17. Mulai Membunuh

Firza terus menarik Shena yang sepertinya masih shock dengan pemandangan yang baru saja dilihatnya. Ketiga pemuda telah jauh di depan mereka lari mendahului.

Hilmi yang berlari paling depan mengambil rute arah mereka awal tadi. Kemudian Hilmi memutar berlawanan jarum jam untuk mencari jalan di dekat tepian sungai. Setelah memastikan mereka cukup jauh dari lokasi keempat makhluk yang mereka temui tadi, Hilmi berhenti berlari.

Ketiga pemuda merapatkan tubuh mereka pada sebuah pohon besar sembari mengatur nafas dan menunggu Firza dan Shena menyusul.

Tak lama berselang muncullah Firza yang masih berlari sambil memanggul tas dan memegang tangan Shena di kejauhan.

Hilmi memunculkan dirinya dari balik pohon dan melambaikan tangan agar Firza melihat mereka dan menuju ke tempatnya. Firza dan Shena segera meniru ketiga pemuda dengan merapatkan tubuh mereka pada pohon besar tempat mereka berhenti.

Firza meletakkan tas parasutnya dan memijit bahu kirinya dengan nafas terengah.

"Ternyata membawa parang itu di dalam tas ini sambil berlari benar-benar beda rasanya."

Mendengar hal yang dikatakan Firza, Chris tersenyum meringis. Pemuda keturunan Tionghoa yang berbadan kurus tinggi dan berwajah tirus itu mencoba mengangkat tas yang dibawa Firza sambil berlari tadi.

"Berat Bro...."

Adly menggaruk-garuk kepalanya hingga membuat rambut lurus belah sampingnya berantakan.

"Ternyata pria asing itu, Mike. He is really crazy. And I think I'll be crazy soon, (Dia benar-benar gila. Dan kupikir sebentar lagi aku juga pasti gila)" tukas Adly tersengal-sengal.

Mendengar perkataan Adly, Hilmi menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu.

"Malam ini kita akan tidur di mana?" Hilmi bertanya dengan suara yang sangat pelan sambil mengedarkan pandangannya pada keempat orang rekan yang tersisa sekarang.

Firza menegakkan tubuh dan menjawab, "Kita mencari jalan ke tepian sungai lagi. Kita pastikan lokasi kita berupa garis lurus dari tempat Chen dan istrinya berada. Kita harus menemui mereka ketika kita berhasil ditemukan lebih dulu oleh Tim Pencari. Atau apapun itu menurutku kita harus melihat keadaan mereka sesekali."

Semuanya mengangguk setuju. Pelan-pelan mereka kembali berjalan mencari kontur tanah yang menurun. Ketiga pemuda mendahului berjalan di depan dan kemudian diikuti oleh Shena dan Firza dengan posisi paling akhir.

Dari kejauhan mereka mendengar suara air dan cahaya matahari yang tampak menembus gelapnya hutan. Artinya sumber air yang mereka cari sudah dekat.

Shena tak sabar untuk segera bisa duduk dan minum air sebanyak-banyaknya. Meski jarang berbicara, tenggorokannya terasa kering sekali.

Mereka turun hingga hampir benar-benar mencapai tepi sungai. Hilmi mencari-cari cekungan yang berada di antara tepi sungai dan tanah yang landai di atasnya.

Semuanya meletakkan barang yang mereka bawa di dinding tanah. Tak ada batu besar yang bisa dijadikan penutup kali ini, hanya pohon-pohon yang lebih rendah dan tumbuh merunduk ke arah tepi sungai.

Hilmi sudah menambahkan dahan dan pelepah-pelepah besar untuk membentuk sesuatu yang rimbun agar tidak terlihat mencolok jika mereka berlindung di baliknya.

Shena duduk beristirahat, rasanya hari itu terasa panjang sekali dan kakinya yang baru sembuh seperti meronta lagi karena mulai berdenyut.

Firza mengambil beberapa botol kosong dari tas parasut untuk mengisinya dengan air. Ketika pria itu berjalan membelakanginya, Shena mengamati punggung Firza yang lebar dan sempurna.

Sekarang Shena sudah familiar dengan cara berjalan pria itu yang sangat khas, selalu tegak percaya diri.

Ketika Firza kembali dengan botol-botol air yang sudah terisi penuh, pria itu menyerahkan satu botol kepada Shena untuk meminumnya. Kemudian pria itu juga mulai meneguk air dari botol yang lain.

