Di angin sore yang tidak menunjukkan hendak
ada apa di sore itu, tidak memperlihatkan gerak gerik apapun, namun seolah membisikkan akan ada apa-apa di sore itu. Tepatnya sejak setelah aku menginjakkan kaki kembali ke Surabaya, sejak saat itu pula ada angin yang bertiup kencang tak bersahabat, dengan
membisikkan awal mula dari kisah ku dimulai.
Kedua kaki berjalan meninggalkan TPQ
tempatku mengajar anak-anak mengaji, seorang diri dan tidak memegang hp, karena tadi sewaktu berangkat ke tempat TPQ aku diantar oleh mas Zidni katanya sekalian aku di antar ke kampus, kebetulan minggu-minggu ini aku sibuk mengurus tugas akhir ku, dan ada kuliah malam juga. Dan aku menitipkan hp ku untuk dia cas di rumahnya mas Zidni agar saat di kampus aku tidak kehabisan baterai.
Kesana-kemari aku sampai bolak balik 3 kali
dari tempat TPQ sampai ke gapura gang TPQ
tersebut, aku menunggu jemputan tapi tak kunjung datang.
Disinilah hatiku mulai khawatir, pikiranku
mulai kacau berpikiran aneh-aneh, kenapa tidak kunjung datang? Biasanya mas Zidni tepat waktu malah datang sebelum aku selesai mengajar, kenapa ini telat? Itulah gerutuku dalam hati. Bahkan sampai awan biru telah tertutupi awan merah, mas Zidni
masih belum datang. Aku seketika takut. Khawatir akan mas Zidni kecelakaan atau apalah, dan aku kembali menenangkan diriku sendiri.
Tidak lama setelah kekhawatiran ku sudah ada
di ubun-ubun, motor buntut Yamaha 2004,
menunjukkan kedatangannya, tepat di depan
berdirinya tubuhnya.
“Tumben.” Hanya itulah pekik hatiku saat itu.
Keanehan mulai aku lihat, sedari kemunculannya ditangkap oleh pandanganku, sampai dia berhenti tepat di depanku, semuanya aneh tidak seperti biasanya, dimana biasanya dia berhenti tidak sekasar yang seperti aku lihat kini.
“Awakmu jancok yo! Kurang ajar! Jancok!
Meneng-meneng awak mu wa an karo Ali!!!Wes tak woco kabeh! Onok kata-kata sayang-sayangan’e. Karepmu iku opo!!!!¹” bentakan seketika yang ku dengar. Aku sangat terkejut.
Deg!
Dan aku terdiam kaku seribu bahasa. Dia terus
berkata-kata sendiri memaki-maki aku sampai
mengatakan ingin sekali menamparku saat itu juga.
Itulah kata yang terlontar dari mulutnya.
Disini aku juga menjawab semua
perkataannya dengan bahasa Jawa, namun untuk mempermudah aku tuliskan ?dengan bahasa Indonesia saja.
“Ayo jawab! Kamu jangan diam saja seperti
itu! Mau kamu itu apa!! Kok bisa-bisanya kamu tidak punya hati wa an dengan Ali dibelakang ku!!!”
Terus saja dia berkata-kata banyak dan aku
pun akhirnya menjawab perkataannya yang berada di tengah jalan umum di gapura TPQ tempat aku mengajar, membuat beberapa orang yang berlalu lalang memperhatikan kita dan kini aku tinggal sisasisa saja rasanya maluku saat itu.
“Coba kamu kesini pinggirkan dulu motor itu,
kita bicara baik-baik disini, ada apa kok kamu tibatiba marah-marah.”
Sedangkan dalam hati aku melanjutkan katakataku, ‘Karena tidak seharusnya kamu mengatakan semua itu disini sekarang.’
Mas Zidni pun meminggirkan motornya,
dengan dia tetap berada di atas motor membusungkan dadanya, dan menatapku, membelalakkan kedua bola matanya padaku, seolah bola mata itu hampir keluar.
Mulutnya terus bergerak memaki-maki aku.
Kembali dia memaki-maki aku dengan makian
jancok, dimana seumur hidupku aku tidak pernah sekalipun mengucapkannya. Tapi kali ini tunangan ku sendiri yang beribu kali mengucapkannya untukku.
“Kamu itu wa an dengan Ali,” sambil
menunjukkan semua chat ku dengan Ali, tanpa melihat satupun panggilan keluar dan masuk di wa tersebut. Seandainya dia tahu kalau aku panggilan whatsapp jarang dengan Ali seorang diri, lebih sering panggilan grup.
