Benar-benar di luar nalar, hari-hari terus saja
berganti, detik berganti menit, menit berganti jam dan jam berganti hari. Hari berganti minggu, dan tiba waktunya minggu itu telah habis.
Tepat di hari Selasa tanggal 27 Agustus 2019, malam genting bagi Fatimah si Mbak’e,
dimalam Rabu itu, malam tanggal 28, H-2 Mbak’e mempersiapkan diri untuk kembali terlebih dulu ke Kupang, meski yang ku lihat sebaliknya, dia belum siap.
Di malam itu, aku dapat membacanya dari kedua matanya. Dan di malam itu pula dia telah aku nobatkan menjadi Mbak’e ku. Karena di malam itulah awal mula dari kisah ini...
Mbak’e menangis. Tersedu hingga terdengar
di telingaku, air matanya terus membasahi pipi
lembutnya. Dalam hal ini aku berada di antara
perasaan iba dan tega. Karena dia menangis bukan kali pertamanya, namun untuk pertama kalinya dia menangis sangat tersedu hanya karena aku.
“Aku sayang sama kamu.” setelah dia
mendengar kalimat itu di telinganya, dimana kalimat itu aku yang mengatakannya.
“Aku sayang sama kamu, tapi aku mau gimana
lagi, kamu ada mas Zidni mu itu.”
Itulah yang aku ucapkan hingga membuatnya
menangis. Dan hal ini bagiku baru pertama kalinya lagi ada seorang wanita malah menangis mendengar dirinya ditembak oleh diriku. Padahal semua wanita yang pernah aku tembak tidak pernah ada yang menangis, tapi malah tersenyum kegirangan.
Sebelumnya...
Setiap sikapnya padaku, setiap kelembutannya
padaku, setiap sikap memanjakannya dirinya padaku, juga setiap manjanya yang ditujukan untukku, setiap itu pula aku mengira dia bercanda sedangkan aku luluh padanya.
Setiap rayuannya dikala aku cuek padanya, setiap kata-kata sayang yang sering dijadikannya sebuah panggilan untukku, dan tidak hanya satu kali dia mengatakan bahwa dia menyayangiku, di setiap itu pula aku mendengarkannya bukan hanya di telingaku, tapi juga di hatiku.
Sedangkan ...
Namun ternyata, saat setelah aku mengatakan
perasaanku dengan kesungguhan hatiku, dia
menangis. Aku pun menjadi bingung saat itu, hingga aku layangkan kedua telapak tanganku menyentuh kedua pipinya yang kini basah oleh air matanya,
Sembari berkata, “Katakanlah! Aku harus bagaimana?! Kamu mau meninggalkan mas dan nikah denganku?!”
Sedikit dengan nada ditekan ketika aku mengucapkannya. Karena aku sudah benar-benar bingung dan ingin tahu apa jawabannya atas perasaanku ini.
Perlahan dia pun bersuara juga, namun
sebelumnya dia menghempaskan kedua telapak tanganku, menyingkirkannya dari pipi lembutnya yang basah oleh air mata itu.
“Tidak.” Jawaban yang sangat singkat namun
pasti.
Aku pun langsung berkata lagi, “Yasudah kalo
begitu kamu mau apa! Kenapa kamu malah menangis. Dari kemarin-kemarin untuk apa semua itu! Lalu untuk apa juga kamu sering bilang ke aku kalo kamu sayang sama aku! Giliran aku bilang yang sejujurnya perasaanku padamu, kamu kayak gini! Lalu aku harus gimana?”
“Tidak.” Kembali itu yang terdengar, namun
kini dia melanjutkan kata-katanya, “Tidak bisa begitu.
Aku tidak bisa nikah denganmu, tapi aku sungguhan sayang ke kamu, kalo sama mas aku cinta. Dan aku tidak bisa meninggalkannya. Aku tidak ingin berkhianat.”