Shena membuka tutup botol sambil terus mengamati pria itu. Firza duduk di sebelah kanannya, mendongak dan mulai meneguk air. Shena memperhatikan bentuk jari pria yang sedari awal disukainya.

Mungkin jika orang lain yang melihat hal itu, pasti merasa biasa aja. Tapi tidak bagi Shena, menurutnya jari-jari Firza benar-benar bagus. Apalagi jika melihat gesture Firza yang sedang memegang botol minuman.

Dengan smartwatch di pergelangan tangan kirinya, tangan Firza terlihat sempurna. Jari panjang pipih dengan kuku rapi dan bersih, tetap bersih lebih tepatnya karena mengingat mereka sudah beberapa hari di hutan.

Baru seteguk meminum airnya, Firza merasa kalau sedari tadi Shena terus mengamatinya.

"Ngeliatin apa? Aku? Suka?" Firza tersenyum jahil kepada Shena.

"Iya. Suka." Shena memalingkan wajahnya ke arah sungai dan kembali meminum airnya.

"Kalo suka beneran aku ga tanggungjawab lho. Soalnya aku emang loveable banget orangnya." Firza menggoda Shena.

"Ga mungkin juga ga suka kan...." Shena menanggapi Firza juga dengan bercanda. Mencoba mencari reaksi jujur dari Firza yang mungkin keluar dari candaan.

"Iya, ga mungkin juga ga suka. Pesonaku bisa dibilang tidak tertolak." Firza mengulangi perkataan Shena sambil melihat ke arah sungai sambil terkekeh.

"Karena kamu tidak tertolak, aku jadi tidak tertolong." Tawa mereka yang tertahan membuat ketiga pemuda di dekat mereka ikut tersenyum meski Shena yakin ketiganya tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Beberapa saat mereka berdua duduk dalam diam. Diam mereka itu bukan diam yang membuat canggung. Tapi berupa suasana diam yang nyaman. Mereka menikmati suasana saat itu. Bisa duduk tenang di hutan ini tanpa dikejar-kejar makhluk gila adalah keberuntungan yang mereka nikmati.

Hilmi, Adly dan Chris juga sedang duduk tanpa suara. Kemudian Shena mendengar mereka berbisik-bisik soal makanan mereka yang sudah habis. Mulai hari ini mereka hanya memiliki air.

Adly memberi ide untuk mencari daun atau umbi-umbian yang bisa mereka makan untuk bertahan dari rasa lapar. Ketiganya sepakat ketika hari mulai gelap nanti mereka akan mencari sesuatu yang bisa mereka makan di sekitar sana.

Firza dan Shena mendengar percakapan ketiga pemuda itu, dan Shena tak bernafsu untuk bertanya pada Firza apakah dia akan ikut mencari juga. Kali ini dia tidak akan mau berpisah jauh dari pria itu lagi. Jumlah mereka sekarang sudah semakin sedikit, Shena khawatir dan tidak rela jika harus kehilangan salah satu dari teman-temannya sekarang.

Sepertinya Firza mendengar isi kepala Shena karena tak berapa lama setelah ketiga pemuda berhenti berbicara soal mencari bahan makanan, Firza berbicara.

"Kali ini biar mereka bertiga aja yang nyari sesuatu yang katanya bakal bisa mereka makan itu, aku capek. Lagian kalo aku pergi kamu nanti sendirian."

Kemudian Firza menyandarkan tubuhnya yang mengenakan kemeja putih pada pohon kecil di dekatnya. Wajah pria itu terlihat sangat lelah, tak sampai lima menit nafasnya sudah mulai teratur pertanda ia sudah tertidur.

Shena mengambil botol air minuman yang masih dipegang Firza di atas perut kemudian meletakkannya ke dalam tas mereka. Rambut Firza yang lurus dan tersisir rapi ke samping saat mereka pertama kali bertemu sekarang sudah berubah gaya. Rambutnya telah jatuh ke depan menutupi dahinya. Firza memakai pomade dengan aroma yang segar, pertama kali Shena merasakan aroma pomade itu adalah ketika mereka berciuman sembari menunggu maut di balik pohon.

Dan sekarang aroma pomade pria itu semakin tak asing di hidungnya sejak malam di mana Firza tidur menyandarkan kepalanya ke bahu Shena.

Pria ini benar soal dirinya, dia memang loveable dalam arti kata yang sebenarnya. Dan sekarang Shena merasa benar-benar sedang dalam kesulitan.

Perempuan itu menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras. Dia membuka ikatan rambutnya yang mulai mengendur dan acak-acakan. Shena kemudian memegang ujung rambutnya yang panjang melewati bahu dan menciumnya.

