Orang Suruhan

Pukul empat sore Welly sudah pulang dari kantor, hari ini ia sengaja menyempatkan pulang lebih awal karena teringat akan janjinya pada Tiffany untuk membawanya melihat sedikit bukti kejahatan Rin. Bibinya.

Tiffany keluar dari kemar mandi dengan hanya mengenakan bathdrobe sexy yang tanpa sengaja memperlihatkan belahan dada mulusnya, rambut basahnya dibiarkan terurai sedikit berantakan.

Welly hanya mengamati gerakan Tiffany dengan sedikit hilang fokus, sisi liarnya mulai me raja saat melihat bathrobe Tiffany tersingkap sedang dia tau Tiffany tidak mengenakan apapun selain bathrobe tersebut.

Rupanya Tiffany tak menyadari keberadaan Welly disana.

Tiffany meletakkan pakaian gantinya di atas tempat tidur, kemudian dia menarik kedua ujung tali bathrobe di pinggangnya, akan melepasnya.

Seketika welly, memeluk Tiffany dari belakang menelangkupkan kembali bathrobe tersebut menutupi tubuh Tiffany.

"Apa kau tidak melihat jika dari tadi ada predator yang mengamatimu dari sudut sofa itu? bagaimana jika ia memangsamu?" Bisik Welly dengan suara meredam membenamkan wajahnya pada satu sisi pundak Tiffany seolah menyesap aroma lily dari tubuhnya.

Tiffany meregangkan dekapan tangan Welly dari pinggangnya kemudian memutar tubuhnya menghadap Welly, kini tatapan mereka saling bertemu, bathrobe yang belum tertali itupun juga ikut tersingkap sebelah akibat pergerakan Tiffany secara tiba-tiba. Menampakkan bagian tubuhnya sebagian.

"Bukankah predator yang akan memangsaku adalah suamiku? lalu apa yang harus ku takutkan?" Tanya Tiffany dengan nada menantang.

Welly mendengus, suaranya semakin parau saat melirik sesuatu yang terlihat utuh.

"Kau bisa membuatku gila kalau seperti ini!?" sambil menyapu leher jenjang Tiffany.

"Aaakh!"

Tiffany yang kelepasan meracau seketika membungkam mulutnya dengan satu tangan.

Bodoh, bodoooh! kenapa aku bersuara. Makinya dalam hati.

Ia memegang belakang kepala Welly saat bibirnya masih menempel di satu sisi dada yang terbuka, mereka mulai tak berjarak. Tiffany menyadari ada sesuatu yang mulai mengeras tersentuh pahanya.

Sontak Tiffany memundurkan badan dan segera mencium bibir Welly lalu berkata "Mandi dulu sayang, aku tau hari ini kita akan ke suatu tempat. Jangan sampai terlambat, aku akan bersiap juga menyiapkan pakaianmu!" Sambil membersihkan sudut bibir Welly yang basah dengan ibu jarinya.

"Hah?"

Welly terheran dengan sikap Tiffany yang meninggalkannya begitu saja, kecewa namun apa boleh buat.

Sekarang yang bisa ia lakukan hanya bisa mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin, berharap bisa menenangkan otot yang sudah mulai mengeras.

Welly benar-benar tidak mau memaksa Tiffany untuk urusan yang satu itu. Ia tau ini akan jadi yang pertama kalinya untuk Tiffany, semenjak pertemuan pertamanya saat masih anak-anak Welly selalu berusaha mencari keberadaan Tiffany hingga akhirnya menemukannya saat Tiffany menginjak bangku sekolah menengah pertama, sejak saat itulah Welly menyuruh seseorang untuk mengawasi dan menjaga Tiffany dari kejauhan.

"Ah ... Tuhan ... apa itu tadi?" Tiffany berjongkok di sudut walk in closet mengusap kasar wajahnya merutuki kejadian tadi.

"Apa, apa itu tadi?" memegangi salah satu dadanya. Masih jelas dalam ingatannya apa yang dilakukan Welly pada bagian itu.

***

Sampai di tempat tujuan. Tiffany menarik ujung pakaian Welly, maklum sepanjang usianya Tiffany belum pernah menginjakkan kaki apa lagi berurusan langsung dengan kantor polisi. Welly yang paham akan kondisi Tiffany segera menggenggam tangan yang menarik ujung pakaiannya.

Welly duduk di sebelah Tiffany, sedangkan pelaku pembunuhan itu sebut saja Boy, duduk tepat di hadapan Tiffany berbatasan dengan meja, Tiffany tak melepaskan genggaman tangan Welly, Welly pun sigap mengusap punggung Tiffany dengan tangan lainnya.