Sesenggukan masih saja terdengar darinya, namun dia masih melanjutkan, “Aku pasti akan malu bila tidak jadi menikah dengan mas, kita hanya berteman saja, tidak masalah kita saling mengungkapkan perasaan, karena itu lebih baik.
Daripada di pendam sendiri dan selamanya akan menyesal.
Aku sudah bertunangan, dan di saksikan
semua warga kampung ku saat itu, aku benar-benar tidak bisa memutuskan tali pertunangan begitu saja.
Aku tidak mau. Aku tidak mau.” Semakin deras lah setelah itu air matanya.
Kini aku kembali menyentuh kedua pipinya,
aku menghapus air matanya. Perlahan, dia pun
menatapku, membuat kedua tatapan kita bertemu.
“Yasudah, kalo begitu kamu jangan menangis lagi. Aku tidak akan menghentikan mu menikah dengan mas.” ucapku padanya.
Mbak’e terdiam. Aku pun kembali bingung
apabila dia menanggapi kata-kataku dengan bentuk terdiam seperti itu.
“Lagian kamu tidak akan bisa menghentikan ku
meskipun kamu menginginkannya.” Ucapnya. Kini dia dengan nada menantang ku. Tatapannya sedikit sinis padaku.
“Kamu menantang ku?!” tanyaku seketika itu
pula.
“Iya.” kini dia menjawabnya tegas.
Sebelumnya hal ini sering terjadi di antara kita, dia memang sudah sering menantang ku bahwa aku tidak akan bisa mendapatkan hatinya.
Namun setiap itu pula dia menjawab bahwa dia tidak sedang menantang ku. Kini dia bersungguh-sungguh dengan jawabannya.
“Aku sekarang menantang mu! Dan lihat saja
nanti, kamu tidak akan bisa menghentikan ku menikah dengan mas. Kamu bukan Tuhan! Kamu silahkan percayakan pada alam mu ini yang selama ini kamu banggakan bahwa kamu dan alam mu bersatu atau apalah, tapi aku masih ada Allah, Allah yang akan membuatku bisa menang dalam tantangan ini!”
Panjang lebar dia berkata-kata, dalam setiap
kata-katanya pula hatiku memanas, sangat terbakar api tantangan yang mulai dia nyalakan.
Aku memang sebelum hari ini sering mengatakan padanya, bahwa kami orang Timor adalah orang-orang yang bersatu dengan alamnya, setiap apapun yang terjadi alam pasti menjaga, dan setiap keinginan apapun alam pasti menghendakinya. Meskipun semua itu tetap tidak lepas dari kehendak Allah.
Ya, aku memang pernah mengatakan hal itu pada Mbak’e. Tapi setelah dia berkata panjang lebar seperti itu, seketika itu pula aku memanas dan mulai menjawab apa yang dia ucapkan.
“Oke. Kita lihat!” hanya itu jawaban dariku
atas perkataannya yang panjang lebar menantang diriku.
“Oke.” ucap Mbak’e juga, menutup percakapan
kita malam itu.
Sedangkan aku langsung keluar dari kamar
yang dia tempati, hatiku benar-benar panas saat itu juga. Aku tidak berpikir hal lain lagi selain
mengabulkan permintaannya. Bahwa aku akan meminta pada Allah dan alam ku untuk
mendapatkannya.
Dalam hatiku mulai berkata-kata sendiri. ‘Mungkin dia pikir karena dia orang dari Jawa, mungkin dia pikir karena dia berasal dari suku Madura, dia menganggap semuanya tidak akan mungkin terjadi, atau mungkin dia pikir karena jarak antara NTT dan Jawa itu jauh, dia bisa berkata seenaknya?!’ aku mulai tersenyum kesal sendiri,
‘Kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi, bila Allah menghendaki semuanya!’ aku terus saja malam itu berkata-kata sendiri, seolah tidak ada hal ternyaman selain apa yang kini ku lakukan.
