Happy reading all 😘
.
.
.
.
.
Disinilah Rain sepulang kuliah, rumah yang terlihat sepi dari luar. Layaknya rumah hantu yang ada di film film horor. Padahal rumah ini tidak terlalu besar, cat yang mulai pudar, halaman yang kotor, banyak daun kering beterbangan dan sampah menambah kesan kumuh. Dari luar terlihat ada sebuah motor matic. Menandakan jika si empunya rumah ada di dalam.
Rain berjalan mengendap endap bak pencuri yang akan membobol sebuah rumah.
"No, tapi gue takut ketauan !" lirih Rain.
"Ada gue disini, ada Tian juga !" jawabnya disamping Rain. Nino tak pernah meninggalkan Rain barang sedetik pun.
Langkah Rain terhenti melihat seseorang hendak keluar dari dalam. Ia segera mencari tempat sembunyi, di balik tong sampah drum, yang terhalang semak belukar. Matanya menajam melihat Baron keluar dari rumah, dan mengunci rumahnya, lalu naik ke atas motornya dan pergi. Rain mengelus dadanya, setidaknya ia akan lebih leluasa menjelajahi rumah Baron jika Baron tidak ada.
"Fiuhhh ! gue kira bakal ketauan !" Rain celingukan lalu ia keluar dari tempat persembunyiannya.
"Ka, hati hati bapak jam segini hanya cari makan," Tian mewanti wanti jika Baron hanya keluar sebentar lalu ia akan kembali.
"Oke," jawab Rain. Gadis itu tak menyia nyiakan waktunya yang sedikit, ia langsung naik ke teras depan, kepalanya menggeleng, banyak bergeletakkan botol botol bekas minuman di samping kursi depan.
"Bapakmu suka minum ya Tian?" ucap Rain melangkahi botol yang berserakan.
"Setiap hari ka," jawab Tian sendu.
Rain hampir terjatuh saat kakinya tersandung, tapi Nino menangkapnya "hati hati," ucapnya tersenyum membuat Rain salah tingkah.
" Makasih" lirih gadis itu, menahan degupan jantungnya yang sudah tidak beraturan.
"Ekhemm!!" deheman Tian menyadarkan keduanya.
"Ini dikunci Tian," ucap Rain mencoba membuka buka pintu.
Dengan sekali hentakan Nino membuka pintu yang terkunci itu hingga pintunya terbuka lebar. Rain tersentak kaget, jika nanti pintu rumah terlanjur dikunci bi Kokom dan ia pulang larut, Rain tak perlu susah susah membangunkan bi Kokom atau mang Nurdin.
Rain masuk ke dalam rumah, sepatu sneakernya menjejaki ruang tamu yang tak ada sentuhan tangan wanita alias acak acakan, bau apek. Heran saja dengan Baron apa ia tidak memiliki mata dan hidung? melihat tempat bau nan berantakan seperti ini seakan betah saja.
"Idihh udah kaya sarang tikus !!" decih Rain.
Tian hanya diam karena dulu ia lah yang selalu membereskannya setiap hari, Rain masuk ke dalam ruangan, melihat ranjang yang spreinya acak acakan.
"Ini kamar bapakmu?" tanya Rain. Tian mengangguk.
"Oh kirain, sarang ular !" jawab Rain, Nino hanya tertawa kecil mendengar ocehan Rain yang mengkritik seluruh ruangan bak kapal pecah itu. Sepertinya jika mereka menikah maka inilah yang akan Nino dapatkan setiap harinya, omelan Rain jika Nino malas. Senyumnya luntur mengingat hal itu tak mungkin terjadi.
"Itu apa?" tanya Rain menunjuk sebuah bungkusan di atas meja. Sontak Rain ditertawai Nino bahkan Tian.
Jangankan Nino, Tian saja tau apa itu. Tapi Rain, gadis itu begitu polos dan lugu.
"Apa kaka tidak pernah mengenal yang namanya alat pengaman??" tanya Tian. Karena jujur Nino spechless untuk menerangkannya.
"Apa? alat pengaman? untuk apa?" tanya Rain.
"Sudah nanti saja dibahasnya!" sarkas Nino menghentikan ke kepoan Rain.
"Bapakmu aneh, preman begitu butuh alat pengaman sekecil itu? apa itu obat?" tanya Rain lagi sambil mencari cari sesuatu takutnya ada yang mencurigakan. Sedangkan Tian dan Nino saling memandang dan mengulum bibirnya.
"Alat kontra*sepsi Rain !!" jawab Nino kesal juga.
"Hah??!!! jadi itu !!balon buat begitu??" Rain mengangkat kedua alisnya bertanya pada Nino dan Tian. Mereka mengangguk. Seumur umur ia hanya tau namanya saja, sedangkan bentukannya sendiri ia tidak tau.
"Bit*ch !!!! najis !!" Rain bergidik geli. Nino dan Tian tertawa.
Rain keluar dari kamar Baron tak ingin mengeksplorenya lebih jauh lagi demi kewarasan otaknya, ia tak mau meracuni otaknya sendiri oleh barang barang milik Baron. Ia memasuki kamar selanjutnya masih berada dekat dengan kamar Baron karena letaknya bersebelahan. Kamar itu terdapat kasur kecil nan lepek juga tipis. Ia yakin ini adalah kamar Tian.
Tian hanya diam mematung di depan ambang pintu, ia tak mau masuk ke dalam ruangan itu. Ruangan yang menjadi saksi bisu bagaimana ayahnya membuat hari hari Tian seperti di neraka.
Rain masuk bersama Nino, hanya ada kasur dan sebuah meja kecil saja, bahkan baju Tian berantakan di samping kasur tipis itu. Belum apa apa Rain sudah hampir menangis melihat pemandangan menyayat hati ini, di dinding kamar lukisan tangan dua orang anak laki laki saling bergandengan tangan dan seorang ibu.
