Stranger From Nowhere

Stranger From Nowhere

1. Secangkir Kopi Stres

Dari Penulis :

Dengan membaca cerita ini artinya pembaca telah menyatakan bahwa telah cukup umur untuk menilai isi bacaan.

Novel ini sepenuhnya fiksi. Jika ada kesamaan tempat dan nama tokoh, itu hanya kebetulan semata.

Jangan mengaitkan isi cerita dengan agama, suku atau golongan tertentu.

Terima kasih karena telah mampir ke novel ini.

*****

Shena duduk termangu-mangu menatap air hujan yang memercik ke dinding kaca di sebelahnya. Meja yang bisa diisi dua orang itu menyisakan sebuah kursi kosong seolah ikut kedinginan bersamanya. Kopinya sudah dingin. Bahkan sebelum kopi itu diminum setengahnya.

Pikirannya kembali ke kejadian seminggu yang lalu.

"Aku mau ngajak kamu liburan di Bali. Belakangan ini kita jarang kencan, kan?" Begitulah kata Ramon waktu itu.

"Aku mau...aku mau." Shena tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya atas ajakan liburan dadakan itu.

Ramon memesan vila yang lumayan terpencil. Isinya hanya mereka berdua. Beberapa hari itu Shena seakan jatuh cinta lagi dengan seorang Ramon. Lembutnya, romantisnya, perhatiannya.

"Aku nggak pernah nyesel kenalan sama kamu," ucap Shena di suatu malam saat mereka berbaring berpelukan. Mata Shena mengerjap menatap Ramon. Ketampanan pria itu di hari pertamanya bekerja di perusahaan advertising tidak akan pernah ia lupakan.

Berkenalan sebagai bawahan dan atasan, sampai Ramon memintanya menjadi kekasih.

"Aku juga nggak pernah nyesel kenalan sama kamu." Ramon tersenyum, membelai pipi Shena dan mengecupnya.

Mereka sering melewatkan malam seperti itu di apartemen Shena. Berbaring berpelukan, bercerita dan sesekali berciuman. Cuumbuan seperti itu mewarnai tiga tahun kebersamaan mereka. Tanpa terasa, tiba-tiba Shena sudah menginjak usia 26 tahun dan berpikir kalau sudah sepantasnya Ramon melamarnya.

"Padahal dulu aku males-malesan kuliah di desain grafis. Temenku banyak yang bilang untuk pemula pasti hajiku kecil. Mereka nggak salah, sih. Gajiku di jumlah yang sekarang juga karena kamu yang nambahin. Kerja di perusahaan keluarga pacar ternyata enak juga, ya." Shena terkekeh-kekeh dengan telunjuk berada di dagu Ramon. Pria itu ikut tertawa.

"Kamu memang fresh graduated paling beruntung yang masuk di perusahaanku. Aku masih inget reaksi bagian keuangan waktu aku tanda tangan jumlah gaji kamu." Ramon ikut tertawa.

"Makasih, Pak Ramon." Shena mengecup pipi Ramon.

"With my pleasure ...," bisik Ramon, mengetatkan pelukannya di tubuh Shena.

"Jadi ... apa rencana Pak Ramon di usia tiga puluh satu tahun ini?" Shena agak sengaja memancing percakapan itu.

Ramon terlihat berpikir-pikir. "Rencanaku? Rencanaku banyak. Salah satunya memajukan perusahaan keluarga dan mengelola sebaik-baiknya. Aku mau seperti Papa. Tapi disamping itu ...." Ramon diam memandang Shena.

"Apa?" tanya Shena penasaran. Ia benar-benar penasaran. Apa Ramon sedang merencanakan sesuatu untuknya?

"Aku kasih tau besok, ya. Besok kita dinner." Ramon menutup malam itu dengan menarik selimut dan memeluk Shena erat-erat. Mereka sedang memandang lautan lepas dari balik jendela sambil terkantuk-kantuk.

