Pengakuan Fatimah

...****************...

Fatimah Az-Zahra

...****************...

Senja mulai datang, matahari telah berada di

ufuk barat menyemburatkan sinarnya. Hati

sudah sejak lama menyemburatkan

kerinduannya, jiwa melayang ke kota dingin

dimana masih saja bekas bayangan tak hilang.

Raga terdiam kaku di atas kursi tua yang panjang di latar depan rumah, menelisik di atas huruf demi huruf yang dirangkainya menjadi kalimat rindu.

Dia adalah Fatimah, seorang wanita yang

menahan rindu demi bersatunya dua raga yang kini sedang berjauhan di pisahkan dua samudera, dua provinsi, dua kota, dua adat dan satu jiwa yang sama￾sama menginginkan sebuah tujuan untuk bersatu.

Dimana ingin menjadikan suatu hal yang mustahil menjadi kun fayakun¹, dengan wa u fawwidlu amrii ilallah innallaha bashirun bil ibad²...

Sungguh indah ciptaan-Nya dengan terciptanya seorang Fatimah di dunia ini, bukan karena dia seorang wanita, tapi dialah seorang pendoa untuk bisa mewujudkan keinginannya itu.

Mungkin bisa dibilang dia baru kali ini memiliki keinginan sebesar itu dalam hidupnya, serumit yang kini terjadi, dan se mustahil nalar seluruh umat manusia.

Dia Fatimah, bukanlah seorang yang sangat

cantik jelita seperti pendendang lagu maulana ya maulana, layaknya orang jawa memiliki paras seperti Nisa Sabyan. Tapi dialah pemilik paras anggun nan manis bila di pandang mata siapapun.

Dia juga bukanlah seorang putri orang yang

sangat begitu terkenal seperti Kahiyang Ayu putri Presiden Joko Widodo, layaknya kebanyakan dari Jawa seorang berpangkat bermunculan.

Dia hanyalah putri seorang guru mengaji dirumahnya, tapi dia tak kalah dari semua itu, dia lebih dari itu bagiku. Dia cukup membuat lelaki menundukkan pandangannya, apabila berlalu di depannya.

Dia buka suara, kala itu aku adalah orang yang

sangat beruntung saat aku ketahui bahwa dia ternyata mencintaiku dengan disalurkannya melalui doa￾doanya. Tepat malam hari, saat dia sedang berkecamuk dengan berbagai penderitaan yang dirasakannya.

...****************...

Di mulai saat pertama kalinya aku dimasukkan

ke dalam grup KKN. Aku tidak merespon satu pun percakapan yang ada di dalam grup itu. Ramai, dan terutama bahasanya yang tidak aku mengerti.

Namun, ada satu hal yang saat itu juga tiba￾tiba membuatku tertarik dari grup Whatsapp KKN itu, setelah aku mengklik “Ketuk disini untuk info grup” bagian papan nama grup KKN dan memunculkan tampilan jajaran nama-nama lengkap beserta nomor Whatsapp teman-teman KKN seluruhnya, baik mahasiswa dari Surabaya maupun dari Kupang.

Ternyata sudah ada di sana lengkap.

Saat itu aku menggeser schrol ke bawah untuk

melihat siapa saja para penghuni grup KKN tersebut.

Pelan-pelan aku menggeserkan kursor hp ke bawah, sembari dalam hati berniat melihat,

“Mungkin saja ada yang tampan, meski pun sedikit.” itulah gumam ku.

Dan ada 3 foto profil yang ku temukan kala

itu, aku klik bagian profil whatsappnya, 2 foto lainnya gagal, dan bagiku “Astaghfirulloh banget.” tapi ada satu profil yang aku buka cukup lama, saat aku klik back, aku malah kembali mengklik profil tersebut untuk kembali melihatnya lagi.

“Lumayan.” Pekik ku saat itu juga....

Sejak saat itu aku tak pernah lagi sibuk

memperhatikan lelaki, wanita, maupun siapapun yang pernah aku lihat melalui foto profil whatsapp di grup KKN pada pertemuan nyata tepatnya saat pembukaan KKN di Universitas Swasta Kupang. Aku lupa, bahkan tidak mengingat sedikitpun atas kata hatiku kala itu....

Aku tidak menyangka, terkejut bahkan tidak

percaya, sekaligus tertegun, saat aku turun dari bus yang mengangkut kita semua ke tempat KKN, aku melihatnya.

Saat itu aku hanya mampu menatap lekat

padanya, terdiam sendiri, bersama dengan gumaman hatiku, “Itu kan lelaki yang pernah aku lihati fotonya di profil wa-nya sebelum KKN?”