“Kenapa kamu marah-marah mas, dengarkan
penjelasan ku dulu.”
“Sudah!!!! Gak usah dijelaskan lagi!!! Ini semua
sudah jelas!!! Pake ngomong mimpi basah!!! Kalo kamu mimpi basah bukankah itu karena kebawa mimpi pernah gitu sama Ali!!!” ucapnya.
Mendengar hal itu seketika aku yang awalnya
duduk di bata gapura sejak kedatangannya
mendengarkan ocehannya, langsung berdiri dari dudukku, mendengar tuduhan tak berfaedah dari mulutnya itu.
“Eh kalo ngomong jangan sembarangan ya
mas! Kamu boleh marah-marah karena cemburu aku wa an dengan Ali! Tapi tidak seperti ini ya sampek nuduh aku berhubungan sex dengan Ali! Serendah itukah aku di otakmu!”
“Memang kenyataannya seperti itu!” bentaknya
padaku, seketika serasa telapak tanganku ingin aku. layangkan ke pipinya yang dimana kedua bola matanya seperti mau keluar itu, biar keluar sekalian.
Namun aku masih sabar, karena saat itu juga
aku sadar aku salah, secara aku sudah menjadi
tunangan orang lain, dan aku masih saja menggunakan panggilan sayang dengan cowok lain, walaupun tidak setiap hari hanya kadang-kadang, tapi aku tahu saat
itu aku yang salah jadi aku tidak menanggapinya.
“Coba aku lihat mana aku sayang-sayangan
dan mimpi basah.” Ucapku pada mas Zidni.
Dan di sana terdapat chat ku dengan Ali,
o 𝙰𝚔𝚞 𝚖𝚒𝚖𝚙𝚒 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚝𝚊𝚍𝚒 𝚖𝚊𝚕𝚊𝚖.
o 𝙼𝚒𝚖𝚙𝚒 𝚊𝚙𝚊?
o 𝙼𝚒𝚖𝚙𝚒 𝚜𝚎𝚙𝚎𝚛𝚝𝚒 𝚊𝚔𝚞 𝚖𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚊𝚍𝚊 𝚍𝚒𝚜𝚊𝚗𝚊, 𝚍𝚊𝚗 𝚊𝚔𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚖𝚒𝚖𝚙𝚒 𝚝𝚒𝚍𝚞𝚛 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗𝚖𝚞, 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚊𝚖𝚊𝚔𝚊𝚔 𝚈𝚊𝚗𝚒 𝚖𝚊𝚞𝚙𝚞𝚗 𝙽𝚊𝚢𝚕𝚊.
o 𝙱𝚊𝚜𝚊𝚑 𝚢𝚊? 𝙷𝚊𝚑𝚊
o 𝙺𝚘𝚔 𝚋𝚊𝚜𝚊𝚑? 𝙶𝚔 𝚗𝚢𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐 𝚝𝚊𝚞𝚔. 𝙽𝚐𝚊𝚙𝚊𝚒𝚗
𝚋𝚊𝚜𝚊𝚑.
o 𝙾𝚑 𝚔𝚒𝚛𝚊𝚒𝚗 𝚖𝚒𝚖𝚙𝚒 𝚋𝚊𝚜𝚊𝚑.
“Ya Allah astaghfirulloh mas... kirain yang
mana, coba kamu baca baik-baik aku Cuma mimpi tidur, bukan mimpi tidur berhubungan sex dengan Ali,
Cuma Ali di chat itu bilang ‘basah?’ Dia hanya bercanda, lihatlah dia tertawa di sana.” jelas ku pada mas Zidni, karena tidak merasa salah dalam hal ini, aku hanya bercanda dengan Ali, dan mas Zidni muntab. Mungkin baiklah aku memang salah dalam hal
aku telah chating dengan Ali tanpa sepengetahuannya karena memang dia tidak pernah mengotak-atik hp ku selama ini, baru kali ini saja.
Namun meskipun aku menjelaskan, dia
kembali memakiku dengan banyak dan aku pun kembali dengan tenang berkata, “Coba mana lagi yang sayang-sayangan.
...****************...
Footnot :
1 Kamu ‘jancok’ makian khas daratan Jawa, di NTT tidak ada makian semacam ini. ‘Diam-diam kamu wa an dengan Ali. Sudah
aku baca semua. Ada kata-kata sayang-sayangan segala. Maksud inginnya kamu itu apa’. (Diterjemahkan dari bahasa Jawa).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments