Manja

"Jadi begini Nona, dulu Papa dari Tuan Welly adalah orang asli China, beliau masih keturunan bangsawan kayak kerajaan-kerajaan gitu, ntah lah aku kurang mengerti, nah.. pada waktu beliau mengembangkan bisnisnya di Indonesia, bertemulah dengan Mama dari Tuan Muda Liem"

"Bukankah Mamanya asli Heaven Island Nena? Hmm.. Dulu Heaven Islan seperti apa ya.. sekarang saja disana sepi, apa lagi dulu?"

"Itulah Nona, dulu disana ada perkampungan orang suku dalam, Nyonya besar adalah anak dari kepala suku tersebut, jadi, mendapat fasilitas untuk mengenyam pendidikan di luar pulau. Mama Tuan memilih Jakarta. Setelah lulus kuliah.bNyonya besar mendapat pekerjaan di Liem Corp Jakarta. Disitulah mereka bertemu,, Kepandaian dan kecantikan Nyonya menarik perhatian Tuan besar."

"Hmm.. jadi begitu ceritanya."angguk Tiffany mengerti.

Nena terdiam sejenak merasakan smartphone nya bergetar, “Maaf Nona, sebentar.” Nena meminta ijin untuk menjawab panggilan.

Tiffany mempersilahkannya dengan mengangguk di sertai senyuman.

"Nena, Nena, Nena. Kemana kamuh Nena, aku mencarimu kemana mana, tapi kamu tidak ada dimana mana Nenaaaa..!"

Suara Coco seolah memecah speaker smartphone Nena.

“Ya Tuhan ... Tuan, Saya di kamar Nona.” Nena menjawab dengan cepat.

“Hey.. kau pikir aku google maps? Jadi,, saat kau sebutkan tanpa arah aku langsung tahu dimana letaknya?”

“Baiklah Tuan Coco yang menawan dan dermawan.. Nena mu akan menjemputmu sekarang, coba shareloc dimana anda berada?”

“Bundaran H.I”

Jawab Coco dengan nada kesal dan memutus panggilan.

“Halo.. Halo!?” panggil Nena. “Yah,, ditutup.”

KLIING!

Pesan singkat masuk pada smartphone Nena.

["Aku otw ke butik, jangan mencariku!"]

Isi pesan singkat Coco.

"Cih.. siapa yang mencari, syukurlah dia pergi" gumam Nena.

“Hisss!" desah Tiffany sambil memukul lengan Nena pelan, “Kalian ini kenapa selalu saja tidak bisa akur!"

Tanpa menjawab, Nena hanya mengerucutkan bibirnya.

***

Sore hari, Tiffany yang merasa bosan berada di dalam kamar sejak pagi, sibuk memanggil Nena melalui pesan singkat. Nena yang sedang memberi pengarahan tugas-tugas baru pada para pelayan di rumah belakang pun segera mendatangi Nonanya.

”Ada yang Nona perlukan?"

Tanya Nena setelah memasuki kamar Tiffany.

“Tidak Nena, aku hanya sedang bosan. Aku mau jalan-jalan saja di taman. Bisa kau menemaniku?"

"Tentu saja Nona, Mari!" Jawab Nena mempersilahkan.

Sebenarnya, Rumah bernuansa Chinesse klasik itu membuat Tiffany merasa sedikit takut untuk keluar kamar sendirian. Banyak perabotan tua bernilai sejarah yang menghiasi sepanjang lorong pada setiap ruangan dan dominasi warna merah khas budaya China tak luput mewarnai furniture rumah itu. Seperti museum.. itu yang ada di otak Tiffany.

Hamparan rumput hijau nan terawat sudah ada di depan mereka, bunga-bunga yang masih menguncup seolah bersiap mekar seiring dengan bergantinya musim. Tiffany mendudukkan dirinya pada bangku panjang yang berada di semping danau buatan, tak begitu besar.

”Duduk sini dulu Nena." Nena pun mengikuti perkataan Tiffany mendudukkan dirinya di samping Tiffany.

“Nena..?" Panggil Tiffany dengan pandangan jauh ke depan seolah mencari batas akhir danau.