Shena mengaduk kopinya dengan senyum kecut. Ingatan soal malam terakhir di Bali membuat dadanya kembali sesak. Ingin mengadu pada ibunya, tapi ia merasa tak pantas. Bagaimana mungkin ia membebani ibunya yang janda tentang kisah putus cinta. Sedangkan ayahnya, andai saat itu ia bisa kembali ke kampung halaman di Subang, ia mungkin akan menangis sampai tertidur di makam ayahnya. Sejak usia 17 tahun, itulah yang bisa ia lakukan tiap ia merasa sedih.

Tak bisa ia lupakan bagaimana Ramon menggenggam tangannya. Saking bahagianya, ia sampai mengayunkan tangan itu.

"Kita makan malam di Jimbaran," kata Ramon.

"Wah, aku suka Jimbaran. Makanan enak, kaki main pasir, kena angin pantai, makannya di bawah cahaya kuning lilin." Shena hampir berlari kecil mengikuti langkah kaki Ramon. Pikiran soal berbagai kemungkinan soal makan malam itu mulai memenuhi angannya.

Menu sudah terhampar di meja tapi belum mereka sentuh. Shena melihat Ramon berkali-kali membasahi bibirnya seakan gugup dengan hal yang akan ia ucapkan.

"Shen ... aku mau menikah...."

Nyaris saja Shena terlonjak. Untungnya Shena menyadari kalau perkataan Ramon belum selesai. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gugup.

"Shena, maaf .... Mama mau aku nikah dengan anak Tante Di. Aku dijodohin, Shen. Dari kemarin-kemarin aku nggak tau cara yang tepat buat ngasih tau kamu." Sepasang mata Ramon berkaca-kaca. Terlihat jelas apa yang dikatakan pria itu memang hal yang cukup sulit.

Shena diam mematung. Matanya hanya mengerjap sekali karena tiupan angin dari laut. Masih menatap Ramon yang menunggu reaksinya. Ia merasa dirinya mimpi. Tak percaya dengan apa yang baru ia dengar. Pipinya dingin mati rasa. Bahkan taplak meja putih restoran di restoran itu terkibas-kibas seperti hendak memberi tanda padanya untuk segera menyerah saja. Shena lalu bangkit dan pergi. Meninggalkan Ramon yang seketika itu kelimpungan memanggil pelayan untuk membayar tagihan.

"Kamu gimana, Shen? Aku harus apa?" Ramon berhasil mengejar Shena di luar restoran.

Shena bergeming dengan tangan kanan Mash berada di genggaman Ramon. Pria itu kembali membawanya ke mobil. Shena yang belum menjawab apa pun, ikut masuk ke mobil dengan diam seribu bahasa.

Harus apa? Kenapa Ramon tanya aku? Bukannya ini mimpi?

"Sekarang kamu mau ke mana? Please, jangan diam terus. Aku harus gimana? Aku nggak punya tenaga melawan Mama, Shen. Kamu tau sendiri Mama gimana? Aku nggak kuat kalau hidup dengan nol fasilitas kalau melanggar permintaan Mama. Aku juga mau jadi anak berbakti."

Aku mau nangis, Ramon. Aku mau peluk kamu. Please juga ... jangan nikahi perempuan itu. Perjuangkan aku, Ramon. Aku selalu bermimpi jadi istri kamu. Aku sayang kamu. Aku cinta kamu. Tiga tahun ini aku nungguin kamu. Aku tau kamu anak baik, tapi please ... aku juga perempuan yang punya perasaan.

Nyatanya semua hal itu hanya terngiang di kepalanya. Ia kenal betul bagaimana ibu Ramon. Ibu Komisaris perusahaan yang hampir tidak pernah bicara atau menyapanya meski tahu ia berpacaran dengan sang anak.

Shena sangat naif. Ia kira bisa meluluhkan hati wanita itu sepanjang menjalin hubungan dengan Ramon yang bisa dibilang tidak sebentar.