Belum bau ternyata, masih ada sisa wangi vitamin rambut yang dipakainya sebelum pergi kemarin. Shena mengendus-endus tubuhnya, khawatir jika dia sudah mulai bau. Kemudian dia membuka kemejanya, melipatnya dan memasukkannya ke dalam tas. Hari ini cukup gerah. Kaos oblong yang dipakainya di bawah kemeja rasanya cukup untuk hari ini.

Dalam hati dia mempertimbangkan untuk membersihkan dirinya di sungai. Matanya berkeliling melihat ke kiri dan ke kanan, dan dia berkata dalam hati kalau sebenarnya sungai itu letaknya cukup terlindung. Tapi dia juga belum nekat untuk mandi di sungai itu.

...--oOo--...

(Sementara yang terjadi di pos pencari)

Sebuah helikopter baru saja mendarat ketika Alfred baru saja selesai berbicara dengan Josh si Ketua Tim pencari di walkie-talkie. Helikopter itu berasal dari rumah sakit daerah terdekat. Seorang wanita muda asia keluar dari heli dengan membungkuk dan berlari. Kemudian diikuti oleh seorang pria muda dari benua mereka. Alfred menghampiri mereka untuk menanyakan keperluan helikopter itu.

"Yes, Mam." Alfred pria gemuk berwajah ramah menghampiri wanita itu.

"I am Risa. A doctor from University Hospital State. is there any latest news from the victims? (Saya Risa. Dokter dari University Hospital State. Adakah kabar terbaru dari para korban?)"

"Not yet Mam. And we will always update the latest news to the police. The airline is always here too. The team who entered the forest also had health workers. (Belum Bu. Dan kami akan selalu update berita terbaru ke polisi. Maskapai selalu kesini juga. Tim yang masuk ke hutan juga punya petugas kesehatan)"

Alfred sudah mulai bosan menjelaskan hal yang sama berkali-kali kepada setiap orang yang datang ke posnya menanyakan berita tentang korban pesawat.

Ditambah lagi pihak maskapai yang selalu hilir mudik di sana setiap waktu. Padahal mereka bisa menunggu berita di kantornya masing-masing dengan nyaman. Dan hari ini sebuah helikopter rumah sakit daerah mendatanginya.

"I saw my boyfriend's name is one of the passengers of that plane. I don't even know if he is going to this country. (Aku melihat nama pacarku sebagai salah satu penumpang pesawat. Aku bahkan tidak tahu kalau dia pergi ke negara ini)" Risa hampir menangis mengatakan hal itu pada Alfred.

"Can you give me your personal number? I will contact you as soon as possible if I hear the latest news from the forest," tukas Alfred.

Pria gemuk itu merasa iba melihat seorang Dokter Muda asing yang mengabdi di negaranya ini terlihat kebingungan dan putus asa. Dia meminta nomor pribadi Risa untuk disimpannya dan akan memberi kabar secepat mungkin kepada wanita itu jika dia sudah menerima kabar dari dalam hutan.

Risa kemudian memberi Alfred sebuah kartu nama. Pria muda asal negara itu yang terlihat sebagai rekan kerja sang dokter perempuan menepuk pelan pundak sang dokter seperti memberi kode bahwa mereka harus segera pergi dari tempat itu .

Setelah berbasa-basi dengan Alfred kedua orang dokter rumah sakit daerah yang lumayan jauh dari lokasi hutan itu kemudian pamit. Helikopter pun kembali pergi. Alfred menyimpan kartu nama sang dokter dalam saku depan kemejanya.

...--oOo--...

Langit mulai remang-remang dan keadaan di dalam hutan sudah benar-benar gelap. Pepohonan dan kabut yang mulai turun membuat matahari terlihat lebih cepat menghilang. Firza baru saja terbangun dari tidurnya, Shena masih setia dengan posisinya yang sedari tadi masih berada di sebelah pria itu.

Ketiga pemuda baru saja bangkit seperti hendak segera melaksanakan rencana yang telah mereka bicarakan sebelumnya tadi. Hilmi berjalan merunduk ke arah Shena dan Firza yang masih duduk.

"Bro.. sudah dengar rencana kami kah?" Hilmi berjongkok di sebelah Firza sambil memegang lutut pria itu. Entah kenapa hubungan mereka sekarang terasa begitu dekat seperti sudah berteman lama. Hilmi yang terlihat supel dan banyak berbicara membuat atmosfer di antara mereka menjadi lebih hangat.

