bagian 2
66
Awal Mula 3 & 4
67
Awal mula 5
68
Persekutuan Baru
69
Para Pejuang
70
Dul Karim tidak Tinggal Diam
71
Seperti Wabah
72
Jerat
73
Sebuah akhir yang akan menjadi awal bagi yang lain

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!