"Shena ... please ngomong. Kamu mau gimana?" Ramon mengguncang lengan Shena.

"Aku ... aku mau ke Afrika Selatan, Mon. Aku mau jalan-jalan." Sekalinya bisa bicara yang keluar dari mulut Shena hanyalah sepotong kalimat itu.

Ramon terkejut tapi kemudian ikut diam dan menyalakan mesin mobil. Sepanjang sisa malam itu mereka hanya diam. Shena tidak mau bicara dan Ramon tidak ada usaha mengajaknya bicara. Semua keputusan benar-benar final.

"Besok aku pulang ke Jakarta," ucap Shena saat mereka tiba di vila.

"Kita balik sama-sama," sahut Ramon.

"Aku mau sendiri," balas Shena.

Ramon duduk di tepi ranjang dan memperhatikan Shena yang ke sana kemari membereskan barang-barangnya. Matanya berkaca-kaca tapi ia tidak bisa menangis.

"Shen ... kamu tau aku sayang kamu, kan? Aku jatuh cinta ke kamu karena kamu itu unik. Kamu selalu ceria dan ekspresif. Kamu nggak pernah bisa bohong dan selalu bisa mengungkapkan apa yang kamu rasakan. Aku suka kamu yang selalu rapi dalam bekerja dan sangat mandiri. Juga berani. Aku udah mengatakan itu semua ke Mama dan Mama nggak menggubris aku sedikit pun."

"Aku nggak perlu tau soal apa yang kamu bicarakan ke mama kamu, Mon. Semuanya nggak akan mengubah apa pun." Shena memasukkan dua helai pakaian yang diambilnya dari lemari.

Ramon mengatupkan bibirnya dan mengangguk-angguk. Pertama kali ia jatuh cinta pada mata Shena yang bagus. Sangat ekspresif. Lalu ia melihat Shena tertawa terbahak-bahak di pantry sambil berlindung di balik tubuh temannya. Saat itu ia sampai ikut tertawa melihat Shena meski ia tidak tahu apa yang ditertawakan pegawai barunya itu.

"Aku nggak mau menyakiti kamu. Juga nggak mau menyakiti Mama, Shen .... Kamu tau kalau aku anak laki-laki satu-satunya dan pernikahan dua kakakku juga diatur Mama."

Shena tiba-tiba menegakkan tubuhnya dengan muka garang. "Kalo tau kamu bakal begini juga ngapain pacaran? Aku kira kamu bakal ada usaha! Apa mama kamu membiarkan anaknya menikmati masa pacaran sebelum akhirnya dipaksa menikah? Apa itu sebabnya kamu selalu bertingkah sopan meski kita cuma berdua-duaan di kamar? Kamu takut kebablasan dan aku hamil? Ternyata kamu memang udah tau kalo hubungan kita akan begini akhirnya." Shena ke kamar mandi dan meraup semua kosmetiknya.

Malam itu mereka tidur masih dalam satu kamar meski di tempat yang terpisah. Shena bersikeras tidur di sofa bed. Dan keesokan paginya ia berdandan seadanya dan menyeret koper keluar kamar.

Ramon ... harusnya kamu usaha dikit, kek, buat nahan aku? Besok seisi kantor bakal tau aku adalah Cinderella gagal. Atau jangan-jangan semua orang udah tau kalo Ramon dijodohin?

Kak Shinta ... I need you. Aku mau curhat.

*****

"Kamu benar-benar nggak mau cerita ke Kakak? Kamu putus sama Pak Ramon, ya? Kamu cerita, dong. Meski Kakak sekretaris Pak Ramon, nggak mungkin dia mau cerita. Kamu tega ninggalin Kakak ke Afrika Selatan dengan keadaan penasaran kayak gini?" Kak Shinta yang sedang hamil muda setengah mendesak Shena untuk bicara. Pagi itu ia terkejut dengan sepucuk surat pengunduran diri yang akan disampaikan ke atasan mereka.