Bersamaan dengan itu, terasa angin senja

mulai menunjukkan titik-titik kegelapan nya,

menyapaku... menyentuh kulitku, sedikit tak bersahabat, dingin seketika yang ku rasakan, bahkan semakin gelap langit, semakin dingin.

Kembali aku lupa akan lelaki itu, karena saat

itu juga lamunanku dibubarkan dengan kedatangan seorang paruh baya, berkumis tebal dan berkelok bak kumis seorang raja kejam, berbadan besar dengan perut cukup buncit, kulit hitam, bibir merah yang kini sedang bergerak-gerak di mulutnya tersumpal sebuah

camilan khas NTT³, dan bertopi koboi sudah mirip dengan seorang penunggang kuda. Dia berjalan seorang diri, mendekati aku dan ke dua belas teman dan seorang dosenku yang datang bersamaku di tempat itu.

“Selamat sore.” sapa lelaki paruh baya itu

pada kita semua yang datang. Kita pun dengan

serempak menjawab sapaannya,

“Selamat sore, Bapak...”

Kemudian lelaki itu melanjutkan, “Saya Josef

Faso, kepala desa disini,” ucap lelaki paruh baya itu, memperkenalkan diri, dimana ternyata beliaulah Bapak Kepdes yang dalam hal ini akan banyak aku sebut disini.

“Mohon maaf seperti inilah desa kami,

mungkin adek-adek baru pertama kalinya kesini, terutama yang dari Surabaya... sesuai isi surat yang tercantum disini.” Lanjut Bapak Kepdes, sembari menunjukkan surat yang ada di tangannya.

Untuk pertama kalinya, aku tersenyum melihat seorang Bapak Kepdes yang begitu sederhana itu, berpakaian kaos berkerah, dan bercelana longgar, tas kecil melingkar di perut buncitnya. Sangat bersatu dengan pemandangan indah ditempat ini, desa Mnela’anen.

Setelah mendengarkan sedikit pembukaan dari

Bapak Kepdes, kami semua digiring memasuki rumah beliau yang berjarak 150 meter dari Kantor Kepdes yang tadinya menjadi tempat pertama kalinya menginjakkan kaki di tanah desa Mnela’anen. Di rumah Bapak Kepdes sebuah penyambutan dari keluarga Kepdes dan beberapa warga yang ternyata aparat desa juga.

Kami ke-13 orang yang datang untuk kkn di desa Mnela’anen, dipersilahkan duduk di atas kursi panjang berwarna hijau terbuat dari spon, kursi sofa. Satu-satunya rumah yang memiliki kursi sofa disini.

Aku belum mengenal semua teman masing￾masing dari ke-13 orang yang kkn bersamaku, dengan sifat cuekku yang masih dari sejak SMP menjadi karakterku pun, sedikit menyulitkan aku disini.

Aku menjadi serba salah dengan sifat cuekku itu, benar-benar belum mengenal mereka, hanya 3 orang saja yang aku kenal akrab. Fahri, Giga dan Yana gendut. Lainnya tidak ada yang aku kenal.

Aku duduk di tengah-tengah teman yang aku belum mengenalnya. Namun seperti biasanya, aku tetap memasang wajah yang seolah-seolah telah mengenal nama-nama mereka semua.

Di samping kiri ku ada mahasiswi berjas hijau muda dan berkerudung hitam, disampingnya lagi ada seorang laki-laki. Seketika aku bergumam, “Itu kan laki-laki yang aku lihat fotonya di profil wa nya.” Namun segera aku menoleh ke kananku, ada mahasiswi dari Kampus Kristen, berjas coklat dan berambut keriting di ikat dengan jepit rambut ke atas. Disampingnya lagi ada Giga.

Sedangkan Fahri ada tepat di samping Bapak

Kepdes, karena saat itu dialah Koordinator di desa kami. Aku belum mengenal semua selain 3 orang yang tadi aku sebutkan.

Jadi disini ada 4 orang berjas merah, 3 orang berjas hijau muda, 3 orang berjas coklat, dan 3 orang berjas hijau tua.

Lebih dari itu semua, yang ada di pikiranku

saat itu hanyalah, nanti aku tidurnya bagaimana?

Nanti aku mandinya bagaimana? Makannya

bagaimana? Dan semuanya tidurku dengan siapa? Ada yang beragama Kristen juga. Pikiranku berputar￾putar. Untuk pertama kalinya aku begitu khawatir karena baru kali ini aku menginjakkan kaki ke tempat yang begitu jauh dari tempat aku dilahirkan.

Berbaur dengan orang-orang Kristen, di kelilingi babi dan anjing. Apalagi saat aku hendak ke kamar mandi, setelah selesai penyambutan dari keluarga besar desa Mnela’anen, rasa ingin ke kamar mandi mulai mengerubungi tubuhku.

