Sania dan Selena tengah asyik mencoba hawkeye bow saat yang lain ikut ke luar rumah mencoba senjata baru mereka. Mereka tampak senang sekali, apalagi mencoba gadged yang mereka dapatkan di ruang penyimpanan. Selena tersenyum senang melihat kegembiraan teman-temannya.
“Kau hebat Selena. Kau pintar fighting dan senjata apa pun kau mahir menggunakannya,” kata Sania yang sedang berlatih membuyarkan lamunan Selena.
“Tidak semua aku bisa Sania,” Kata Selena merendah.
“Sejak kapan kau berlatih semua ini?” Tanya Sania.
“Sejak umur lima tahun. Ayah angkatku bersikeras mengajarkanku ini semua,” terang Selena.
Sania menoleh menatap Selena tak percaya. Ia menghentikan latihannya. “Umur lima tahun?” kata Sania tercengang.
“Iya, ayah bilang aku harus bisa melindungi diri sendiri dan ternyata semua itu berguna sekarang.” Selena duduk di rerumputan melihat Sania tidak lagi mencoba senjatanya. Ia memandangi telaga yang begitu jernih dan memantulkan sinar matahari.
Sania mengikutinya duduk di sebelah sambil menimang-nimang busur barunya, ia melirik sekilas Selena yang tengah melamun. Di kejauhan para pria telah keluar dari rumah.
“Di antara Matthew dan Leo siapa yang kau sukai?” Tanya Sania membuat lamunan Selena buyar.
“Aku menganggap mereka semua teman,” aku Selena tapi hatinya sebenarnya berkata lain. Ia melemparkan pandangan ke arah teman-temannya yang sedang berenang dan melihat Matthew yang hanya berdiri di pinggiran telaga. Pandangan mereka bersirobok, Matthew tersenyum padanya.
“Kau ini bohong, Selena,” ucap Sania menyikut perut Selena, ia menangkap basah apa yang dilakukan Selena.
Sania tertawa cekikikan melihat Selena merona karena godaannya menjadikan gadis itu salah tingkah.
“Aku akan kembali ke dalam, masih banyak yang harus kukerjakan,” pamit Selena.
Sania tampak mengangguk, namun tawanya belum mereda melihat tingkah Selena.
***
Selena kembali ke dalam rumah. Dari balik kaca jendela ia bisa melihat teman-temannya berenang di telaga. Sesekali terdengar teriakan Sania yang diganggu Tony. Selena sangat senang bisa bertemu mereka setidaknya bisa mengusir rasa kesepiannya. Sebenarnya Selena mempunyai banyak teman, namun pekerjaan mereka membuatnya jarang bisa saling bertemu. Ia masih ingat rasanya kesenangan yang ia dapat saat masih berkumpul di akademi. Pelatihan berat yang didapat setiap hari tidak menyurutkan semangatnya, justru ia semakin bersemangat mengingat teman-temannya yang setia menemaninya.
“Kau tak ikut berenang?” suara Matthew membuyarkan lamunan Selena.
“Tidak, aku sedang tidak ingin berenang,” jawab Selena.
Matthew mendekati Selena dan berdiri dibelakangnya. “Apa karena luka ini yang membuatmu tidak ingin berenang?” Tanya Matthew mencium bahu Selena tepat di mana luka yang didapat Selena sebelumnya.
“Bukan,” jawab Selena membelai rambut Matthew, menikmati kedekatannya dengan pria itu.
“Aku akan mencarikan obat agar lukamu tidak berbekas saat kita lewat kota nanti,” ujar Matthew menyandarkan kepalanya pada Selena. Ia benar-benar sangat bahagia sekarang karena Selena tidak menolak kedekatan ini, tapi justru menyambutnya. Ia tadi bahkan telah siap kena gampar Selena dengan perbuatannya itu.
“Tenang saja, aku tidak bermasalah soal luka,” Kata Selena berbalik menghadap Matthew. “Aku hanya ingin mengerjakan sesuatu di bawah.”
“Boleh aku ikut?” pinta Matthew.
“Sure,” jawab Selena melangkah ke arah lift diikuti Matthew.
Selena dan Matthew kembali ke ruang penyimpanan. Disana Selena mengambil beberapa gadged tambahan dan juga amunisi untuk lasergunnya. Ia tampak memilah-milah peralatannya dengan hati-hati untuk memastikan keefektifan benda yang ia bawa nanti. Matthew mengamati Selena dari ambang pintu, menunggunya sambil mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruang bawah tanah itu.
“Kau tidak membawa senjata?” Tanya Matthew.
Pertanyaan Matthew sukses membuat suhu ruangan terasa turun mengingat Selena harus susah payah mendapatkan senjatanya semalam, sedangkan Matthew terbakar cemburu.
“Aku sudah mengambilnya semalam, di kamarku,” jawab Selena setelah terdiam beberapa saat.
