Ibu menepuk-nepuk pipi sasi yang mematung menatap Tommy yang juga sedang terpaku menatap Sasi. Ingin rasanya ibu juga menepuk-nepuk pipi calon mantunya yang juga sedang terbengong itu .( Dih sudah ge er saja si ibu manggil calon mantu..wkwk) Tapi akal sehatnya masih bekerja. Masa iya baru ketemu sekali sudah maen tepuk-tepukan pipi. Sasi saja belum tentu sudah pernah menyentuh pipi Tommy.
Duh si ibu...belum bu. Jangankan pipi, pegang tangan juga belum bu..elaahh...
" Sas...Sasi..ealah..kok malah pandeng-pandengan ( saling menatap)?" Ibu menggelengkan kepalanya.
Sasi tergeragap sadar dari keterpesonaannya pada Tommy begitu mendengar suara teguran sekaligus tepukan ibu di pipinya.
" Oh..eh..iya maaf...hehe...Sudah lama nunggu...pa..?"
" Nggak kok, nggak lama. Gimana Sas? Kita langsung berangkat?" tanya Tommy memotong ucapan Sasi.
Tommy tidak ingin ibu sasi tahu dia boss kalau sasi memanggilnya Pak. Itu akan membuat ibu Sasi sungkan dan malah bersikap terlalu hormat atau berlebihan. Lebih baik begini, ibu Sasi mengenalnya sebagai teman putrinya sehingga bersikap wajar seperti pada putrinya sendiri.
" Oke, lebih cepat lebih baik agar tidak kemaleman nanti." sahut Sasi.
" Saya pamit bu. Minta izin mengajak Sasi." Tommy menyalami ibu dengan sopan.
" Iya nak Tommy, hati-hati ya Titip Sasi. Dia itu suka ceroboh kalau di tempat ramai," ibu masih saja ngomong terus.
" Ibuuuuu....??" Sasi melotot ke arah ibu. Memberi isyarat agar sang ibu menghentikan cerita kekonyolan Sasi. Jangan sampai ibu cerita Sasi pernah kecebur parit saat jalan-jalan sekeluarga atau hilang saat nonton tong setan di pasar malam.
Ibu terkekeh melihat Sasi melotot. Tommy cuma senyum-senyum nggak jelas melihat tingkah ibu anak itu.
Sampai di mobil, Tommy membukakan pintu penumpang untuk Sasi. Baru kemudian melangkah ke kursi kemudi.
Sasi tampak sedikit canggung. Biasanya Jono yang membukakan pintu untuknya. Kalaupun tak ada Jono, Sasi biasa membuka pintu sendiri saat hanya pergi berdua dengan boss. Ya kali boss bukain pintu untuk asisten? Yang ada sebaliknya kan?
Dan hari ini, itu benar-benar terjadi. Sasi serasa jadi tuan putri yang dijemput pangeran tampan berkuda putih...eaaaa...
" Makasih pak. Lain kali jangan dibukain pintu gitu deh pak. Secara bapak itu boss saya lho. Kok saya rasanya ngga sopan gitu..hehe.."
" Sasii..sasi. Kan saya sudah bilang, sekarang saya teman kamu. Makanya kamu juga harus bersikap sebagai teman saya. Jadi kamu nggak ngerasa jalan sama boss. Tapi jalan sama teman, sama kaya kalau kamu lagi jalan sama Reza atau Davin gitu. Oke?"
" Hehe...siap pak!" lagi-lagi Sasi meringis.
" O iya satu lagi, kalau lagi jalan berdua gini, bisa nggak kamu jangan panggil pak? Kaya saya bapaknya terus jalan sama kamu anaknya. Nggak enak banget. Panggil yang lain gitu, kang, kak, abang..uda...hahaha..asal jangan bapak. Panggil sayang juga boleh!" Tommy bicara sambil tetap fokus mengemudi.
" What??" Sasi terjenggit lalu refleks menoleh ke arah Tommy mendengar Tommy menyebut kata sayang. Mata Tommy tampak lurus menatap ke arah depan. Wajahnya seolah tanpa dosa mengatakan itu.
BahkanTommy tak terusik melihat Sasi melotot menatapnya. Wajahnya tampak menahan senyum. Tak lama kemudian malah tertawa terbahak-bahak merasa berhasil mengerjai Sasi.
" Bapak ih..kok gitu...hahahha..." Sasi jadi ikut tertawa melihat muka Tommy yang merah karena terlalu senang. Sekaligus menertawai dirinya sendiri yang entah mengapa begitu canggung di depan Tommy.
" Habis kamu kaku banget . Santai dong. Katanya suruh berteman, tapi kamunya tetep aja formal gitu."
" Jadi saya panggil apa pak? Mas Boss aja boleh?" " Sasi terkikik sendiri setelah berkata-kata. Merasa geli dan aneh. Baru sekali ini dia memanggil cowok dengan sebutan mas selain kakak-kakak seniornya di kampus dulu.
" Hmm boleh. Kedengerannya enak, tapi bossnya diilangin. Ya?" Tommy mengulum senyum. Entah mengapa hatinya serasa berbunga-bunga.
" Hehe...iya pak ...eh salah..mas boss...eh mass...hihi.." Sasi terkekeh menertawakan ucapannya sendiri.
