Shena dan Firza masih tenggelam dalam ciuman yang begitu lama. Seolah tak pernah merasakan kehangatan bibir seorang pria sebelumnya, Shena begitu hanyut menikmati bibir Firza yang penuh dan berbentuk sempurna di matanya.
Tangan kanan Shena bergeser dari leher ke arah pipi pria itu. Firza menahan kepala Shena dengan tangan kanannya, sementara tangan kiri Firza memegang pinggang dan perut Shena.
Tak yakin berapa lama mereka berciuman, ketika tangan Shena mulai turun ke dada Firza dan mencari celah antara kancing kemejanya tiba-tiba wanita itu tersadar karena sudah menyentuh kulit Firza.
Shena tak menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Kepalanya terasa pusing berputar-putar, dia menarik wajahnya dan pura-pura menunduk tapi tangan kanannya ternyata masih berada di dada pria itu.
Firza juga tampak kikuk dan canggung. Hampir serentak mereka berdua bergeser sedikit menjauhkan diri.
Firza mengambil tas yang tadi dibawanya dan mulai mengeluarkan isinya.
Shena yang ingin mencairkan suasana bertanya dan tiba tiba terlihat sangat antusias pada isi tas itu.
"Memangnya kamu nyari apa kok lama banget di bangkai pesawat itu?"
"Selimut dan pakaian yang masih bisa dipakai, makanan, air mineral dan ini...." Firza menyodorkan kotak P3K ukuran sedang berwarna biru pada Shena.
Dengan cekatan Firza membuka kotak itu dan mengambil cairan antiseptik dan kapas. Kemudian dia mulai membersihkan dan mengobati luka di dahi kiri Shena.
"Luka di dahi kamu ini cukup lebar, kalau di rumah sakit harusnya ini mendapat 1 atau 2 jahitan. Tapi dengan peralatan yang seadanya sekarang, diobati begini dulu juga udah lumayan." Firza beralih melihat kaki kiri Shena yang sekarang sudah membengkak meski tanpa luka.
Shena mengerang ketika Firza mencoba meluruskan kakinya.
"Kalo boleh tau kamu kerjanya apa sih? Ga sopan ya kalo nanya begini sebenarnya."
Shena membiarkan nada suaranya menggantung antara bertanya dengan pria yang sedang menggunting plester di depannya itu atau berkata dengan dirinya sendiri.
"Aku Dokter Bedah. Biasa aku kerja di rumah sakit swasta Jakarta, tapi aku baru aja nandatangani kontrak kerja setahun dengan UN sebagai tenaga kesehatan di Pretoria. Maksudnya, supaya aku bisa lebih dekat dengan Risa. Pacarku yang juga sedang bekerja sebagai Volunteer tenaga kesehatan di Afrika Selatan ini. Maaf."
Firza menambahkan kata maaf dengan pelan karena menggulung celana jeans Shena untuk memeriksa kaki kiri Shena yang memar dan membengkak. Kata maaf yang Firza ucapkan barusan terdengar ambigu di telinga Shena. Maaf karena menggulung bagian bawah celana jeans-nya atau maaf karena telah membalas ciumannya cukup lama.
Tiba-tiba Shena merasa malu akan kelakuannya barusan. Pria yang baru saja diciumnya ternyata memiliki seorang pacar.
Refleks Shena menarik kakinya, dan mengembalikan gulungan celananya ke keadaan semula.
"Oh ini ga apa-apa kok. Ga sakit banget. Masih bisa ditahan. Lagian di kotak itu ga ada obat untuk keseleo kan? Atau painrelief gitu? Mendingan kamu bantu pasangan suami istri itu deh. Mereka berdua sepertinya lebih banyak lukanya ketimbang aku. Aku agak ngantuk, pengen tidur sebentar."
Shena meminum air mineralnya dan memposisikan letak kepalanya ke yang paling nyaman menurut dirinya saat itu. Lukanya masih berdenyut karena barusan diobati tapi Shena mencoba memejamkan matanya dalam kegelapan.
Firza merasa sedikit terkejut dengan reaksi Shena, dan merasa salah mengucapkan sesuatu tapi Firza masih bingung dengan perubahan sikap Shena yang sangat tiba-tiba. Pria itu membereskan kotak P3K tadi dan membuka selimut yang dibawanya serta menutupi Shena dengan selimut itu.
"Setidaknya kamu pakai ini biar ga kedinginan." Firza berkata lembut sambil membungkus Shena dalam selimut itu. Shena terus memejamkan matanya tanpa reaksi pura-pura tidak mendengar hal yang baru diucapkan pria itu.
Kemudian Shena mendengar langkah kaki Firza menjauh dan dia menebak kalau pria itu mendatangi pasangan suami istri untuk mengobati mereka.
...--oOo--...
(SEMENTARA DI BAGIAN MENARA PENGAWAS BANDAR UDARA JOHANNESBURG)
(Dalam bahasa asing)
Petugas 1 : "Pesawat XTR4073 sudah hilang kontak selama 8 jam, belum ada tanda-tanda hingga sekarang."
Petugas 2 : "Laporan sudah diterima oleh Pemerintah setempat, dan pencarian sudah mulai dilakukan menuju titik hilangnya pesawat."
Petugas 1 : "Lokasi titik akhir hilang kontak dengan pesawat berada di hutan pedalaman. Mungkin akan memakan waktu beberapa hari untuk mencapai lokasinya jika memang sesuai koordinat."
Petugas 2 : "Apa komunikasi pilot terakhir kali ke menara?"
Petugas 1 : "Dia mengatakan cuaca sangat buruk hingga pesawat bergetar hebat dan meminta izin menurunkan ketinggian."