”Ya, Nona..“

”Aku merasa kau tahu sesuatu, tentang alasan suamiku menikahiku tiba-tiba, benarkah pikiranku Nena?" Tanya Tiffany dengan santainya.

“E-em,, iya Nona aku tahu, tapi tolong jangan membuat saya kesulitan dengan meminta saya menjelaskan semuanya Nona..” jawab Nena sedikit terbata dan memohon

“Baiklah_baiklah.. aku tidak akan menyulitkanmu, aku hanya akan bertanya.. Apa suamiku orang baik? Tolong jujurlah padaku soal ini.. !!"

Nena terdiam sejenak.

”Suami Nona Orang ...."

”Selamat sore Nona,“ Belum selesai Nena menjawab pertanyaan Tiffany, Peter rupanya sudah berada di belakang mereka dan menyapa.

Keduanya yang terkejut segera membalikkan badan. Tiffany pun berdiri mendekat pada Peter.

"Peter ? Kau sudah kembali?” tanya Tiffany.

Peter hanya membungkukkan badan memberi salam pada Nona nya.

“Tuan sudah menunggu anda di kamar Nona.”

“Oh,, baiklah.” Seketika Tiffany melangkahkan kakinya menuju rumah utama meninggalkan Nena yang masih terduduk di bangku taman. Berlari kecil menuju kamar, tanpa disadari Tiffany,, ada rasa bahagia yang terselip dalam hatinya tergambar melalui senyum pada bibir ranumnya.

Sesampainya di kamar, Tiffany melihat suaminya sedang bertelanjang dada menghadap ke arah lemari pakaian yang terbuka, sepertinya sedang mencari kaos santainya.

Dengan sigap Tiffany berlari kemudian memeluk punggung kekar itu dengan kencang.

BRUUUK!!

Welly yang tidak siap menerima pelukan itu terdorong, tapi untunglah Welly mampu menahannya hingga mereka tidak tersungkur bersama.

”Kau ini kenapa?“ tanya Welly datar sambil menolehkan kepalanya ke samping, ekor matanya berusaha melirik ke arah Tiffany yang sedang memeluknya dari belakan.

”Diam!!“ Seru Tiffany dengan suara membenam sambil menyesap aroma tubuh Welly.

”Kenapa seperti itu?“ Welly merasa geli karena ulah Tiffany yang mengendus-endus punggung Welly.

”Ayolah diam sebentar!" Suara Tiffany teredam. "Aku merindukan mu..“

Welly mengerutkan alis bingung mendengar Tiffany berkata padanya bahwa ia merindukannya.

Welly melepas pelukan Tiffany perlahan, lalu memakai kaosnya. Kemudian menggaandeng tangan Tiffany.

Sambil menggandeng tangan Tiffany, Welly merebahkan tubuhnya di ranjang, posisi kepalanya menyandar pada Headboard yang di ganjal bantal.

”Kemarilah!!" Welly Menepuk dadanya.

Tiffany pun dengan lulutnya mengikuti perintah Welly. Berbaring dan menyandarkan kepalanya pada dada Welly.

“Kau merindukanku?” Damhil mengusap pipi Tiffany, Welly bertanya.

“Hu, um” jawab Tiffany mengangguk.

Bibir Welly hanya mengulas senyum tipis saat mendengar jawaban Tiffany.

Dalam otak Tiffany, yang ia lakukan hanyalah sebatas merayu Welly. Bagaimana caranya, sebisa mungkin ia harus membuat Welly bertekuk lutut padanya. Namun Tiffany yang belum pernah mempunyai pengalaman jatuh cinta sekalipun,, tak mengerti bahwa cinta tidak sesederhana itu..

Seorang perempuan kecuali j*lang tidak akan mungkin semudah itu bergelayut pada seorang pria tanpa ada rasa cinta dalam hatinya, entah masih berapa persen untuk saat ini, tapi dengan seiring berjalannya waktu, bak bola salju yang terus menggelinding pada bukit es. Perasaan itu semakin hari pasti akan semakin besar.

Tiffany yang sedang bersandar pada dada Welly mendongakkan kepalanya, sejenak memandangi detil wajah prianya, Welly yang sadar akan tatapan itupun membalas pandangan Tiffany.

Tanpa segan Tiffany mencium Welly.

Cup!