"Sudah. ​​Dan kurasa aku akan tinggal di sini saja. Shena terlalu lelah untuk pergi. Dan kami tidak bisa meninggalkannya sendirian di sini. Tapi kami masih ingin makanan dari kalian...." Firza nyengir. Hilmi tersenyum lebar.

"Okay. Kami berangkat, korang stay di sini sahaja. We will back soon. Shena you can sleep now. Saya tengok kamu just watch your sleeping fiance. (Kami akan segera kembali. Shena kamu bisa tidur sekarang. Saya lihat kamu cuma melihat tunanganmu tidur sejak tadi)" Hilmi mengedip jenaka pada Shena yang membuatnya tersipu.

Ternyata Hilmi memperhatikannya sedari tadi karena terus menerus menatap Firza yang sedang tidur. Firza tersenyum lebar mendengar kata-kata Hilmi, bahkan dia nyaris tertawa yang makin membuat Shena jadi salah tingkah.

Ketiga pemuda itu menghilang ke balik pepohonan di atas tepi sungai. Karena langkah mereka yang mengendap-endap tanpa suara dalam sekejab saja suara langkah kaki mereka tak lagi terdengar.

Kini hanya tinggal Firza dan Shena yang duduk diam dalam kegelapan.

"Kamu belum ngantuk?" Firza bertanya pada Shena yang dilihatnya seperti melamun.

"Belum, entar kalo ngantuk juga tidur sendiri kok. Mmm--aku lagi kepikiran ibuku. Dia pasti gelisah dan nonton berita di tv terus-terusan. Dia juga pasti sibuk nelfonin kak Shinta terus. Kak Shinta itu temen deketku di kantor tempat aku kerja dulu. Dia juga sekretarisnya Ramon, pria yang di wallpaper-ku itu." Shena berbicara tanpa menatap Firza.

"Ibu kamu pasti berdoa terus agar kamu selamat dan cepat ditemuin. Gitu juga ibuku. Doa orangtua itu akan selalu diberikan buat anak-anaknya tanpa diminta. Dan kamu juga harus percaya kalo sebentar lagi kita akan keluar dari hutan ini dengan selamat dan sehat," ucap Firza.

Firza menjawab sambil menatap Shena di sampingnya. Dalam gelapnya malam yang dibantu cahaya bulan yang memantul di air sungai Firza menatap wajah Shena dari samping. Shena menyadari jika pria itu sedang menatapnya, tapi dia terlalu canggung untuk menoleh. Dia khawatir jika menoleh dan menatap mata sayu Firza yang sedang memandangnya, Shena tak akan bisa menahan diri untuk tidak mencium pria itu.

Shena takut akan kenyataan yang mungkin sebentar lagi dihadapinya. Kenyataan mereka ditemukan oleh Tim Pencari dan mereka semua akan berpisah untuk kembali ke tempat asal mereka masing-masing. Dan mereka akan kembali menjadi orang asing.

"Pacar kamu juga pasti khawatir." Shena mengatakan hal itu dan merasa dadanya sedikit berdenyut sakit. Shena semakin khawatir akan perasaannya sendiri.

"Iya. Risa pasti khawatir. Sekarang dia pasti udah menyadari kalo aku sedang berada di negara ini karena namaku tercantum di daftar manifest pesawat. Dia kerja di rumah sakit universitas setempat, pasti ga sulit buat dia untuk dapet akses informasi. Dia juga pasti udah nelfonin temen-temenku. Kayaknya aku harus beli cincin baru untuk dia. Cincin yang aku bawa dari Jakarta aku taruh di dalam tas coklat kecil yang sekarang entah ada di mana." Firza menaikkan rambut dengan menyisir dengan jarinya.

"Dia pasti bahagia banget Fir... wanita yang beruntung." Shena tersenyum janggal dan masih belum menatap Firza.

Firza tersenyum mendengar kata-kata Shena dan kembali melayangkan pandangannya kepada gadis yang duduk di sebelahnya itu. Firza tak mengerti dengan apa yang dirasakannya kepada Shena.

Mungkin situasi mereka saat itu yang membuatnya sangat ingin melindungi Shena. Empatinya sebagai manusia dan seorang pria yang harus melindungi seorang wanita di negara antah berantah.

Mungkin juga rasa empatinya sebagai satu-satunya orang dengan kewarganegaraan yang sama. Tapi empati yang dirasakannya juga bukan empati yang biasa dirasakannya. Apa karena Firza merasa telah mengenal Shena sejak lama. Firza pernah bertemu dengan Shena dalam versi remaja berusia 17 tahun.

