Hari yg dinanti-nantikan Shena akhirnya datang juga. Harga tiket promo yang didapatnya benar-benar lumayan murah. Hanya dengan modal kesabaran dua kali transit via Singapura dan Johannesburg, Shena nantinya akan bisa tiba di Cape Town dengan harga tiket 12 juta untuk pulang-pergi.Hari yg dinanti-nantikan Shena akhirnya datang juga. Harga tiket promo yang didapatnya benar-benar lumayan murah. Hanya dengan modal kesabaran dua kali transit via Singapura dan Johannesburg, Shena nantinya akan bisa tiba di Cape Town dengan harga tiket sangat murah untuk pulang pergi.
“Check In beres … barang-barang udah masuk. Karena perut laper, kayanya mending beli voucher all you can eat di executive lounge.” Shena bergumam sendirian sambil menjentik boarding pass-nya.
Karena sudah cukup sering menunggu waktu terbang di executive lounge, Shena langsung menyeret koper kecilnya ke sana. Saat langkahnya hampir sampai di tempat tujuan, Shena memandang koper kecilnya. Ia nyaris terkekeh karena mengingat koper besarnya yang akan masuk ke bagasi pesawat.
Rencana berkeliling negara Afrika membuat bawaan Shena membengkak. Dari yang penting, sampai yang tak penting. Catokan, rol rambut super besar, bermacam serum wajah sampai setrika mini yang tidak pernah ketinggalan.
Karena pagi tadi hanya meneguk kopi instan yang dibuatnya dengan terburu-buru, Shena merasa menemukan surga saat tiba di depan resepsionis lounge.
“Untuk berapa orang, Mba?” tanya resepsionis lounge.
“Satu orang aja,” kata Shena.
Padahal udah liat aku datang sendiri. Kenapa mesti ditanya berapa orang? Apa dari mukaku keliatan kalau aku baru diputusin? Menyebalkan ….
Setelah membayar untuk satu orang, Shena ke dalam. Matanya sedang menyapu berbagai macam menu saat ponselnya bergetar beberapa kali.
“Si setan,” bisik Shena. Ia benar-benar membaca tulisan Setan di layar ponselnya. Nama Ramon sudah berganti. Tak sudi menjawab telepon itu, Shena kembali memasukkan ponselnya ke tas dan mulai mengambil hidangan.
Makanan lezat menggugah selera yang terhampar di meja ternyata tidak menyurutkan lamunan Shena tentang cerita segar yang mengoyak perasaannya. Sebelum berangkat ia sempat bertelepon dengan Kak Shinta membahas hubungannya yang hancur tak berbentuk. Dengan berurai air mata ia mengatakan banyak hal pada wanita yang dianggap kakak olehnya.
“Aku bayangin kalau aku yang ada di posisi si setan itu, aku pasti akan perjuangin hubungan kami, Kak. Kalau aku yang ada di posisi Ramon mungkin aku akan bawa dia buat dikenalin ke ibu aku. Nggak semudah itu aku campakkan dia. Kami udah lama, Kak. Ramon terlalu cepat menyerah. Berengsek dia itu.” Shena menangis sesenggukan.
“Meski aku nggak tau keadaan Ramon gimana di rumah, aku nggak tau perasaan dia sebenarnya, tapi tetap aja laki-laki yang nggak punya pendirian. Terlalu cepat menyerah. Berengsek. Nggak ada usaha.”
Shena menusuk buah melon di piring kecil. Matanya lalu membelalak menyadari makanan di meja.
Perasaan aku baru ngelamun semenit. Kenapa yang abis udah banyak? Perkara dicampakkan laki-laki sepertinya bakal bisa bikin aku naik berat badan.
Berusaha mengabaikan apa yang sedang memenuhi pikirannya sejak tadi, Shena membuka media sosialnya dan merekam video singkat yang menunjukkan ruang tunggu di kejauhan. Saat sedang memilih-milih musik yang akan dipasangnya untuk video itu, suara wanita di pengeras suara membuat Shena terlonjak.
“Ah, it's time to fly. Mana syal aku? Syal ini nggak boleh tinggal.” Shena melilitkan syal jadulnya, lalu menyampirkan tas ke bahu. Dengan koper kabin yang diseretnya, panggilan kepada penumpang pesawat tidak bisa menyembunyikan antusiasnya kepada perjalanan yang sudah dinantikannya sejak lama.
Dari kejauhan sudah terlihat penumpang berdiri dan antre menunggu gate dibuka. Sambil mempercepat langkahnya, Shena membetulkan tas di bahu. Ia ingin ikut dalam antrean itu. Ia bisa cepat duduk di pesawat dan menenangkan dirinya sebelum take-off.
Dengan langkah yang terbilang cepat, perhatian Shena benar-benar tertuju pada barisan orang. Ia tidak melihat ketika dari arah berlawanan seorang pria tinggi dengan kemeja putih dan celana jeans menabraknya dengan cukup keras. Walau pria itu terlihat mengangkat tangan karena menahan tubuhnya ke depan, tetap saja tabrakan itu membuat semua benda di tangan mereka jatuh bersamaan.