"Aku nggak bisa cerita sekarang. Kalau aku cerita sekarang bisa-bisa Kakak bakal benci ke Pak Ramon." Shena terkekeh-kekeh dengan raut wajah yang tidak cocok dengan tawanya. "Kalo Kakak kau bantu aku, tolong urus pengunduran diriku secepat-cepatnya. Aku mau segera berangkat ke Afrika Selatan. Kalau bisa semua urusan administrasiku beres hari ini, ya. Pak Ramon nggak bakal nolak. Kalau dia manggil aku ke ruangannya, bilang aja aku lagi di luar."

Hari itu mungkin Ramon juga tidak ada pilihan lain selain segera menandatangani surat pengunduran diri Shena dan mengeluarkan seluruh 'tabungan' wanita itu selama bekerja di perusahaannya. Ramon malah menambahkan jumlah yang cukup banyak untuk ditransfer ke rekening pribadi Shena. Rasa sakit hati Shena ternyata dibayar cukup mahal.

"Meski nggak ada jumlah uang yang bisa membayar sakit hati karena dicampakkan. Jumlah uang ini setidaknya bisa buat aku bermalas-malasan beberapa tahun." Shena membaca deretan angka ratusan juta yang baru mendarat di rekeningnya.

Kak Shinta hampir setengah menangis ketika menyerahkan dokumen yang dirapikan dalam satu clear holder ke tangan Shena. Ia menebak kalau mungkin Kak Shinta syok karena Ramon menandatangani seluruh dokumen itu tanpa ada pertanyaan.

Kak Shinta memeluk Shena di teras gedung setelah bersikeras ikut mengantarkannya keluar.

"Beneran Afrika Selatan? Kamu kayak nggak ada tujuan lain aja." Mata Kak Shinta berkaca-kaca. "Kalau galaumu masih lama dan perlu istirahat, mending pulang ke kampungnya aja buat menyendiri. Ke Semarang temeni ibuku. Makan tidur di sana. Enggak apa-apa. Biar aku hubungi ibuku."

Shena menggeleng. "Ibunya Kak Shinta nggak akan tahan serumah denganku. Aku juga nggak enak kalau mau bangun siang setiap hari." Shena nyengir.

"Ya, udah .... Kamu hati-hati. Kalo ada apa-apa jangan lupa telepon aku. Atau jangan sungkan untuk nelepon suamiku. Mas Dimas pasti akan bantu kamu. Aku udah wanti-wanti ke dia. Kamu harus peluk aku yang lama." Kak Shinta merentangkan tangannya lebar-lebar. Shena kemudian menyambut pelukan itu dan tak sengaja mereka kembali pecah dalam tangisan.

*****

Kembali ke dinding kaca yang masih dialiri air hujan. Shena mengaduk-aduk kopi di hadapannya yang sudah pasti tak enak lagi. Denyut jantung yang tadi tenang mulai terasa lebih kencang karena kafein. Ia memang tidak pernah tahan minum kopi. Secangkir kopi di sore hari selalu mampu membuatnya terjaga sepanjang malam.

Clear holder dari Kak Shinta tadi masih teronggok di atas tas kerjanya. Seorang wanita pelayan cafe mendekatinya.

"Kak Shena mau tambah kopinya? Kita mau last order," ucap wanita itu.

"Enggak. Aku minta bill aja. Mulai besok kayaknya aku bakal jarang ke sini," ucap Shena.

"Memangnya Kak Shena ke mana?" Wanita itu berhenti menunggu jawaban pelanggan setia yang selalu memberinya tip itu.

"Aku resign dan mau jalan-jalan ke Afrika Selatan." Shena menjejalkan semua dokumen ke dalam tasnya.

"Pak Ramon?" tanya wanita itu.