Kemudian pria itu menimbang kapan waktu yang tepat untuk mengatakan pada Shena soal dirinya yang bertemu wanita itu di lorong rumah sakit 9 tahun yang lalu. Firza merasa saat itu bukanlah saat yang tepat. Shena sepertinya sedang bersedih sekarang.

Firza masih menatap Shena, wanita yang 4 hari terakhir ini selalu bersamanya. Sepertinya baru kali ini dia punya kesempatan untuk menatap Shena dari dekat dan dalam situasi yang tenang seperti ini.

Bobot Shena pasti tak lebih dari 50 kilogram karena Firza tak terasa terlalu kerepotan ketika dia harus memapah Shena kemarin. Wajahnya oval, hidungnya kecil dan mancung. Rambutnya yang panjang melewati bahu tampak hitam dan tebal, dan Firza pernah mencium puncak kepala wanita itu. Tiba-tiba darahnya berdesir mengingat hal yang terjadi pada mereka di balik pohon.

Firza menyukai cara berpakaian Shena yang casual dan santai. Bagi Firza, Shena lebih terlihat seperti mahasiswi ketimbang karyawati. Bahkan saat ini Firza sedang menatap kaki Shena yang sedang dijulurkan wanita itu memanjang dan disilangkan. Shena mengenakan jeans biru gelap dan sneakers berwarna putih.

Dan pandangan Firza terhenti lama pada kaki Shena. Pandangan itu membuat Shena memalingkan wajahnya untuk kembali menatap mata sayu Firza.

...--oOo--...

Hampir sejam ketiga pemuda itu telah pergi mengendap-endap dalam kegelapan untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan di antara tinggi rendah pepohonan. Hilmi menggenggam parang besar yang dipinjamnya dari Firza sebelum mereka berangkat tadi.

Tak bisa dibayangkan sudah berapa banyak hewan atau pun manusia yang sudah dirajang-rajang menggunakan parang itu. Adly dan Chris sudah mengumpulkan dua genggam buah yang mereka kenali sebagai murbei, berwarna merah dan hitam.

Sedangkan Hilmi mendapatkan buah aneh yang berbentuk seperti buah pir, mereka tidak begitu yakin akan buah itu tapi mereka tetap membawanya agar mereka bisa merundingkannya lebih dulu bersama Firza dan Shena sebelum mereka memutuskan untuk memakannya.

Karena tidak lucu rasanya jika mereka selamat dari jatuhnya pesawat dan berhasil bertahan dari makhluk buas di hutan tapi mereka semua malah mati karena keracunan makanan.

Sedang asyik-asyiknya memetik murbei, telinga mereka dikejutkan dengan suara langkah kaki yang kasar dan tergesa-gesa, ketiganya terdiam menajamkan pendengaran. Chris memberi kode dua jari yang diarahkannya ke mata dan ke suatu tempat di depan mereka.

Di tempat yang ditunjuk oleh Chris nampak seorang makhluk laki-laki yang dikenali mereka sebagai makhluk bertubuh paling besar. Makhluk itu tampak sendirian seperti sedang berpatroli atau sepertinya makhluk itu benar-benar sedang berpencar untuk mencari tempat persembunyian mereka.

Chris berbicara hanya dengan gerak mulutnya tanpa mengeluarkan suara. Isyarat mulutnya mengatakan "He is alone. (Dia sendirian)"

Makhluk itu sedang sendirian tanpa teman-temannya. Hilmi memberi kode gerakan tangan seperti menangkap. Kedua sahabatnya menatap ngeri, tapi Hilmi mengangguk yakin. Hilmi bermaksud untuk menangkap dan mengikat makhluk itu di suatu tempat.

Karena makhluk itu berada tidak jauh dari tepi sungai tempat mereka mendirikan tempat beristirahat sekarang. Ketiga pemuda mengamati senjata yang dibawa oleh Makhluk besar itu, dan mereka melihat sebuah kapak besar berada di genggaman tangan kanannya.

Makhluk itu berjalan perlahan menjauh, dan Hilmi berbisik kepada kedua sahabatnya yang sudah terdiam memucat.

"Listen to me (dengarkan aku), Saya akan mencengkam lehernya dan korang pegang tangan kanannya. Ambil kapak tu. Come on guys (Ayolah). Ini lah peluang kita. Sebelum mereka yang menangkap kita."

Ketiga pemuda berjalan cepat mengendap-endap di belakang makhluk besar yang terlihat mengambil jalan kembali ke kediamannya.