“Aduh,” pekik Shena. Ia terdiam beberapa detik melihat ponselnya. Ia juga mengingat siapa yang lebih dulu menabrak.
Siapa yang nabrak? Dia atau aku? Aku harus minta maaf? Apa aku yang terlalu bersemangat? Apa dia kesandung koper aku? Aduh … untung aja lantai ruang tunggu ada karpet tebal. Kalau nggak hape ini pasti bisa hancur.
Tapi … kayanya ni cowo juga nggak liat jalan karena sibuk dengan hapenya. Ketimbang kelamaan bengong mending aku duluan yang ambil hape dan buku dia.
Shena lalu membungkuk untuk memungut ponselnya dan buku pria di depannya. Saat menyodorkan buku pada pria di depannya, Shena mendongak untuk melihat pria itu. Buku di tangannya tidak diambil. Pria itu malah sibuk memandang syal yang terlilit di lehernya. Shena ikut memandang syal yang terjuntai di depan dadanya.
Apa syal aku cakep banget? Dia kepengin? Suka?
*****
Firza sampai harus mengerjap karena tubrukan keras dan syal yang tak asing baginya. Wanita yang barusan menabrak dirinya, atau … dia yang menabrak? Wanita di depannya itu menggunakan syal biru-oranye. Ingatannya yang hebat seketika mengingat bahwa itu bukan kali pertama ia melihat syal yang sama. Meski syal yang dikenakan wanita di depannya sudah terlihat berwarna sedikit kusam, ia tahu bahwa motif syal itu tidak banjir di pasaran. Bisa jadi dicetak khusus. Firza tenggelam dalam lamunannya.
Aku pasti nggak salah ingat. Tapi … di mana aku pernah liat syal begini?
Lalu kenangan yang agak sulit dilupakan masuk dalam ingatannya. Terbilang sulit dilupakan karena kejadian itu cukup heboh.
Ingatan seorang gadis remaja menangis meraung-raung di lorong rumah sakit sambil memegang syal yang sekarang terlilit di leher wanita di depannya sudah semakin jelas.
Pasti syal yang sama. Aku pasti nggak salah.
Firza tersenyum. Peristiwa sembilan tahun yang lalu itu memang agak sulit dilupakan. Saat itu dia masih menjadi Dokter Koas. Fase itu membuatnya sering kebagian tugas jaga malam di UGD. Kemampuan begadangnya pun melonjak pesat di masa-masa itu.
Syal yang dilihatnya saat itu sama dengan syal remaja perempuan yang berlarian di sisi seorang pasien pria paruh baya. Dini hari itu Firza terlonjak karena mendapat tanda pasien gawat. Pria baru baya itu masuk ke UGD dengan kondisi tidak sadar. Pemeriksaan awal menunjukkan bahwa pasien mengalami serangan jantung. Dan usaha hampir lima belas menit yang dilakukan tim medis tidak dapat menyelamatkan kehidupan pasien.
Seorang remaja perempuan yang berdiri kebingungan di pojok ruangan pada saat itu cuma setengah ternganga mendengar dokter membacakan waktu kematian pasien.
“Ayah udah meninggal?” pekik remaja perempuan itu. Tidak ada yang menjawab. Gadis manis itu mendekati ayahnya dan mengguncang tubuhnya. “Ayah, Ayah bangun!” pinta gadis itu. Karena tidak ada sahutan remaja itu lalu berbalik dan meninggalkan UGD.
Karena ada dokter yang menangani pasien, Firza memutuskan keluar mengikuti remaja itu. Entahlah. Pada saat itu ia hanya khawatir remaja yang tidak bisa menerima kematian ayahnya bisa saja berbuat nekad. Nyatanya, saat ia keluar, ia malah melihat remaja itu duduk menekuk lutut dan menunduk menyembunyikan wajahnya. Bahunya berguncang hebat. Jelas bahwa gadis itu menahan tangisnya sejak tadi. Firza melirik kain yang sejak tadi digenggam gadis itu. Syal yang sama persis dengan yang dikenakan wanita di depannya.
Atau … syal yang dipakai wanita ini lebih bagus dan lebih cerah warnanya? Atau warnanya lebih muda?
Ah, entahlah ….
“Nih, maaf dan terima kasih.” Shena menjejalkan buku ke tangan Firza.
“Oh, maaf, terima kasih.” Firza tergagap menjawab ucapan ketus yang tidak diprediksinya.
“Lain kali hati-hati,” sambung Shena lagi, kemudian melangkah pergi.
Firza meringis. Ia mengikuti punggung Shena yang berjalan ke depan.
Manis tapi cerewet banget kayanya. Beda dengan Risa yang lemah lembut.
Firza berdecak. Dengan cepat menyesali apa yang baru dipikirannya. Ia meremat buku yang baru disodorkan ke tangannya.
Ada apa dengan aku? Membandingkan wanita yang baru dilihat sepuluh detik dengan wanita yang sudah kukenal sepuluh tahun?