Matthew tidak jadi bertanya lebih lanjut melihat Selena berubah murung. Matthew benar-benar tidak menyukai Selena bersikap tertutup kepadanya, namun juga tak berani mendesak Selena untuk menceritakan kesedihan yang selalu ia rasakan.
“Ruang di sebelah untuk apa?” Tanya Matthew mengalihkan pembicaraan.
Selena yang telah selesai mengepak perlengkapannya menghampiri Matthew.
“For having fun,” jawab Selena.
Matthew mengerutkan dahinya bingung dengan penjelasan Selena. Gadis itu mengajaknya ke dalam ruangan yang berada berdampingan dengan ruang penyimpanan. Sesampainya di dalam terdapat dua ruang, satu lebih kecil dengan beberapa layar hologram terpampang disebuah dinding, sedangkan satu ruangan lagi tampak lebih besar dan kosong.
Selena menjelaskan ruang itu untuk simulasi perang, yang biasanya ia dan kawan-kawannya dulu gunakan untuk duel. Matthew yang tampak tertarik dengan penjelasan Selena, meminta untuk mencobanya. Ia ingin merasakan keseruan simulasi itu. Selena segera mengatur seting simulasi di dalam ruang kontrol. Mereka akan berduel dengan sepuluh orang per regu. Sebelum masuk ruang kosong yang digunakan untuk simulasi, Selena memberikan google glass dan gloves sebagai perangkat penghubung ruang dimensi dalam simulasi.
Setelah mereka siap di dalam ruang simulasi, cahaya semakin meredup hanya sebuah hologram besar yang terlihat di depan mereka.
“Simulation ready on three two one… start,” suara mengema di dalam ruangan itu.
Ruangan menjadi gelap. Matthew terkagum ketika ia melihat sekelilingnya telah berubah menjadi lingkungan yang baru. Selena mengeset tempat Matthew berada disekitar reruntuhan kastil, sedangkan dia sendiri berada dalam jarak satu mil dari lokasi Matthew. Itu artinya Selena yang akan menyerang sedangkan Matthew akan mempertahankan tempatnya.
Selena dengan cepat merangsek memasuki hutan untuk mencapai kastil tempat pertahanan Matthew. Tidak membutuhkan waktu lama untuk dia sampai di kastil. Beberapa prajurit Matthew berhasil ia kalahkan dalam sekejap yang ia tuju adalah puncak kastil. Tempat yang strategis untuk mengintai, namun terabaikan musuh. Setelah berhasil mengalahkan salah satu prajurit Matthew ia segera melompat manaiki puncak kastil membiarkan prajuritnya mengambil alih untuk mengurus sisa prajurit. Seperti yang telah diperkirakan Selena, ia bisa melihat pergerakan Matthew dan prajuritnya, namun Matthew mengabaikannya.
Selena memutuskan untuk melihat pertempuran di bawah, selagi ia duduk dengan damai menikmati tontonan gratis itu. Matthew hampir kuwalahan menghadapi prajurit Selena yang sekarang lebih banyak dari pada miliknya. Sesekali ia tampak menghindar dari peluru yang ditembakkan dari arah yang tidak bisa ia prediksi.
“Apa kau menyerah, Matt?” Tanya Selena lewat earpiecenya melihat Matthew telah kelelahan menghadapi sisa prajuritnya.
“Never,” tolak Matthew, ia berhasil mengurangi prajurit Selena.
“Prajuritmu telah habis, Matt,” ejek Selena.
Matthew menyadari itu sejak beberapa menit yang lalu. Prajuritnya dalam sekejap telah dibantai dengan mudah oleh prajurit Selena. Kini hanya tinggal dia sendiri yang berjuang. Bermain petak umpet dengan prajurit Selena.
“I want make a deal, Selena,” tantang Matthew.
“Well. Untuk orang yang telah kehilangan semua prajuritnya, kau cukup berani meminta hal itu,” sindir Selena.
“Kau tahu, aku tak mudah menyerahkan,” kata Matthew.
“Oke. What the deal?” Selena menyanggupi permintaan Matthew
“Jika aku menang kau harus beri tahu pekerjaanmu sebenarnya.”
“Aku sudah katakan kalau aku porter.”
“Aku tidak percaya Selena. Kau lebih dari itu.”
Selena tampak berpikir sejenak. Kemungkinan dia menang lebih besar jadi rahasianya akan tetap aman.
“Baiklah. Bagaimana kalau kau yang kalah?” Tanya Selena.
“Well, you must kiss me,” jawab Matthew tercengir.
“Is not the deal Matt,” protes Selena.
“Kau takut.”
“Nope.”
“So?”
“Kita lihat saja nanti.” putus Selena.