"Ramon? Siapa Ramon?" Shena tertawa seraya mengangsurkan lembaran seratus ribu. "Ambil semua kembaliannya buat kamu. Sekarang rekeningku lagi gendut-gendutnya.

Shena keluar cafe dan berlari menerobos hujan. Meninggalkan cafe yang sedang memutar lagu 'Say you won't let go' yang tak sanggup didengarnya.

"Afrika ...! I'm coming!" jerit Shena di antara hujan dan air matanya yang mengalir deras.

Bersambung

Terpopuler

Comments

YuWie

YuWie

ramon bagus jg.. gak mau ngrusak shen2..padahal sdh negatif aja nih pikiranku klo ada kata2 tidur bareng CowCew

2024-10-29

0

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

jangan lupa bismillah dan nawaitu sebelum baca, siapin tekad , keberanian , dan hati ..💪💪💪💪💪

2024-10-31

0

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

Baca ulang lagi...🤗

2024-10-31

0

lihat semua
Episodes
1 1. Secangkir Kopi Stres
2 2. Pengangguran Officially
3 3. Berangkat ...!
4 4. Mister Fingers
5 5. One of Destiny?
6 6. Malam Panjang
7 7. Serangan Panik
8 8. Orang Asing
9 9. Luluh Lantak
10 10. First Night
11 11. Makhluk Asing
12 12. Bangsa Pemangsa
13 13. Potongan Lain
14 14. Tepian Sungai
15 15. Puisi Pendek
16 16. Konspirasi Tim Pencari
17 17. Mulai Membunuh
18 18. Hari Keempat
19 19. Terperangkap
20 20. Busur Silang
21 21. Api Unggun Besar
22 22. Para Teman Baru
23 23. Tiga Pemuda
24 24. Poor Me
25 25. Relationship
26 26. A Last Dinner
27 27. Let You Go
28 28. Naja Alshena
29 29. Firza Alamsyah
30 30. Segelas Kopi Rindu
31 31. It's You?
32 32. Persiapan
33 33. The Crew
34 34. Menuju Bukaan Sempurna
35 35. Yes, It's You
36 36. Z-na-ctk-bgt
37 37. Hari Yang Apes
38 38. Tamu Tak Diundang
39 39. Finally Meet You
40 40. Di Teras Temaram
41 41. Dalam Sebuah SUV
42 42. The Surgeon
43 43. Young, Dumb and Broke
44 44. The Warm You
45 45. Dari Shena Tentang Firza.
46 46. Dari Firza Tentang Shena
47 47. Our First Trip
48 48. Janji Di Atas Atap
49 49. Perkenalan Kembali
50 50. Mantan (1)
51 51. Mantan (2)
52 52. Kesan Pertama
53 53. Naik Daun
54 54. Pendatang Baru
55 55. Mulai Ngelunjak
56 56. Tinggalkanku
57 57. Dilema
58 58. My Medicine
59 59. Note Paper
60 60. Get Me Wrong
61 61. Jalan Malam
62 62. Berpapasan
63 63. Let Me Explain Later
64 64. Kemana Kita?
65 65. Bukan Pecundang
66 66. This is The End
67 67. Post it Again
68 68. My Limit
69 69. Kabur
70 70. Tamu Tak Diundang
71 71. Firza Saha?
72 72. Penjelasan
73 73. Drama Kampung
74 74. Can't Let You Go
75 75. Deep Conversation
76 76. Sabtu Malam Ala Subang
77 77. Gara-Gara Dadang
78 78. Restu
79 79. Back to Coffeeshop
80 80. Kejutan Lainnya
81 81. Strong Shena
82 82. Are You Okay?
83 83. Buntu
84 84. SHM
85 85. To My Beloved
86 86. Thankyou Dear
87 87. Melepas Rindu
88 88. Forum di Dalam Forum
89 89. Focus on You
90 90. Prepare
91 91. Makan Besar
92 92. Negeri Asal Rendang
93 93. XL
94 94. Obat Gelisah
95 95. Ketemu Mamak
96 96. Cinta di Ranah Minang
97 97. Demam Panggung
98 98. Akhirnya Sah
99 99. Meriang
100 100. Positif ??
101 101. Mules
102 102. Tahan Dulu
103 103. Our Sunshine
104 104. Alya Anak Ayah
105 105. This is Our Fate
106 PENGUMUMAN
107 EXTRA PART 1
108 EXTRA PART 2
Episodes