"Benarkah kau yang melakukannya? kau orang suruhan Rindu Wijaya ?" Rindu Wijaya adalah nama panjang dari Bibi Rin.

"Benar Nona, saya pelaku rencana pembunuhan yang akhirnya menewaskan adik Tuan Welly dan suaminya."

Tiffany mengerutkan alis bingung, "tunggu! menewaskan adik Tuan Welly dan suaminya?" Mengulangi perkataan dan menunjuk ke arah Welly.

"Ampuni saya Nona, Tuan! saya hanya disuruh." Orang itu terlihat gemetar.

"Lalu apa kau tau dimana calon korbanmu sekarang ?"

"Tidak Nona, sebelum dan hingga sekarang pun saya belum pernah melihatnya, saya belum pernah ditunjukkan wajahnya."

Rin memang sengaja tidak memberi tahu siapa sebenarnya dan wajah target Boy, sebab jika ia tau siapa yang akan ia celakai pasti dia menuntut bayaran yang sangat mahal untuk nyawa seorang anak semata wayang Pradjaya Group.

Kejadian sebelum Tiffany berangkat ke Heaven Island.

FLASHBACK ON

"Cindy, sedang apa kamu nak?" sapa Bibi Rin.

Bibi Rin menghampiri Cindy yang sedang termenung di meja belajar depan cendela kamarnya kemudian mengusap lembut kepala Cindy.

Cindy sedikit terkejut dan menoleh pada asal suara.

"Hah.. tidak bibi, aku hanya sedang melihat ke arah luar saja". Cindy menjawab sapaan bibi Rin dengan memegang tangan bibi Rin yang sedang mengusap kepalanya, menoleh dan tersenyum manis.

Bibi Rin kemudian duduk pada kursi yang berada di samping kiri meja belajar Cindy seperti berhadapan namun sedikit tak sejajar.

"Apa Bibi mau bicara hal penting padaku?" Ucap Cindy penuh tanya.

"Tidak, Bibi hanya sedih melihatmu terus menerus seperti ini. Banyak melamun dan menyendiri saja, em ... bibi ada usul, bagaimana jika kamu, melissa dan Vivi pergi berlibur saja? lagi pula baru tiga bulan lagi kan kamu akan mulai aktif kuliah lagi sayang?"

Cindy menatap lekat kedua mata bibinya, meraih tangan Bibi Rin dan mengusapkannya secara lembut pada pipi Cindy.

"Bibi.. Terimakasih sudah selalu menjagaku setahun ini, trimakasih sudah selalu memperhatikan dan menyayangiku. Aku tidak tau seperti apa hidupku jika harus tanpa kalian."

Bibi Rin mengerutkan alisnya.

"Hey, bicara apa kamu sayang? kita ini keluarga, sudah semestinya kita saling menyayangi."

Cindy memajukan posisi duduknya ke arah bibi Rin kemudian memeluknya, setelah sejenak mereka saling berpelukan.

"Baiklaaaah!" teriak Cindy.

"Astaga anak ini."

Cindy tiba-tiba terperanjak dari pelukan bibi Rin dan berteriak, membuat bibi Rin kaget.

"Hehe, lalu kemana aku akan berlibur bi?" sambil mengerucutkan bibirnya manja.

"Tunggu bibi dsini sebentar!"

Bibi Rin beranjak dari tempat duduknya, pergi meninggalkan kamar Cindy untuk mengambil sebuah brosur perjalanan yang sudah ia siapkan di ruang kerjanya.

Beberapa saat kemudian.

"Nah.. ini dia Cindy," sambil menyodorkan selembar brosur perjalanan dan kembali ke tempat duduknya semula.

"Heaven Island?"

"Iya nak.. Heaven Island, gimana? kamu suka?"

"Tapi ini kan sangat jauh bi, butuh waktu tiga hari untuk sampai kesana lewat jalur darat." Cindy berpendapat sambil membolak balik brosur yang di pegangnya.

sebenarnya jika tidak sejauh itu Cindy akan langsung meng-iya kan destinasi liburan yang sudah disiapkan bibi Rin untuknya, namun dirinya sedikit ragu mengingat lama perjalanan dan medan yang akan ia tempuh untuk sampai kesana.

"OMG Baby!! tentu saja bibi tidak akan membiarkanmu kesulitan sayangku, bibi akan siapkan heli pradjaya group untuk mengantar kalian kesana dan menjemput saat kalian selesai berlibur."

"Benarkah bi?"

"Tentu saja sayang."

Cindy melompat kecil memeluk bibi Rin.

"Uwh.. anak manis," bibi Rin mengusap belakang kepala Cindy sembari membalas pelukan Cindy.

FLASHBACK OFF

To be continue....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!