Leona dan Kwan berdiri di samping tempat tidur Zean. Mereka memperhatikan beberapa perban yang menutupi tubuh pria tersebut. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Sesuai dengan perkataan Dokter, Zean sudah baik-baik saja.
Tiba-tiba ponsel Kwan berdering. Pria itu mengangkat ponselnya dari dalam saku sambil berjalan ke arah pintu. Wajahnya terlihat sangat serius. Leona memandang kepergian Kwan sebelum duduk di kursi yang ada di dekatnya. Leona mengalihkan pandangannya terhadap Zean yang kini belum juga bangun.
Kwan menutup pintu ruangan Zean. Pria itu berjalan menjauh sambil mengobrol dengan rekan kerjanya di Sapporo. Wajahnya terlihat sangat serius. “Satu minggu saja. Aku akan kembali dan menyelesaikan semuanya,” ucap Kwan dengan wajah serius.
Kwan menghentikan langkah kakinya saat mendengar suara wanita minta tolong. Pria itu memutuskan panggilan teleponnya sebelum berjalan ke sebuah ruangan yang menjadi sumber suara.
“Di dalam sini,” ucap Kwan pelan sebelum membuka pintu tersebut.
Seorang wanita telah di paksa oleh seorang pria yang ada di hadapannya. Kwan sempat bingung. Bagaimana mungkin di rumah sakit ada yang berani melakukan hal seperti itu terhadap pasiennya. Dengan gerakan cepat, Kwan berjalan untuk mendekat.
Namun, belum sempat pria itu mendekat dengan posisi wanita yang ingin ia tolong, sudah ada seseorang yang memukul titik sarafnya. Hingga dalam waktu hitungan detik saja, Kwan kehilangan tenaga. Pria itu terjatuh di permukaan lantai. Kwan mengumpat kesal karena sudah bersikap ceroboh. Hanya nama Leona yang memenuhi pikirannya sebelum ia memejamkan mata dan tidak lagi sadarkan diri.
***
Leona melirik jam. Ia memandang ke arah pintu dengan perasaan gelisah. Wanita itu beranjak dari duduknya untuk memeriksa keberadaan Kwan di depan ruangan tersebut. Leona masih berpikir kalau Kwan hanya sedang menelepon di suatu tempat.
“Jangan pergi,” ucap Zean dengan suara lirih. Pria itu memegang tangan Leona masih dengan mata terpejam.
Leona menatap lengannya yang kini di sentuh Zean. Wanita itu terlihat bingung sebelum duduk di tepian tempat tidur. Ia memperhatikan wajah Zean. Leona ingin kembali memastikan kalau pria yang kini memegangnya benar-benar sedang mengigau.
“Apa dia benar-benar belum bangun?” ucap Leona pelan. Wanita itu melepas tangan Zean yang memegang tangannya. Ia merasa kasihan dengan nasip yang kini di alami Zean. Tidak tahu kenapa. Ini pertama kalinya Leona melihat seorang pria tidur dengan wajah sedih. “Apa yang ia pikirkan?” ucap Leona lagi.
Tapi, Leona tersadar. Ia tidak ingin terlalu serius memperhatikan keadaan Zean. Dengan gerakan cepat, Leona menjauh dari tempat tidur Zean. Wanita itu duduk di kursi yang sempat ia duduki sambil menunggu Kwan.
Waktu terus berlalu. Hingga langit yang cerah sudah berganti dengan langit yang gelap. Leona masih duduk di kursi sambil menunggu kehadiran Kwan. Wanita itu terlihat mengumpat kesal saat kini Kwan tidak juga muncul. Sudah berjam-jam ia menunggu. Hal itu sangat membosankan.
“Dimana dia?” Leona mengambil ponselnya. Wanita itu mencari-cari ponselnya. Tapi, sayang. Leona tidak berhasil menemukan ponselnya di dalam tas. Ia sangat yakin, kalau mengambil kembali ponsel itu saat jatuh tadi. Tapi, tidak tahu kenapa kini ponselnya menghilang.
Zean membuka mata secara perlahan. Kini saatnya ia melancarkan rencana yang sudah ia perbuat. Sesuai perjanjian, jika Kwan tidak muncul dalam hitungan jam berarti anak buahnya telah berhasil menyingkirkan pria tersebut.
Leona menatap wajah Zean dengan saksama. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Kini pria yang telah menolongnya telah kembali sadar. Leona menatap ke arah pintu. Ia berharap kalau Kwan muncul di sana.
“Untuk apa anda ada di sini?” ucap Zean dengan ketus. Pria itu berusaha bangkit dan mengambil air putih yang ada di atas nakas. Tapi, tangannya tidak berhasil meraih gelas tersebut. Zean terlihat kesakitan dan tersiksa hanya untuk mengambil gelas itu saja.
Leona memandang gelas itu sebelum beranjak dari duduknya. Wanita itu membantu Zean mengambil gelas tersebut dan memberikannya kepada Zean. “Maaf.”
Zean menerima gelas tersebut dan duduk di atas tempat tidur. Pria itu meneguk air di dalamnya sebelum memandang wajah Leona sekilas. Setelah selesai, Zean meletakkan gelasnya kembali ke atas nakas. Karena tidak sampai, Leona kembali membantu Zean.
“Maafkan saya. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih,” ucap Leona dengan suara yang sangat pelan.