Updated 108 Episodes

1
1. Secangkir Kopi Stres
2
2. Pengangguran Officially
3
3. Berangkat ...!
4
4. Mister Fingers
5
5. One of Destiny?
6
6. Malam Panjang
7
7. Serangan Panik
8
8. Orang Asing
9
9. Luluh Lantak
10
10. First Night
11
11. Makhluk Asing
12
12. Bangsa Pemangsa
13
13. Potongan Lain
14
14. Tepian Sungai
15
15. Puisi Pendek
16
16. Konspirasi Tim Pencari
17
17. Mulai Membunuh
18
18. Hari Keempat
19
19. Terperangkap
20
20. Busur Silang
21
21. Api Unggun Besar
22
22. Para Teman Baru
23
23. Tiga Pemuda
24
24. Poor Me
25
25. Relationship
26
26. A Last Dinner
27
27. Let You Go
28
28. Naja Alshena
29
29. Firza Alamsyah
30
30. Segelas Kopi Rindu
31
31. It's You?
32
32. Persiapan
33
33. The Crew
34
34. Menuju Bukaan Sempurna
35
35. Yes, It's You
36
36. Z-na-ctk-bgt
37
37. Hari Yang Apes
38
38. Tamu Tak Diundang
39
39. Finally Meet You
40
40. Di Teras Temaram
41
41. Dalam Sebuah SUV
42
42. The Surgeon
43
43. Young, Dumb and Broke
44
44. The Warm You
45
45. Dari Shena Tentang Firza.
46
46. Dari Firza Tentang Shena
47
47. Our First Trip
48
48. Janji Di Atas Atap
49
49. Perkenalan Kembali
50
50. Mantan (1)
51
51. Mantan (2)
52
52. Kesan Pertama
53
53. Naik Daun
54
54. Pendatang Baru
55
55. Mulai Ngelunjak
56
56. Tinggalkanku
57
57. Dilema
58
58. My Medicine
59
59. Note Paper
60
60. Get Me Wrong
61
61. Jalan Malam
62
62. Berpapasan
63
63. Let Me Explain Later
64
64. Kemana Kita?
65
65. Bukan Pecundang
66
66. This is The End
67
67. Post it Again
68
68. My Limit
69
69. Kabur
70
70. Tamu Tak Diundang
71
71. Firza Saha?
72
72. Penjelasan
73
73. Drama Kampung
74
74. Can't Let You Go
75
75. Deep Conversation
76
76. Sabtu Malam Ala Subang
77
77. Gara-Gara Dadang
78
78. Restu
79
79. Back to Coffeeshop
80
80. Kejutan Lainnya
81
81. Strong Shena
82
82. Are You Okay?
83
83. Buntu
84
84. SHM
85
85. To My Beloved
86
86. Thankyou Dear
87
87. Melepas Rindu
88
88. Forum di Dalam Forum
89
89. Focus on You
90
90. Prepare
91
91. Makan Besar
92
92. Negeri Asal Rendang
93
93. XL
94
94. Obat Gelisah
95
95. Ketemu Mamak
96
96. Cinta di Ranah Minang
97
97. Demam Panggung
98
98. Akhirnya Sah
99
99. Meriang
100
100. Positif ??
101
101. Mules
102
102. Tahan Dulu
103
103. Our Sunshine
104
104. Alya Anak Ayah
105
105. This is Our Fate
106
PENGUMUMAN
107
EXTRA PART 1
108
EXTRA PART 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!