Ya, memang dia sebelumnya juga
membanggakan bahwa dia keturunan suku Madura asli, dimana letaknya sangat jauh dari NTT, dan dia berhasil mendapatkan beasiswa kkn di NTT yang jauh dari peradabannya, dan jelasnya sangat berbeda.
Dia juga membanggakan suatu hal bahwa suku Madura pasti menikah dengan sesama suku Madura atau setidaknya keluar suku, hanya sebatas dengan suku Jawa dan belum pernah ada sejarah tentang suku Madura menikah dengan orang NTT apalagi suku Timor.
Tapi saat itu tetap saja dia tidak berani menantang ku untuk dapat menikah dengannya, aku sangat tidak percaya ternyata kini dia berani menantang ku, menantang orang Timor sepertiku.
Benar-benar malam yang sangat menggeramkan bagiku. Sehingga lolongan anjing pun di malam itu tidak aku gubris sama sekali. Pikiranku kacau dan aku tidak ingin tidur di malam itu. Aku hanya berkata-kata sendiri, “Kita lah nanti yang akan membuat sejarah baru.” Pekikku dalam hati.
...****************...
Kamis, 29 Agustus 2019.
Tiga orang yang berasal dari Jawa sudah
waktunya untuk meninggalkan daratan Mnela’anen.
Kami semua mengantar mereka bertiga dengan mengendarai otto¹ milik Bapak Kepdes.
Ke-13 anggota kkn desa Mnela’anen itu pun
kini hanya tersisa 10 orang, dari Kampus Institut Islam Kupang 3 orang, Universitas Kupang 4 orang, dan Institut Kriten Kupang 3 orang.
Semua orang berselfi, foto bersama dan saling beradu tangis antara anggota satu dengan anggota lainnya. Semua kelompok dari 5 desa berkumpul di halaman Pesantren yang terletak di desa Oeekam.
Karena dari masing-masing desa juga terdapat orang yang datang dari Jawa sama seperti Fahri, Giga dan Mbak’e.
Sedangkan aku juga tidak mau kalah dengan
yang lainnya, aku mengajak Mbak’e untuk berselfi bersama. Tepat di depan otto kami berfoto, Mbak’e berpose sembari menatap ke arahku, sehingga tampaklah di foto itu seolah-olah Mbak’e berat untuk meninggalkanku.
Teman-teman yang lain dimana selama kkn
selalu saja mencomblangkan aku dengan Mbak’e pun langsung bersorak saat aku berfoto dengan Mbak’e.
Namun teman-teman anggota desa Mnela’anen tidak melakukan itu, karena mereka sudah tahu antara aku dan Mbak’e tidak ada hubungan apa-apa.
Namun tidak ada yang tahu apa kehendak
Tuhan saat itu juga dan apa kehendak alam. Hatiku sejak dua malam yang lalu sudah menancapkan tekad besar dalam hal ini.
Meski aku tahu salah awalnya, tapi setelah aku percaya tidak akan ada yang tidak mungkin di dunia ini, aku pun tidak ragu lagi, dan keputusanku sudah benar-benar bulat sejak saat dua awal aku mengenal Mbak’e, sejak saat aku mengenal Fatimah. Aku benar-benar serahkan semua niat dalam hatiku ini pada Sang Ilahi.
Selama dua hari berada di Kupang sembari
menunggu waktu kepulangan ke tanah Jawa, para mahasiswa dari Surabaya itu menginap di penginapan Asrama Haji yang ada di Kupang.
Dan selama itu pula, aku dan Fatimah mulai sering saling mengabari satu sama lainnya. Fatimah mengatakan bahwa dia tidak bisa tanpa ada kabar satu hari pun dari diriku, dan
begitu juga aku, aku lah orang yang paling tidak bisa tanpa ada whatsapp dari Fatimah.
Teleponan, sms, whatsapp, saling like di
facebook, semua itu mulai rutin kita lakukan di setiap media sosial kita. Semuanya hanya berisikan tentang kisah Ali dan Fatimah. Sejak saat itu pula tanpa sadar Fatimah mulai benar-benar jatuh cinta pada Ali.