Sebelum aba-aba yang sempat diucapkan oleh salah satu dari mereka, tiba-tiba seperti terbang Hilmi sudah berada di punggung makhluk besar itu mencengkeram lehernya.

Makhluk itu terkejut dan menghempaskan badannya ke samping yang membuat Hilmi terlempar. Makhluk itu mendatangi Hilmi dan mengayunkan kapaknya. Adly dan Chris secepat kilat menyambar tangan makhluk itu agar kapak tak mengenai Hilmi.

Terkejut dengan kehadiran dua manusia lainnya. Makhluk itu tampak lengah, Hilmi menubruk dada makhluk seperti hendak akan menjatuhkannya. Tapi Makhluk itu terlalu kuat. Dia hanya bergeser dua langkah ke belakang karena dorongan Hilmi barusan.

Adly dan Chris bersusah payah merebut kapak dari tangan kanan makhluk. Tapi mereka belum berhasil karena genggaman tangan hitam berbulu itu sangat kuat. Tangan kiri Makhluk itu mencengkeram kerah Hilmi untuk melepaskan pelukan Hilmi dari perutnya.

Seperti menyingkirkan seekor kutu yang kecil dan ringan, sekejab saja Hilmi sudah kembali terbang di udara terhempas. Kemudian lengan kiri makhluk itu menghantam wajah Adly yang begitu dekat dengannya.

Adly terpental dan sedetik Hilmi melihatnya tidak bergerak. Nyali Hilmi sudah mulai ciut melihat mereka dengan mudahnya disingkirkan satu persatu oleh makhluk besar itu.

Adly meringis memegangi wajahnya, Chris yang melihat kedua temannya roboh melepaskan tangan makhluk itu dan berlari mendekati Adly. Hidung Adly mengeluarkan darah.

Makhluk itu melolong murka akan ulah ketiga manusia di depannya. Dengan langkah tegap penuh kemarahan, makhluk itu melangkah mendekati Hilmi yang sudah beringsut mundur dalam posisi duduknya. Mata Hilmi mencari-cari sesuatu yang bisa dipakainya sebagai senjata.

Tangannya terus meraba-raba tanah yang gelap dan lembab. Parang yang tadi dibawanya terjatuh saat dia menerjang makhluk besar itu tanpa perhitungan. Ketika makhluk itu menunduk untuk mengangkat kerah bajunya, tangan Hilmi memperoleh sebuah potongan ranting panjang sebesar ibu jarinya dan secepat kilat Hilmi menusuk mata kiri si Makhluk yang berwarna putih berkilat dalam kegelapan.

Makhluk itu melolong melepaskan kapaknya sambil memegang matanya yang kini telah bersarang sebuah ranting patah. Chris berlari mengambil kapak yang dijatuhkan oleh si makhluk dan menghantamkan punggung kapak itu ke belakang kepala makhluk besar yang sekarang sedang berputar-putar mencoba melihat lawannya dengan sebelah mata.

Satu pukulan ternyata belum cukup untuk membuat makhluk itu roboh, Chris menghantamkan kapak itu sekali lagi. Tampak olehnya Makhluk itu mulai pusing dan kehilangan keseimbangan.

"Adly Now!! (sekarang)" Hilmi berteriak pada Adly yang kemudian seperti orang yang kesetrum, Adly berdiri dan bersamaan dengan Hilmi mereka berdua berlari mendorong makhluk itu.

Sekuat tenaga seperti banteng yang sedang menyeruduk kain merah matador. Adly bahkan tak berani melihat apa yang akan terjadi. Matanya terus memejam saat dia mendorong makhluk bau itu. Bibirnya mengecap rasa asin dari darah yang tadi mengucur dari hidungnya.

Chris yang melihat aksi temannya, seketika langsung mencampakkan kapak yang sangat berat itu dan ikut mendorong si makhluk. Membabi buta mereka mendorong makhluk itu dalam kegelapan agar bisa ambruk dan mereka robohkan. Belum sampai kira-kira tiga meter mereka berhasil memukul mundur si makhluk besar, terdengar bunyi hantaman keras di depan mereka.

Tiba-tiba makhluk itu tak berkutik dan kemudian merosot turun. Ternyata mereka mendorong si Makhluk ke sebuah pohon besar. Kepalanya menghantam batang pohon dengan sangat keras. Ketiga pemuda itu berhenti terengah-engah dan saling pandang.

Terkulai di hadapan mereka bertiga, seorang makhluk buas penghuni hutan itu yang bertubuh paling besar. Mereka masih terlalu takut dan shock untuk mengecek apa makhluk itu masih hidup ataukah sudah mati. Hilmi dengan cepat mencari-cari tempat di mana dia menjatuhkan parangnya.

