.
16
.
.
Tuan Aarav... Ini minumannya." Ucap Erza seraya membungkukkan badannya untuk meletakkan nampan berisi minuman dingin di meja yang ada di depan Aarav.
Tanpa sadar Aarav melihat benda bulat dan kenyal di dada Erza yang telihat jelas di depannya saat Erza membungkukkan badannya.
Aarav segera memalingkan wajahnya yang kembali memerah karena harus melihat itu.
"Tuan Aarav, kamu baik-baik saja? Wajah mu kembali memerah." Tanya Erza.
"Diamlah! Sebaiknya kamu menyingkir saja!" Jawab Aarav.
Erza mendengus melihat bagaimana Aarav mengusirnya saat ini
"Tuan Aarav! Bisakah kamu pulang saja! Aku sedang sibuk menikmati hari liburku. Aku ingin bersantai seharian tanpa melihat wajah bodohmu. Tapi kenapa kamu harus datang kemari?!" Sungut Erza.
"Tempat ini adalah milikku! Aku yang membelinya. Kamu hanya menumpang di sini!" Jawab Aarav yang juga tidak mau kalah.
"Aku benar-benar ingin mematahkan leher mu!" Erza menatap tajam pada Aarav yang segera tersenyum lebar padanya.
"Maksudku, kamu jangan menghalangi pandangan ku. Aku sedang ingin melihat TV." Ucapnya.
Erza melihat ke belakangnya yang memang TV nya sedang menyala.
"Bilang dong!" Sungut Erza seraya menggeser posisi tubuhnya .
Dia tidak mengerti kenapa Boss nya harus ada di sana saat ini. Padahal itu adalah hari liburnya
Dia juga ingin segera menyelesaikan masakan nya yang harus berhenti karena Aarav yang tiba-tiba saja datang kesana.
"Erza..." Aarav datang ke sana pagi-pagi buta hanya untuk meminta maaf pada Erza. Tapi untuk mengatakannya, rasanya begitu berat.
"Erza..." Aarav lagi-lagi memanggil Erza.
"Bicaralah! Aku ada di depanmu. Aku juga sudah mendengarkan panggilanmu!" Jawab Erza yang kesal karena Aarav terus saja memanggilnya tapi tidak mengatakan apapun.
"Bisakah kamu menjadi gadis yang lebih lembut?!" Sungut Aarav.
Dia sangat ingin meminta maaf pada Erza, tapi mendengar Erza yang terus saja membentaknya membuatnya merasa kesal
"Jika aku menjadi lembut, aku tidak akan tega untuk menebas leher musuhmu bodoh! Kamu mau mati cepat?!" Jawab Erza dengan nada menantangnya.
Aarav menggelengkan kepalanya.
"Bagus kalau kamu mengerti. Lagi pula aku tidak akan menjadi istri mu, jadi jangan khawatir. Kamu harus mencari seorang gadis yang lembut seperti yang kamu inginkan. Sedangkan aku, aku hanya ingin pria yang bisa menerima ku seperti ini. Apa adanya aku..." Ucap Erza.
Mendengar itu Aarav terdiam. Dia sangat tidak senang mendengarnya. Walaupun itu memang benar.
"Duduklah dengan santai, aku akan kembali ke dapur." Ucap Erza seraya berjalan meninggalkan Aarav sendirian.
Aarav hanya duduk diam, walaupun Erza sudah lama pergi meninggalkannya.
"Erza... Apa yang kamu buat? Sepertinya enak." Tanya Aarav saat mencium aroma masakan Erza.
"Hanya sup ayam dan ikan nila goreng. Aku juga sedang membuat sambal." Jawab Erza.
"Aku akan ikut sarapan di sini." Aarav beranjak dari tempat duduknya.
Dia berjalan mendekati Erza yang masih sibuk mengulek sambal yang begitu tercium aroma terasinya.
Erza menyiapkan semuanya di meja bar yang ada dekat dapur.
"Makanlah. Aku akan memasukkan tagihannya padamu nanti." Ucap Erza.
"Hei! Aku bahkan selalu mengizinkan mu untuk makan di rumahku kapanpun kamu kesana. Kenapa kamu sangat pelit saat ini!" Sungut Aarav pada Erza yang justru menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Aku tidak meminta makan saat di sana. Aku hanya duduk di meja makan dan langsung memakannya." Jawab Erza.
"Dasar berandal! Kamu memang selalu saja makan sendiri tanpa menunggu yang punya rumah menyuruhmu untuk ikut makan!" Sungut Aarav lagi, dia selalu saja mudah marah saat berhadapan dengan Erza.
"Tuan Aaraaavvv... Jagan marah-marah padaku. Aku hanya menyayangkan wajah tampan ini mungkin akan berakhir dengan tebasan pedang ku." Jawab Erza dengan begitu santai.
"Kamu selalu saja mengancamku seperti itu! Aku akan tetap makan! Aku benar-benar lapar! Dan aku tidak akan bayar!" Ucap Aarav seraya duduk di kursi yang ada di depannya, dia segera menikmati makanan yang sudah Erza masak.