“Ke Pretoria demi Dokter Risa,” gumam Firza sendirian.
Ya, benar. Perjalanannya kali itu memang demi kekasihnya si dokter spesialis anak. Baru-baru ini ia mengundurkan diri dari rumah sakit di mana ia berperan sebagai dokter spesialis bedah umum. Ia rela meninggalkan rumah sakit swasta yang memberikan gaji fantastis demi mencoba peruntungannya bekerja di UN sebagai Tenaga Kesehatan.
“Semua demi Risa,” ulang Firza lagi.
Tempat yang ditujunya adalah Pretoria, Afrika Selatan. Firza ingin mengikuti ambisi pacarnya yang sekarang sedang mengabdi di pedalaman Afrika Selatan sebagai dokter spesialis anak.
Selain karena ingin menambah pengalamannya dengan bekerja di lingkungan menantang, Firza juga ingin tinggal berdekatan bersama wanita yang telah menjalani hubungan jarak jauh bersamanya hampir tiga tahun.
Firza dan kekasihnya Risa sudah saling mengenal sejak pertama kali berkuliah di Universitas Sumatera Barat. Namun mereka memutuskan untuk berpacaran saat mereka bekerja di rumah sakit yang sama di Jakarta.
Masih mengingat wajah judes wanita yang baru saja mengembalikan ponselnya tadi Firza pun melangkahkan kakinya ke arah gate sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak sadar.
*****
Shena menghitung nomor tiap kursi pesawat yang dilewatinya. Kelas ekonomi tak membuatnya berharap dapat tidur selonjoran. Akhirnya dia menemukan kursinya, pas di sebelah jendela. Setelah membereskan bawaannya ke atas kompartemen, Shena segera mengatur posisi duduknya dengan posisi 'segera tidur'. Itu adalah penerbangan transit ke Singapura.
Seatbelt dan headset sudah di posisi, syalnya menutupi leher dan sedikit dagu, sunglasses terpasang dan tangannya sudah menyilang di dada. Saat take-off dan landing adalah saat paling menyiksa bagi Shena. Shena akan berusaha mengalihkan pikirannya dengan tidur atau membaca.
“Ah … untung aku udah pilih yang di dekat jendela. Harus di dekat jendela pokoknya.” Shena menepuk-nepuk pegangan kursinya. Ia juga menepuk-nepuk sandaran kepala. Mumpung belum ada penumpang lain yang melihat kegilaannya.
Seorang wanita berumur lebih 50 tahun dan berpakaian santai dengan celana panjang hitam dan kemeja longgar berwarna hijau tampak melihat nomor kursi di atas kepalanya sambil tersenyum. Wanita itu tersenyum pada Shena, Shena mengangguk dan tersenyum sambil merentangkan letak safety belt agar si Ibu bisa langsung duduk dengan mudah.
“Terima kasih, Nak,” kata wanita paruh baya di sebelahnya. “Mau langsung tidur?” tanya wanita itu ramah.
“Saya takut terbang, Bu. Saya mual tiap pesawat take-off.” Shena sengaja menambahkan kata mual agar wanita di sebelahnya jijik dan membayangkan bahwa ia bisa muntah sewaktu-waktu. Jadi, ia harus segera tidur.
“Kalau begitu kamu harus segera tidur,” kata wanita itu.
Shena mengangguk bahagia. Ia langsung memejamkan mata. Karena penerbangan ke Singapura tidak lama, Shena memanfaatkan waktu itu untuk tidur secepat mungkin.
Dengan pergi sejauh mungkin dan cepat-cepat memejamkan mata Shena berharap kalau bayangan Ramon yang terasa sesak memenuhi pikirannya bisa bilang begitu saja. Nyatanya … sosok pria itu masih hadir dalam segala terkaannya.
Pikiran Shena melayang pada sosok rapi di balik meja direktur pagi ini. Aroma parfumnya pasti menyeruak saat ia melintas di lorong meja karyawan. Dengan busana necis dan wangi, Ramon pasti tampan sekali hari itu.
Ramon baik. Sopan dan disenangi karyawan. Ramon juga nggak pelit. Nggak ada yang salah dari Ramon kecuali setan itu mencampakkanku.
Ternyata ini yang disebut-sebut orang sebagai belum move on. Dari buka mata sampai tidur lagi, mukanya masih kebayang-bayang. Dasar aku yang terlalu gila.
Seraya menggeser kepalanya untuk menghadap jendela pesawat, Shena juga menyempatkan menghapus sebulir air matanya yang sempat jatuh.
Dalam keadaan setengah tertidur, bayangan jari-jari yang ramping, panjang pipih dengan potongan kuku rapi muncul di benak Shena.
Jari-jari siapa itu?
Shena pun lalu jatuh tertidur dalam perjalanan menuju tempat transit pertama. Singapura.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
jumirah slavina
deq² Aku
2025-03-07
1
jumirah slavina
astogehhhhh... astogehhhhh 🤣🤣🤣
2025-03-07
1
Dewa Rana
universitas andalas yg Thor, almamaterku...
2024-12-04
1