Zean mengangguk pelan. “Ya. Saya juga sudah memaafkan anda. Orang kaya seperti anda tentu saja memiliki sifat seperti itu,” jawab Zean asal saja.
Leona mengeryitkan dahi. “Apa itu masih sakit?” ucap Leona sambil memandang lengan Zean.
Zean melirik luka tembak yang baru saja ia dapatkan. “Saya sudah biasa mendapatkan luka seperti ini. Saya pria jalanan yang tidak punya tempat tinggal. Tentu saja pukulan dan tembakan seperti ini hal yang wajar untuk hidup saya. Anda tidak perlu khawatir, Nona. Saya tidak akan mati secepat itu.”
Leona termenung. Wanita itu tidak tahu harus berbicara apa lagi. Ia mengangguk pelan sebelum menghela napas. “Baiklah. Sudah malam. Saya ingin kembali pulang. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih.”
Zean mengangguk pelan. Pria itu mengukir senyuman kecil sambil memandang wajah Leona. Punggung wanita itu semakin menjauh dan mendekati pintu. Tentu saja Zean tidak ingin mangsanya pergi begitu saja.
“Nona,” teriak Zean.
Leona menghentikan langkah kakinya. “Ya. Ada apa?” tanya Leona dengan wajah bingung.
“Siapa nama anda? Apa anda tidak ingin berkenalan dengan pria miskin seperti saya?” sambung Zean dengan wajah memelas.
Leona mengukir senyuman indah. Sangat indah. Bahkan Zean mematung hingga beberapa detik saat melihat wajah cantik Leona dengan senyuman indah tersebut. “Eleonora. Kau bisa memanggilku Leona.”
Zean mengangguk pelan. “Jika sekali lagi kita bertemu. Jangan memukulku lagi, Leona. Apa kau mau berjanji?” ucap Zean penuh semangat.
Leona mengangguk pelan. “Baiklah. Tapi, jangan muncul tiba-tiba hingga membuat Kwan salah paham lagi.”
“Cafe flow jam tiga sore dua hari lagi,” sambung Zean. “Aku akan menunggumu di sana.”
Leona mematung dengan wajah bingung. Baru saja ada seorang pria yang mengajaknya bertemu di waktu dan tempat yang telah di tentukan. Leona tidak tahu harus menjawab apa. Tapi, ada hutang budi yang harus ia bayar. “Baiklah,” ucap Leona.
Zean tersenyum indah. “Terima kasih, Nona.”
Leona mengangguk pelan sebelum melangkah pergi. Wanita itu tidak lagi mau terlalu lama ada di rumah sakit. Ia ingin kembali ke hotel untuk mencari keberadaan Kwan saat ini.
Leona berjalan pelan menelurusi lorong rumah sakit. Tiba-tiba saja, langkahnya terhenti saat melihat seseorang berdiri di hadapannya. “Siapa anda?”
Beberapa saat kemudian.
Aleo terlihat gelisah. Pria berjalan mondar mandir di depan jendela. Hari sudah malam, tapi ia tidak juga mendengar kabar dari Leona maupun dari Kwan. Pria itu terlihat sangat kesal. Di tambah lagi ponsel Leona tidak aktif.
Tiba-tiba saja Aleo ingat dengan kamar Kwan. Sejak tiba di dalam kamar Leona, Aleo belum ada memeriksa kamar adik sepupunya itu. Aleo berjalan ke arah pintu. Pria itu ingin memeriksa kamar Kwan. Ia berharap mendapatkan petunjuk dari kamar tersebut.
Dua kartu sudah ada di tangan Aleo. Tidak sulit bagi Aleo untuk membuka pintu kamar Leona maupun Kwan. Dengan wajah penasara, Aleo masuk ke dalam kamar Kwan. Langkahnya terhenti saat mendengar suara wanita dari dalam kamar.
“Kwan,” ucap Aleo pelan. Pria itu melanjutkan langkah kakinya. Betapa terkejudnya Aleo saat melihat seorang wanita tanpa busana telah menggoda Kwan di atas. “Kwan! Dimana Leona!” teriak Aleo dengan wajah memerah. Sejak awal ia berharap kalau Leona tetap baik-baik saja walau belum pulang ke hotel. Tidak di sangka pemandangan yang kini ia lihat membuat matanya sakit.
Kwan membuka mata saat mendengar teriakan Aleo. Pria itu mengeryitkan dahi saat melihhat wanita yang kini ada di atas tubuhnya. Kedua matanya semakin lebar saat melihat kini tubuhnya sedang tidak berbusana. Dengan tenaga seadanya, Kwan mendorong tubuh wanita tersebut.
“Apa yang terjadi?” ucap Kwan bingung.
“Kwan! Dimana Leona!” sambung Aleo dengan suara yang dipenuhi emosi.
Kwan memandang wajah Aleo yang telah berdiri memandangnya. Pria itu terlihat kebingungan dengan apa yang kini terjadi. Ia segera mengambil celana pendek yang ada di lantai memakainya untuk menutupi tubuhnya yang polos.
“Kak, aku bisa jelaskan semua ini,” ucap Kwan dengan wajah ketakutan.
“Kwan. Apa kau ada di dalam?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 367 Episodes
Comments
Reva Galby
polos bnget leona
2020-12-20
7
Aam Sumiati
Tipu daya
2020-12-15
3
Nurulfajriyah
muslihat
2020-12-12
1