“Aku pengen pipis, antar aku dong.” Ucapku

memohon pada seorang lelaki bertubuh kekar, tinggi besar pundaknya, berkulit hitam, hidungnya mancung, matanya sedikit sipit, bibirnya sedikit lebar dan tebal.

Dia menjawab permintaanku, “Ayo.” Hanya itu.

Seketika hatiku sangat senang. Dia bernama

Irul. Saat berjalan menuju kamar mandi aku

menanyakan namanya, “Siapa namamu?”

“Irul. Irul Liliwana.”

“Oooh, dari kampus mana?”

“UK, Universitas Kupang.” Dia tidak bertanya

balik ke aku dari kampus mana, karena sudah jelas dari jas yang aku pakai berwarna hijau tua di bagian dada kiri terdapat lambang kampus Islam Surabaya.

Sesampainya di depan kamar mandi, kita

berhenti berjarak 3 meter, karena ternyata masih ada orang yang di kamar mandi. Aku dan Irul pun menunggu di luar di dekat dapur, dan di dekat... Ngoook... ngoook...

“Suara apa itu?!” tanyaku seketika pada Irul

sembari membelalakkan kedua bolat mataku.

“Bab satu.” Jawabnya sambil menutup mulut

terkekeh,

“Ha!” aku terkejut bukan main saat Irul

mengatakan bahwa itu suara babi. Jadi aku sekarang ada berdiri di dekat dapur yang berdekatan dengan kamar mandi dan berdampingan pula dengan

“kandang babi” pekik ku.

Bersamaan dengan itu pintu kamar mandi yang terbuat dari bahan asbes pun terbuka. Ternyata Nayla membuka pintu, aku sudah mengenal namanya. Dia mahasiswi yang berjas hijau muda dari kampus Institut Islam Kupang.

“Oh ternyata kamu yang di kamar mandi,”

ucapku, menyapanya.

“Iya Mbak. Mbak mau ke kamar mandi juga?”

“Iya nih.”

“Oh kan sudah ada Nayla, Nayla kamu

tungguin Mbak ya..” ucap Irul saat itu juga, terlihat canggung berada diantara para wanita di dekat kamar mandi.

“Loh tidak mau, aku takut.”

“Kan sudah ada Nayla.” Ucapnya lagi padaku.

“Sonde beta mau masuk dulu, belum solat.”

Tiba-tiba Nayla pun menyahut.

Seketika aku pun tersenyum, “Tuh kan...” dan

Irul pun mengangguk. Dia sepertinya malu menunggu seorang wanita. Karena saat aku tidak sengaja menyentuh pundaknya karena tadi terkejut mendengar kata babi diucapkannya pun dia sedikit terkejut akan sentuhan ku.

.............................

footnot :