Rain membentangkan satu persatu baju lusuh milik Tian. Ia mendapati satu baju terdapat bercak da*rah yang sudah mengering.
"Ini??!" Rain berbalik pada Tian.
"Baron sering memukul Tian, ka terkadang sampai berdarah jika Tian tidak menurut atau ia sedang mabuk," jawab Tian. Rain menutup mulutnya.
Ia juga menemukan sebuah buku tulis dan membukanya, membaca beberapa baris tulisan Tian.
"Ini diarimu?" tanya Rain, diangguki Tian.
"Ka Rain simpan boleh?" tanyanya.
" Simpanlah ka, sebagai barang bukti !" jawab Tian.
"Honey, sebaiknya kita sudahi dulu pencarian hari ini. Takut Baron keburu pulang !" ucap Nino.
Rain mengangguk, dan memasukkan buku Tian ke dalam tasnya. Benar saja saat Rain sudah di luar teras dari kejauhan matanya menyipit melihat motor Baron, sontak Rain langsung kelimpungan melompat dari teras ke arah halaman depan, sepertinya jika harus keluar dari pagar sekarang mungkin akan ketauan.
Nino menarik Rain ke belakang drum sampah tadi, dan menutup kembali pintu. Baron masuk ke dalam halaman dan memarkirkan motornya.
Mata Rain membola sontak mulutnya terbuka, Nino langsung membekap Rain saat ada kecoa yang melintas di depan gadis itu, Rain memanglah takut hewan kotor yang satu itu.
"Liat gue, jangan liat kecoa itu !!" bisiknya hampir tak terdengar. Rain menurut dan menatap mata merah Nino yang mempesona.
"Gue takut !!" ucapnya tanpa bersuara.
Nino menarik kepala Rain ke dalam dekapannya. Ia menghempaskan kecoa itu dari dekat Rain.
"Ga usah takut, gue disini ! selalu disini bareng loe," bisik Nino.
Baron memutar kunci dan masuk ke dalam rumahnya sambil bersiul. Rain mengingat kembali tatto dan perawakan Baron, dialah salah satu perampok pada malam itu. Malam dimana Rain kehilangan keluarganya juga Nino.
"Baron juga bisa jadi kunci, ia tau siapa saja orang yang sudah membunuh kedua orangtuamu dan orang orang yang terlibat !" ucap Nino yang tau pikiran Rain.
"Hah??" Rain mengernyit.
"Jadi perampokan malam itu ada unsur kesengajaan?" tanya Rain, dan Nino mengangguk.
"Apa kaka mau bermalam disini?" tanya Tian menyela obrolan Rain dan Nino. Baron sudah di dalam. Dan ini kesempatan yang bagus untuk Rain agar bisa kabur.
Ia segera berdiri dan jalan mengendap endap kembali hingga keluar pagar pelan pelan,
"Alhamdulillah !!"ia mengusap dadanya lega.
"Fiuhhh ! udah kaya detektif Conan aja gue ," Rain tertawa renyah serenyah wafer berlapis lapis.
Ia masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di ujung jalan. Tangannya sudah memegang handle pintu saat ia menangkap sesosok wanita berkebaya dari kejauhan menatapnya lekat, kebaya merah dan samping jarik coklat. Mirip seperti sinden sinden acara wayang.
Ia menatap Rain kaku dan kosong, namun Rain tak mau ambil pusing ia hanya berfikir paling paling tukang jamu.
Rain masuk ke dalam mobil "ihh uweekk, badan gue bau sampah !!" Rain bergidik jiji menciumi bau badannya.
" Setelah di rumah langsung mandi sana,bau mu udah ga enak!!" Nino menutup hidungnya.
"Bukannya tempat kotor dan bau tempatnya makhluk makhluk kaya loe ya?" tanya Rain.
" Engga juga, gue ga suka sama tempat kotor, gue suka tempat bersih tapi sunyi. Gue malah suka yang wangi, gue mah sukanya loe ! dimanapun tempat di muka bumi ini asal ada loe, gue suka," Nino memajukan wajahnya tepat ke depan wajah Rain. Hanya beberapa cm saja jarak antara mereka.
"Ekhemmmm, kacang kacang !!!" dehem Tian.
Keduanya memundurkan wajah, "Anak kecil merem, ini bukan tontonan bocil!!" jawab Rain.
"Yang bocil siapa? masa alat pengaman aja ga tau!!" seru Tian.
"Ihhh, ga bangga juga tau begituan!!" bela Rain.
" Gue belum nikah makanya ga tau sama bentukan yang begituan!" jawab Rain lagi.
"Ahhh kakanya aja yang kelewat polos, masa iya ga tau yang gituan!!" jawab Tian.
"Tuh ka Nino denger, ada yang minta di halalin!!" canda Tian. Mendadak semuanya menjadi diam, hanyut dengan pikiran masing masing.
"Maaf maaf kak, ucapan gue salah !!!" lirih Tian.
Rain yang ikut merasa kecewa hanya diam memandang lurus ke arah jalan raya.Sedangkan Nino menatap lekat Rain dari arah samping, betapa ingin ia kembali hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yuni Rahayu
aduh thor rasa nya aku gak kuat baca kek ginian lah... mending baca cerita klan ananta aja yang bikin perut melilit. kalo cerita ini mah bikin jantung emak jedag jedug, pikiran travelling sama yang serem serem ih..
2024-03-13
2
lestari saja💕
rumit kayaknya itu misteri pembunuhannya
2023-07-11
1
Ney Maniez
😭😭😭😭
2023-03-30
0