"Mm... Rasanya lumayan enak." Ucapnya.
"Itu enak! Bukan lumayan enak!" Desis Erza seraya melotot ke arahnya.
Aarav tersenyum lebar.
"Iya... Memang sangat enak. jadi, jangan melotot seperti itu. Aku benar-benar takut, saat melihat mu seperti itu." Jawab Aarav.
"Makanan lah. Setelah ini bantu aku untuk mencuci piring. Anggap saja sebagai bayarannya. Setelah itu, pulanglah. Aku benar-benar ingin beristirahat. Bersamamu setiap hari membuatku terasa semakin berkeriput. Aku harus memanjakan kulit cantikku ini. Aku ingin memakai masker organik yang akan menjadikannya glowing seketika." Ucap Erza.
Mendengar itu Aarav hanya bisa mendengus pasrah. Menolak permintaan Erza bisa berakhir tragis. Dia memilih untuk menerimanya saja walaupun dia tahu tidak menginginkannya.
Mereka berdua kini makan dengan sangat tenang. Karena memang Aarav paling suka makan dengan tenang dan tanpa suara.
Sampai mereka menyelesaikan makan pagi berdua yang begitu tenang.
"Tuan Aarav... Kapan mobilnya akan sampai. Aku terlalu lelah, jika harus mengendarai motor ku terus." Tanya Erza dengan senyuman lebarnya.
"Sudah aku belikan. Hanya tinggal menunggu beberapa surat-suratnya saja. Jangan khawatir. Aku tidak akan membohongi mu." Jawab Aarav.
"Tapi... Sampai kapan aku akan berpura-pura menjadi kekasihmu? Bukankah kamu tidak menyukainya? Kamu tahu sendiri... Aku gadis yang sangat kasar. Kamu seharusnya mencari seseorang yang cocok dengan seleramu." Erza memaksakan senyumnya.
Dia selalu saja mendengar Aarav mengatakan itu semua. Waktu benar. Tetap saja dia akan merasa sakit saat harus mendengarnya lagi dan lagi.
Mendengar itu Aarav yakin, jika Erza masih memikirkan kata-katanya kemarin.
"Kamu memang bukan tipeku. Setidaknya kamu bisa di ajak berpura-pura tanpa merasakan apapun. Aku tidak mau meminta orang lain untuk berpura-pura seperti mu. Aku belum ingin menjalin hubungan seperti itu. Kamu tahu sendiri seperti apa pekerjaan seorang jaksa. Aku masih harus mencari segala bukti-bukti kejahatan seseorang, untuk mendukung semua tuntutan ku." Jelas Aarav.
Erza menghela nafasnya
"Kamu sebenarnya bisa memilih untuk lebih rileks dan nyaman dengan menjadi pengusaha saja. Kenapa kamu justru memilih dunia hukum yang hanya akan menghukummu seperti ini." Erza sama sekali tidak mengerti kenapa Aarav harus memilih menjadi jaksa dari pada menjadi seorang pengusaha.
"Sebenarnya itu adalah tantangan masa kecil ku. Tapi itu tidak penting. Walaupun pekerjaan ini sangat sulit. Tetap saja aku sangat senang menjalaninya." Jawab Aarav.
"Terserah. Sekarang kamu harus mencuci piring. Aku akan sangat sibuk untuk memakai masker. Jadi jangan menggangguku." Erza berjalan menuju ke kamarnya, dia tidak peduli dengan Aarav yang masih terus protes dengan apa yang dia perintahkan.
Walaupun tidak ingin, mau tidak mau pada akhirnya Aarav mencuci semua piring dan peralatan dapur yang sudah Erza gunakan.
Setelah selesai dia berniat untuk kembali ke rumahnya, tapi dia ingin berpamitan dengan Erza terlebih dahulu.
Dia berjalan ke arah kamar Erza, Aarav melihat pintu kamar Erza yang terbuka.
"Ckk! Ternyata dia tertidur. Aku pikir dia sedang merawat kulit wajahnya agar terlihat apa tadi... Glowing. Tapi dia justru tertidur pulas setelah makan pagi..." Ucapnya.
Aarav melihat buku yang tergeletak di samping tubuh Erza.
"Buku catatan pribadinya? Ini buku rahasianya?" Tanya Aarav sembari mengambilnya.
Dia mulai membacanya, dia tertawa geli saat melihat isi catatan itu.
"Tenyata dia pernah masuk ke dalam selokan hanya untuk mengambil pedangnya yang terjatuh. Ini sangat lucu. Aku tidak mengerti kenapa pedang itu sangat bau. Tapi kini aku tahu..." Ucapnya dengan tawanya.
Dia memelankan suaranya, agar Erza tidak terbangun. Saking bahagianya membaca cerita Erza yang begitu lucu, Aarav tanpa sadar berbaring di sebelah Erza hingga dia perlahan-lahan juga memejamkan matanya yang terasa begitu berat
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 350 Episodes
Comments
Anna Aqila 🏚️ 🌺
habis sarapan tidur,enak banget y 😁
2021-08-29
0
Moly
Lanjut
2020-12-23
0