1 Q.S. Yaasin: 82.

2 Q.S. Ghafir: 44.

3 Sirih Pinang.

kelanjutannya besok ya 😄👍

Episodes
1 Kota Karang
2 Dia
3 Desa Mnela'anen
4 Fatimah Pingsan
5 Suka Pakai Tapi
6 Keputusan Bulat
7 Keputusan Bulat 2
8 Desa Bileon, Fautmolo
9 Perjodohan
10 Pengakuan Fatimah
11 Kekecewaan Fatimah
12 Hal Bersejarah
13 Pemeran dalam Cinta Beda Provinsi
14 Fahri dan Giga
15 Fahri dan Giga 2
16 Kenangan terbawa di Surabaya
17 Fatimah Az-Zahra
18 Kemarahan Zidni
19 Setan Berwujud Manusia
20 Setan Berwujud Manusia 2
21 Berjuta Aksi Setan
22 Setan Masih Beraksi
23 Saat Semuanya Tak ada yang percaya
24 Teror Setan
25 Allah Tidak Tidur
26 Cinta Tanpa Tapi
27 Cinta Tanpa Tapi 2
28 Nama Hubungan ini
29 Harap-harap Cemas
30 Semerbak Hawa Sejuk
31 Ali dan Fatimah
32 Hanya Waktu
33 Saling Memperbaiki Diri
34 Tak Ada Lagi Penghinaan
35 Penolakan
36 Perjodohan
37 Ali Pasti Tahu
38 Awal Mula Dijodohkan
39 Terungkapnya Kebenaran
40 Langit Pun Mengamini
41 Epilog & Tentang Penulis
42 Cinta Beda Provinsi 2
43 Ingin Bertemu
44 Perbandingan Sejak Disini
45 Kabar Buruk
46 Pencapaian Mas Zidni
47 Hati Fatimah
48 Perasaan Fatimah
49 Perasaan Ali
50 Blokir Sementara
51 Hanya Mbak'e
52 Kerinduan Ali
53 13 Hari lagi
54 Teringat Ali
55 Panik
56 Terjebak Emosi
57 Kelegaan Mbak'e
58 Hanya Allah Yang Tahu
59 Fitnah Zidni
60 Berhenti Mengkhawatirkan
61 Awal LDR
62 Pembagian Dospem
63 Ali Gegana
64 Curhat dong Mbak'e
65 Panggilan Tak Terjawab
66 Hanya Bayangan
67 Besok Banget
68 Tanggapan Fatimah
69 Hanya Mimpi
70 Curhatan Fatimah
71 Janji Palsu
72 Pertengkaran
73 Kehidupan Kiki
74 Pilih Aku Atau Istrimu
75 Ketidak Tegasan
76 Pemeran Cinta Beda Provinsi 2
77 Mbak Kiki
78 Penderitaan Mbak Kiki
79 Tebar Pesona
80 Suami Juga Tebar Pesona
81 3 Target
82 Hanya Karena Target ke 3
83 Kemarahan Fatimah
84 Merayu Fatimah
85 Bimbingan Skripsi
86 Nostalgia Dulu
87 Perbaikan Hari Pertama
88 Perbaikan Hari Kedua
89 Cukup Sudah
90 Ikuti Saja Alurnya
91 Hampir Saja
92 Kesabaran Fatimah dan Ali
93 Pernah Putus
94 Hanya Fatimah
95 Seasons 2 Tamat
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Kota Karang
2
Dia
3
Desa Mnela'anen
4
Fatimah Pingsan
5
Suka Pakai Tapi
6
Keputusan Bulat
7
Keputusan Bulat 2
8
Desa Bileon, Fautmolo
9
Perjodohan
10
Pengakuan Fatimah
11
Kekecewaan Fatimah
12
Hal Bersejarah
13
Pemeran dalam Cinta Beda Provinsi
14
Fahri dan Giga
15
Fahri dan Giga 2
16
Kenangan terbawa di Surabaya
17
Fatimah Az-Zahra
18
Kemarahan Zidni
19
Setan Berwujud Manusia
20
Setan Berwujud Manusia 2
21
Berjuta Aksi Setan
22
Setan Masih Beraksi
23
Saat Semuanya Tak ada yang percaya
24
Teror Setan
25
Allah Tidak Tidur
26
Cinta Tanpa Tapi
27
Cinta Tanpa Tapi 2
28
Nama Hubungan ini
29
Harap-harap Cemas
30
Semerbak Hawa Sejuk
31
Ali dan Fatimah
32
Hanya Waktu
33
Saling Memperbaiki Diri
34
Tak Ada Lagi Penghinaan
35
Penolakan
36
Perjodohan
37
Ali Pasti Tahu
38
Awal Mula Dijodohkan
39
Terungkapnya Kebenaran
40
Langit Pun Mengamini
41
Epilog & Tentang Penulis
42
Cinta Beda Provinsi 2
43
Ingin Bertemu
44
Perbandingan Sejak Disini
45
Kabar Buruk
46
Pencapaian Mas Zidni
47
Hati Fatimah
48
Perasaan Fatimah
49
Perasaan Ali
50
Blokir Sementara
51
Hanya Mbak'e
52
Kerinduan Ali
53
13 Hari lagi
54
Teringat Ali
55
Panik
56
Terjebak Emosi
57
Kelegaan Mbak'e
58
Hanya Allah Yang Tahu
59
Fitnah Zidni
60
Berhenti Mengkhawatirkan
61
Awal LDR
62
Pembagian Dospem
63
Ali Gegana
64
Curhat dong Mbak'e
65
Panggilan Tak Terjawab
66
Hanya Bayangan
67
Besok Banget
68
Tanggapan Fatimah
69
Hanya Mimpi
70
Curhatan Fatimah
71
Janji Palsu
72
Pertengkaran
73
Kehidupan Kiki
74
Pilih Aku Atau Istrimu
75
Ketidak Tegasan
76
Pemeran Cinta Beda Provinsi 2
77
Mbak Kiki
78
Penderitaan Mbak Kiki
79
Tebar Pesona
80
Suami Juga Tebar Pesona
81
3 Target
82
Hanya Karena Target ke 3
83
Kemarahan Fatimah
84
Merayu Fatimah
85
Bimbingan Skripsi
86
Nostalgia Dulu
87
Perbaikan Hari Pertama
88
Perbaikan Hari Kedua
89
Cukup Sudah
90
Ikuti Saja Alurnya
91
Hampir Saja
92
Kesabaran Fatimah dan Ali
93
Pernah Putus
94
Hanya Fatimah
95
Seasons 2 Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!