Karena ini adalah kisah ku, kisah Ali dan Fatimah. Sebagaimana kisah seorang Fatimah pada zaman Rasulullah Saw. dimana Fatimah Ra. adalah seorang yang mencintai Ali dalam diam, sedangkan Ali Ra. adalah seorang lelaki yang menyerahkan cintanya pada Sang Ilahi.
Sehingga kisah cinta dari keduanya, syaitan pun tidak mengetahuinya. Kisah Ku ini, akan sama dengan kisah Ali Ra. dan Fatimah Ra. bila Allah menghendaki aku bersatu dengan Fatimah, aku tidak akan dihalangi oleh takdir, jarak, harta, maupun perbedaan adat suku kita, meskipun Fatimah sudah bertunangan sekalipun. Karena dalam kisah cinta, hanya cinta di atas segala-galanya.
“Assalamu’alaikum sayang...” sapa satu suara
di seberang sana, seorang yang kini telah sampai di tanah kelahirannya, tanah Jawa.
“Wa’alaikumsalam... gimana, su sampai ko?”
tanyaku pada Mbak’e.
“Iya.. alhamdulillah.”
“Dan mas su pulang ko?” tanyaku lagi. Karena
tadi Mbak’e saat sampai di Bandara Juanda aku telpon, tapi tidak lama dia menyuruhku untuk menutup telponnya, dan dia wa ke aku, bahwa dia di jemput oleh mas Zidni. Aku pun mengiyakan dan memintanya mengabari ku setelah mas Zidninya sudah pulang.
“Iya... dia sudah berangkat kerja.” Jawab Mbak’e.
Kita pun akhirnya mengobrol tentang perjalanan Mbak’e tadi dan sesampainya dia dirumahnya yang di sambut antusias oleh Bapak, Mama, dan Mbaknya. Dimana saat itu pula aku turut senang mendengarnya.
Saat sebelum kepulangannya aku juga
memberikannya satu buah selendang dan satu buah kain sarung dimana keduanya terbuat dari kain tenun khas Timor. Aku pun kembali bertanya padanya,
“Gimana dengan oleh-oleh dari kamu?”
“Iya, Mama dan Bapak suka. Apalagi kain
sarungnya, tapi Mama mau lagi,”
“Mau selendangnya ko?”
“Iya. Mama minta lagi nih. Mau ngomong
langsung ta?” dia menawarkan untuk aku bisa
batelpon dengan orang tuanya. Aku pun langsung mengiyakan.
Dan setelah aku melihat wajah kedua orang
tuanya secara langsung melalui video call whatsapp, terlihat di seberang sana wajah bahagia kedua orang tua Mbak’e mendapati diriku.
“Terimakasih banyak ya oleh-olehnya, tapi
mana buat Mama?” itulah yang dikatakan Mama sebagai kata sapaan kita saat itu. Mama sudah mengenalku, sebelumnya beliau juga sudah pernah vc denganku saat Mbak’e masih ada disini, NTT.
“Oh Mama juga mau? Nanti aku akan kirim.”
“Iya ditunggu ya...”
Obrolanku dengan Mama pun berakhir cukup
sampai disitu, dan tidak pernah lagi aku mendengar suara Mama secara langsung dan berbincang secara langsung baik melalui telepon maupun video call.
Semua itu terjadi sebelum terjadinya suatu peristiwa yang menggemparkan dunia saat itu. Bahkan menggambarkan tanah Jawa, Madura, dan NTT.
...****************...
footnote :
1 Sebutan untuk kendaran roda 4. Baik itu mobil, puck up, maupun bus mini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
anggita
ok.,.like lgi.,💪 trus berkarya
2021-02-28
1
Dea Relita
semangat kakak, 'MUZACHA' hadir membawa like
2021-02-21
1
Ftl03
like 6
2021-02-12
1