Kemudian dia melihat kapak yang semula tadi dipegang oleh Chris, Hilmi memungutnya dan mulai memotong akar-akar pohon yang mencuat dari dalam tanah untuk digunakan sebagai pengikat makhluk itu.

"Hurry up guys (cepat). Help me (tolong aku). Stop tercengang. Dia bisa bangkit kapan saja." Hilmi terus mencari akar pohon dengan panik dan kecepatan luar biasa.

"Hilmi... Chris... look at him (Lihat dia). Dia tak bernafas. Dia mati ni!" Adly semakin mendekati makhluk itu untuk lebih meyakinkan pendapatnya.

"He doesn't breathe. We don't need to tie him. We just need to cover his body. (Dia tak bernafas. Kita tak perlu mengikatnya. Kita hanya perlu menutup jasadnya)" Adly kembali mengulangi perkataannya. Ia memastikan bahwa makhluk itu benar-benar sudah mati dan tak bernafas.

Makhluk itu tidak pingsan, melainkan sudah mati. Mereka membunuh makhluk itu tanpa sengaja. Hilmi dan Chris bergegas mendekati makhluk itu untuk membuktikan apa yang dikatakan Adly.

Dan ternyata benar, makhluk itu sudah tak bernyawa. Ternyata darah yang mengucur dari mata makhluk itu sangatlah banyak hingga hampir menutupi seluruh wajahnya. Leher makhluk itu terkulai dengan posisi janggal ke arah lengan kirinya. Lehernya patah karena menghantam batang pohon besar.

Mereka bertiga saling pandang.

Tanpa sengaja mereka sekarang sudah menjadi pembunuh.

...***...

...To Be Continued...

...Terimakasih karena telah menekan tombol like...

...Salam sayang dari dr. Firza Sp.B...

Terpopuler

Comments

Mytha🕊

Mytha🕊

goo joob brothers 👏👏👏

2024-03-07

0

bravo, brother 👏👏

2024-02-03

0

veranita1

veranita1

yo ndredek yo seneng yo piye ya njus aku.yo ngene ki lah pokok e

2023-11-07

0

lihat semua
Episodes
1 1. Secangkir Kopi Stres
2 2. Pengangguran Officially
3 3. Go Baby Go
4 4. Mister Fingers
5 5. One of Destiny?
6 6. Malam Panjang
7 7. Serangan Panik
8 8. Orang Asing
9 9. Luluh Lantak
10 10. First Night
11 11. Makhluk Asing
12 12. Bangsa Pemangsa
13 13. Potongan Lain
14 14. Tepian Sungai
15 15. Puisi Pendek
16 16. Konspirasi Tim Pencari
17 17. Mulai Membunuh
18 18. Hari Keempat
19 19. Terperangkap
20 20. Busur Silang
21 21. Api Unggun Besar
22 22. Para Teman Baru
23 23. Tiga Pemuda
24 24. Poor Me
25 25. Relationship
26 26. A Last Dinner
27 27. Let You Go
28 28. Naja Alshena
29 29. Firza Alamsyah
30 30. Segelas Kopi Rindu
31 31. It's You?
32 32. Persiapan
33 33. The Crew
34 34. Menuju Bukaan Sempurna
35 35. Yes, It's You
36 36. Z-na-ctk-bgt
37 37. Hari Yang Apes
38 38. Tamu Tak Diundang
39 39. Finally Meet You
40 40. Di Teras Temaram
41 41. Dalam Sebuah SUV
42 42. The Surgeon
43 43. Young, Dumb and Broke
44 44. The Warm You
45 45. Dari Shena Tentang Firza.
46 46. Dari Firza Tentang Shena
47 47. Our First Trip
48 48. Janji Di Atas Atap
49 49. Perkenalan Kembali
50 50. Mantan (1)
51 51. Mantan (2)
52 52. Kesan Pertama
53 53. Naik Daun
54 54. Pendatang Baru
55 55. Mulai Ngelunjak
56 56. Tinggalkanku
57 57. Dilema
58 58. My Medicine
59 59. Note Paper
60 60. Get Me Wrong
61 61. Jalan Malam
62 62. Berpapasan
63 63. Let Me Explain Later
64 64. Kemana Kita?
65 65. Bukan Pecundang
66 66. This is The End
67 67. Post it Again
68 68. My Limit
69 69. Kabur
70 70. Tamu Tak Diundang
71 71. Firza Saha?
72 72. Penjelasan
73 73. Drama Kampung
74 74. Can't Let You Go
75 75. Deep Conversation
76 76. Sabtu Malam Ala Subang
77 77. Gara-Gara Dadang
78 78. Restu
79 79. Back to Coffeeshop
80 80. Kejutan Lainnya
81 81. Strong Shena
82 82. Are You Okay?
83 83. Buntu
84 84. SHM
85 85. To My Beloved
86 86. Thankyou Dear
87 87. Melepas Rindu
88 88. Forum di Dalam Forum
89 89. Focus on You
90 90. Prepare
91 91. Makan Besar
92 92. Negeri Asal Rendang
93 93. XL
94 94. Obat Gelisah
95 95. Ketemu Mamak
96 96. Cinta di Ranah Minang
97 97. Demam Panggung
98 98. Akhirnya Sah
99 99. Meriang
100 100. Positif ??
101 101. Mules
102 102. Tahan Dulu
103 103. Our Sunshine
104 104. Alya Anak Ayah
105 105. This is Our Fate
106 PENGUMUMAN
107 EXTRA PART 1
108 EXTRA PART 2
Episodes