Petugas 2 : "Semoga Tuhan bersama mereka semua."
...--oOo--...
Shena masih belum bisa tertidur, sedari tadi yang dilakukannya hanyalah memejamkan mata. Dia masih tak mengerti apa yang dirasakannya, kenapa pertemuan yang baru beberapa jam membuatnya bergantung dan berharap pada pria itu. Bodoh sekali rasanya.
Samar-samar dia mendengar percakapan Firza dan sepasang suami istri yang terluka itu. Dan percakapan sama-samar lain yang didengarnya adalah suara pemuda-pemuda yang sepertinya sedang membagikan jatah makanan yang mereka dapatkan tadi kepada penumpang lain.
Suara langkah kaki mendekat, Shena mengatur nafasnya agar terdengar bahwa dia sudah tidur. Dia tahu kalau Firza yang sedang datang mendekat.
Kemudian Shena merasakan kalau Firza membetulkan letak selimutnya. Lirih pria itu berkata seperti kepada dirinya sendiri.
"Dalam keadaan bahaya dan genting, kita memang gampang jatuh hati ama lawan jenis kita karena keadaan. Aku juga ga ngerti apa yang aku rasain. Tiba-tiba aja kamu kayak udah jadi tanggunganku sejak awal."
Shena belum bisa mencerna apa maksud perkataan Firza. Setelah itu suara Firza hilang ditelan kegelapan malam, tampaknya pria itu juga sudah mulai memejamkan matanya.
Entah berapa lama pikiran Shena melayang-layang hingga akhirnya dia bisa tertidur di antara perih dan rasa berdenyut pada kakinya.
Kemudian terdengar suara jeritan perempuan yang memecah keheningan mereka. Suara itu berasal dari arah belakang pohon yang mereka jadikan sebagai tempat bersandar untuk beristirahat. Shena terkejut dan gemetar, Firza juga tersentak.
Shena baru menyadari kalau posisi kepalanya tadi sudah bersandar ke pundak Firza. Dalam kegelapan Shena mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan pandangan.
Langit tampak tanpa bulan. Firza sudah bangkit untuk mendatangi arah suara jeritan itu. Para penumpang lain juga sudah berdiri dan saling bertanya.
Seorang wanita warganegara negeri jiran berdiri menangis dan tampak bergetar, "Hana... hilang. Hana tadi ke belakang sana. Saya temani. Tapi dia berteriak. Katanya ada yang menggigitnya. Hana hilang. Tak ada suaranya lagi."
Teman si wanita yang bernama Hana itu menangis hingga badannya berguncang.
Salah seorang dari ketiga pemuda mendekati dan memeluk bahunya.
"Calm down, we'll find Hana later. Now it is still dark, we dont know what is waiting for us in the darkness. (Tenang, kita akan mencari Hana nanti. Sekarang masih gelap, kita tak tahu apa yang menunggu kita di dalam kegelapan sana)"
Dalam hati Shena membenarkan kata-kata pemuda itu. Sekarang masih gelap, mereka tidak tahu apa yang menanti mereka di dalam kegelapan. Makhluk apa yang menggigit Hana, dan ada berapa banyak.
"We still have to be together, don't split up. (Kita semua harus tetap bersama, jangan terpisah)" Mike si pria asing bersuara.
Shena memperhatikan ekspresi Firza yang mengernyitkan dahi seperti sedang berpikir. Shena tak sanggup berdiri terlalu lama, akhirnya dia kembali duduk dalam kegelapan dan nyaris tanpa suara.
Tak berapa lama kemudian terdengar suara gemerisik dedaunan seperti ada yang melewatinya. Suara ranting pohon seperti diinjak pelan-pelan. Shena tercekat dan jantungnya berdetak hebat.
Dia meraih tangan kiri Firza yang berada disamping kanannya. Firza masih berdiri di sebelahnya, sepertinya mereka semua mendengar hal yang sama dengan Shena.
Karena seketika semuanya melihat ke kanan dan ke kiri mencari arah suara yang mereka dengar. Firza merapatkan tubuhnya ke arah Shena, dan tangannya juga menggenggam tangan kanan Shena erat-erat.
Kemudian suara perempuan memecahkan keheningan malam yang pekat.
"Saida help... tolong. Saidaaa...." Dan suara itu kembali menghilang.
Itu suara Hana yang memanggil temannya.
Seketika Saida yang dipanggil namanya menjerit dan hendak lari ke arah kegelapan menyusul temannya. Pemuda yang memeluknya tadi menahan, tetapi kemudian Firza dan dua orang pemuda lainnya berlari mendahului wanita itu.
Mereka berlari ke arah suara teriakan Hana. Shena tak sempat menahan Firza, pria itu melepaskan genggaman tangannya demi mengikuti insting dan nalurinya.
Suara langkah kaki ketiga pria itu semakin menjauh ke dalam hutan. Shena duduk memucat dalam kegelapan.
...***...
...To Be Continued...
...Jangan lupa klik tombol likenya ya... :*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
jumirah slavina
novel thriller pertama yg Ku baca😱
Aku deq² wwoooiii...
2025-03-07
1
Dewa Rana
serem...
2024-12-05
1
Se_rHa🍁
aku tuh jatuh Cinta banget sama Kak njus terutama bukunya yg genre thriller gini... feels nya tuh dapet bnget part jump scare nya apalagi jeduggh.. batt gtu!! Kek kak Njus tuh jadi diri sendiri bnget di genre ini
yaaa.. tp semua karya Author Jus kelapa emang bukan kaleng" sii BEST.. 🖤
2024-09-10
1