Tommy tertawa lalu tanpa sadar tangannya mengusap puncak kepala Sasi.
" Sasi..sasi...lucu banget sih kamu..."
Sasi menatap wajah Tommy dari samping. Menyadari Sasi menatapnya, Tommy menurunkan tangannya sambil lagi-lagi mengulum senyum. Lalu kembali fokus menatap jalan raya di depan.
Duh! Sasi merutuk dalam hati. Senyumnya itu lho...bikin jantung nyut-nyutan.
" Kamu anak tunggal Sas?" Tommy mulai membuka percakapan.
" Iya pak...tunggale akeh ( sodaranya banyak) hehe...saya punya dua adik. Saya anak pertama, kata ibu dulu saya punya kakak laki-laki, tapi meninggal saat masih bayi. Jadi saya anggap saya anak pertama. Kalau bapak eh..mass...hehe..?"" Sasi masih saja geli mengucap kata mas.
Tommy melirik Sasi sekilas lalu tersenyum.
" Hmm, saya anak pertama Sas. Ada adek satu cowok. Kamu sempat ketemu kan kapan hari?"
" Iya, jadi itu adek mas, makanya mirip. Cuma kelihatan lebih muda"
" Jadi saya kelihatan tua ya sas?" Tommy tertawa.
"Nggak juga , maksudnya mas kelihatan dewasa, sedang adik mas kelihatan masih remaja tanggung gitu. Tapi sama-sama ganteng...ehh!" Sasi menutup mulutnya yang keceplosan.
" Jadi saya ganteng ya Sas?" Tommy tertawa mengedipkan matanya.
" Iya...aduhh...!!" Sasi menepuk-nepuk mulutnya yang tak punya rem. Merasa malu sekali hingga mukanya merah merona. Akhirnya Sasi membuang muka ke arah jendela mobil. Tak berani melihat wajah Tommy saking malunya.
Tommy terkekeh-kekeh melihat tingkah absurd Sasi. Gadis itu tampak malu-malu. Tapi dari samping Tommy bisa melihat senyuman di wajah cantik itu. Dan itu membuat hatinya seakan meletup-letup seperti kembang api.
Tommy merasa aneh sekali. Dunianya seakan jungkir balik sejak dekat dengan gadis itu beberapa hari ini. Lebih tepatnya sejak dia memimpikan Sasi.
Dekat dengan Sasi membuatnya selalu ingin menatap gadis itu. Mengajaknya bicara dan bertanya apa saja demi mendengar suaranya atau sekedar melihat senyumannya.
Dan hari ini Tommy sangat bahagia karena berhasil mengajak gadis itu berdua saja dengannya di luar jam kerja. Sebagai temannya.
Entah sejak kapan Tommy merasa gadis ini adalah orang yang diinginkannya untuk bisa dimiliki selamanya. Ia tak rela siapapun dekat dengan gadis ini.
Awalnya Tommy merasa cuma terobsesi pada Sasi gara-gara mimpi gilanya. Tetapi makin dekat dengan Sasi, membuatnya merasa tak ingin lagi kehilangan gadis ini. Apakah aku sudah jatuh cinta? Bisik hatinya.
Tommy merasa terikat pada Sasi. Jika dulu dia merasa apartemennya yang sepi adalah tempat ternyaman di dunia, sekarang semua berubah. Sepi di apartemen sekarang jadi siksaan . Dan siksaan itu berubah jadi rasa nyaman saat dia sudah melihat Sasi.
" Sudah sampai Sas. Turun yuk!" Tommy menoleh ke arah Sasi karena gadis itu tak menjawabnya.
" Yahh...malah tidur" Tommy terkekeh pelan melihat Sasi. Semula berniat membangunkan Sasi tapi naluri lelakinya lebih kuat bekerja.
Tommy menatap wajah cantik yang tengah terlelap dengan damai itu lekat-lekat. Dadanya berdesir. Kapan lagi bisa menatapnya sedekat ini?
Sasi benar-benar cantik alami. Tak ada riasan tebal di wajahnya. Dahinya , pipinya yang putih mulus. Bahkan alisnya yang indah dan rapi itu tampak mempesona ;tanpa sentuhan make up. Hidungnya yang lancip tanpak sempurna bertengger diatas bibirnya yang sedikit terbuka, menambah kesan seksi. Bibir itu...Tommy menelan salivanya
" Ahh..Bre****k apa yang kulakukan?" Tommy merutuki otak mesumnya.
Dengan ragu-ragu Tommy menggoyangkan lengan Sasi.
" Sas...bangun. Sudah sampai ini.."
" Ehh...maaf pak..saya ketiduran" Sasi tergeragap.
" Diajak ngobrol malah tidur.."
" Habis tadi bapak melamun. Saya jadi ngantuk"
" Tuh jadi manggil bapak lagi.." Tommy mendecak.
" Maaf belum terbiasa...turun yuk mas.." Sasi berkata sambil turun setelah melepaskan seatbelt. Meninggalkan Tommy yang tersenyum sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Santi👠
lama-lama kesal juga sama ibunya sasi. ga sabar amat
2024-04-13
0
Dewi M Salasa
wasik
2021-11-10
1
☠ᵏᵋᶜᶟRoss"kita" 𝕱𝖘🏚ᵉᶜ✿
wkwkwk
2021-08-19
1