Membuat Welly terperanjat kaget.

"Hmm?"

Welly membulatkan matanya.

"Apa ada sesuatu yang ingin kau minta?” Tanya Welly pada Tiffany karena sedikit heran pada sikapnya.

“Tidaaaak, aku tidak minta apa-apa. Kenapa kau bertanya begitu?” Tiffany memainkan kancing baju Welly.

“Tidak ada." Welly menjawab dengan nada lembut sembari mengusap kepala Tiffany yang berada dalam dekapannya.

Terus mengusap lembut kepala Tiffany, sesekali Welly menyibak anak rambut Tiffany yang menghalangi wajah cantiknya.

“Apa kau bosan hanya berada di rumah saja seharian?”

Tiffany mengangguk pelan, mengangkat tangannya untuk di sejajarkan dengan pandangan Welly, lalu mengapit kan ibu jari dan telunjuknya. "Sedikit..!" Ucapnya.

“Apa kau ingin bekerja?”

Tiffany bangun dari dada Welly, menjenjanhintatapan Welly, “Bekerja?” memiringkan kepalanya mengisyaratkan tidak mengerti akan perkataan Welly.

“Iya.. apa kau ingin bekerja saja? Jika kau mau,, aku bisa menyerahkan jabatan CEO di Pradjaya Group padamu."

"Yang benar saja, aku mana punya pengalaman di bidang itu?" Tiffany mengerutkan alis.

"Tentu saja di bawah pengawasanku. Mau?" Jawab Welly.

Tiffany terdiam sejenak, memandang lekat pada sorot mata Welly. Tiffany semakin tidak mengerti dengan pola pikir Welly.

Apa pria ini tidak waras? Susah payah ia merebut Perusahaan Papa, lalu dengan mudahnya memberikan jabatan padaku sebagai CEO. Arghhh!! Aku semakin tidak mengerti apa rencana di kepalanya.

Batin Tiffany bergelut.

”Huuuuh, tidak Tuan Welly. Aku tidak ingin bekerja! Menjawab Welly dengan malas dan menjatuhkan kepalanya lagi pada dada Welly, tangan Welly pun dengan sigap memeluknya lagi. Mengusapnya lembut.

“Lalu kau ingin tetap di rumah saja?" Tanya Welly lagi untuk memastikan.

"Mmm, Ya ... aku akan di rumah saja menunggu Tuan Welly dengan setia, tapi aku akan sibuk.”

“Siapa yang menyuruhmu memanggil ku Tuan?” nada suara Welly sedikit meninggi.

“Pak Ojan, ckck!"

Tanpa rasa bersalah dan dengan terkikik Tiffany menjawab pertanyaan Welly tentang siapa yang menyuruhnya memanggil Welly dengan sebutan Tuan.

“Kau ini asal bicara saja!” Welly menahan tawa, menciumi pucuk rambut Tiffany.

Gadis nakal,, bahkan dia belum pernah bertemu dengan Pak Ojan tapi sudah menjadikannya kambing hitam.

Pak Ojan merupakan penjaga rumah keluarga Liem yang tinggal di rumah belakang. Tiffany belum berjumpa dengannya karena hari ini Pak Ojan sedang ijin untuk membawa Istrinya ke rumah sakit.

“Kau berkata akan sibuk berada di rumah, apa yang akan kau sibukkan?” tanya Welly.

“Aku akan memasak dan membawakan suamiku bekal setiap hari.” jawab Tiffany dengan gembira.

“Kau bisa memasak?”

“Tentu saja.. Kau meragukanku?”

“Hmm!" Bibir Welly menyebik. “Baiklah, jika begitu.. Setiap hari kau harus memasak untuk makan siang ku, selain itu kau juga harus mengantarkannya ke kantor. Peter akan menjemputmu setiap hari.”

“Okaaay, Tugas di terima Tuan Welly!!”

“Biar ku pecat Pak Ojan jika sekali lagi ku dengar kau memanggilku Tuan” Mimik Welly serius memperingati.

“Hihi,, jangan dong.”

To be continue..

Trimakasih sudah membaca..

jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak berupa like dan komen. Favoritkan juga supaya mendapatkan notifikasi saat bab baru ter update ya**..

❤ i Love u

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!