Updated 108 Episodes

1
1. Secangkir Kopi Stres
2
2. Pengangguran Officially
3
3. Go Baby Go
4
4. Mister Fingers
5
5. One of Destiny?
6
6. Malam Panjang
7
7. Serangan Panik
8
8. Orang Asing
9
9. Luluh Lantak
10
10. First Night
11
11. Makhluk Asing
12
12. Bangsa Pemangsa
13
13. Potongan Lain
14
14. Tepian Sungai
15
15. Puisi Pendek
16
16. Konspirasi Tim Pencari
17
17. Mulai Membunuh
18
18. Hari Keempat
19
19. Terperangkap
20
20. Busur Silang
21
21. Api Unggun Besar
22
22. Para Teman Baru
23
23. Tiga Pemuda
24
24. Poor Me
25
25. Relationship
26
26. A Last Dinner
27
27. Let You Go
28
28. Naja Alshena
29
29. Firza Alamsyah
30
30. Segelas Kopi Rindu
31
31. It's You?
32
32. Persiapan
33
33. The Crew
34
34. Menuju Bukaan Sempurna
35
35. Yes, It's You
36
36. Z-na-ctk-bgt
37
37. Hari Yang Apes
38
38. Tamu Tak Diundang
39
39. Finally Meet You
40
40. Di Teras Temaram
41
41. Dalam Sebuah SUV
42
42. The Surgeon
43
43. Young, Dumb and Broke
44
44. The Warm You
45
45. Dari Shena Tentang Firza.
46
46. Dari Firza Tentang Shena
47
47. Our First Trip
48
48. Janji Di Atas Atap
49
49. Perkenalan Kembali
50
50. Mantan (1)
51
51. Mantan (2)
52
52. Kesan Pertama
53
53. Naik Daun
54
54. Pendatang Baru
55
55. Mulai Ngelunjak
56
56. Tinggalkanku
57
57. Dilema
58
58. My Medicine
59
59. Note Paper
60
60. Get Me Wrong
61
61. Jalan Malam
62
62. Berpapasan
63
63. Let Me Explain Later
64
64. Kemana Kita?
65
65. Bukan Pecundang
66
66. This is The End
67
67. Post it Again
68
68. My Limit
69
69. Kabur
70
70. Tamu Tak Diundang
71
71. Firza Saha?
72
72. Penjelasan
73
73. Drama Kampung
74
74. Can't Let You Go
75
75. Deep Conversation
76
76. Sabtu Malam Ala Subang
77
77. Gara-Gara Dadang
78
78. Restu
79
79. Back to Coffeeshop
80
80. Kejutan Lainnya
81
81. Strong Shena
82
82. Are You Okay?
83
83. Buntu
84
84. SHM
85
85. To My Beloved
86
86. Thankyou Dear
87
87. Melepas Rindu
88
88. Forum di Dalam Forum
89
89. Focus on You
90
90. Prepare
91
91. Makan Besar
92
92. Negeri Asal Rendang
93
93. XL
94
94. Obat Gelisah
95
95. Ketemu Mamak
96
96. Cinta di Ranah Minang
97
97. Demam Panggung
98
98. Akhirnya Sah
99
99. Meriang
100
100. Positif ??
101
101. Mules
102
102. Tahan Dulu
103
103. Our Sunshine
104
104. Alya Anak Ayah
105
105. This is Our Fate
106
PENGUMUMAN
107
EXTRA PART 1
108
EXTRA PART 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!