Kini Selena membiarkan Matthew menghabisi prajuritnya. Hanya tinggal satu lagi yang tersisa dan sepertinya ia begitu gigih untuk memenangkan duel, namun hal itu tidak menggetarkan Selena. Dari puncak kastil, Selena dapat melihat Matthew berusaha mencarinya.
“You so long Matt. Aku bahkan telah bangun dari tidur siang,” ejek Selena lagi.
“It’s funny,” geram Matthew.
Sudah hampir satu putaran penuh ia mengelilingi kastil tapi yang diincarnya tidak terlihat sedikit pun.
“Selena, where are you? Apa kau takut,” pancing Matthew.
“Huh… aku bahkan bisa melihatmu dengan jelas dari tempatku berada, Matt,” ledek Selena.
Mendengar kata Selena, Matthew hanya bisa menyumpah dalam hati karena belum juga menemukan Selena. Pada akhirnya ia berani berjalan di tempat terbuka di tengah-tengah reruntuhan kastil. Saat ia hampir menyerah, tiba-tiba saja ia mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Segera Matthew berbalik, dilihatnya Selena
tengah berdiri dan gun yang ia gunakan terlepas dari tangannya. Dengan senyum penuh kemenangan Matthew menembakkan gun yang ia pegang.
Selena yang telah memprediksi semua hanya tersenyum melihat Matthew dengan cepat menembak ke arahnya. Ia pun dengan cepat menghindar dan berguling ke arah gun yang sengaja ia lepaskan saat meloncat turun.
“To early boy,” cengir Selena dan langsung menembak Matthew tepat di dadanya.
Matthew yang terperangah melihat gerakan Selena tidak sempat mengelak dari tembakan yang mengenai dadanya. Ia mengerang kesal karena mengalami kekalahan telak.
Ruang simulasi kembali terang saat permainan berakhir. Dengan masam, Matthew melepas google glassnya dan menatap Selena yang tersenyum penuh kemenangan.
“Baiklah aku kalah. Sekarang kau harus menciumku,” kata Matthew berkacak pinggang.
“Itu bukan kesepakatan, Matt,” tolak Selena tertawa geli.
“Kau sudah sepakat tadi,” rengek Matthew dengan bibir mencembik.
Selena mendekati Matthew setelah terdiam sesaat. Ia tersenyum melihat Matthew tampak bahagia. Perlahan-lahan Selena membuat jarak antaranya dengan Matthew semakin dekat. Melihat Selena akan memberikan ciuman padanya, Matthew yang sangat senang memejamkan matanya. Ia bisa mendengar napas Selena yang dekat dengannya. Selena benar-benar tak bisa melepaskan kesempatan baik itu untuk mengerjai Matthew, dia tidak bermaksud mencium Matthew hanya ingin menggodanya. Melihat Matthew menutup matanya, segera ia menjentikkan jarinya di kening Matthew dan segera pergi meninggalkannya. Matthew mengerang merasakan jentikan Selena di keningnya langsung menutupinya dengan sebelah tangannya.
“Selena, kau curang,” gerutu Matthew.
“Aku sudah katakan Matt, itu bukan kesepakatan,” kata Selena sambil tertawa meninggalkan
Matthew.
***
Setelah puas berenang di telaga bersama yang lain, Ignis memutuskan untuk kembali ke dalam rumah. Ia masih ingin mengambil beberapa gadged di ruang penyimpanan. Sesampainya di lantai bawah ia mendengar suara tembakan dari ruangan di sebelah ruang penyimpanan. Dengan penasaran ia melangkah mendekati ruang tersebut.
Teman-temannya yang menyusul Ignis berlarian di belakangnya sama penasarannya. Setelah memasuki ruangan tersebut mereka melihat beberapa layar hologram yang menampilkan pertarungan antara Selena dan Matthew. Sedangkan di ruang satunya yang terlihat remang-remang terdapat Selena dan Matthew yang menjalankan simulasi.
“Sepertinya mereka sedang bertarung,” komentar Tony mengamati layar hologram di depannya.
Ignis mengamati simulasi itu dengan seksama. Di belakangnya Leo, Austin dan Jimmy terlihat sama antusiasnya melihat pertunjukkan itu. Percakapan Matthew dan Selena terdengar dari ruang kontrol membuat seisi ruang kontrol semakin serius melihatnya.
“Waow itu tantangan yang sangat berani,” kata Tony sambil terkekeh. “Dia pasti akan kalah,” lanjutnya mendengar tantangan yang diberikan Matthew pada Selena.
“Tidak, aku rasa dia masih punya kesempatan untuk menang,” bantah Ignis.
Ia melirik sekilas ke arah Leo yang terlihat tidak menyukai tantangan Matthew, lagi pula ia juga penasaran dengan profesi Selena. Bagi Ignis, Selena menyembunyikan profesinya. Sama halnya dengan Matthew, ia yakin Selena tidak hanya sekedar seorang porter.
Mereka benar-benar tegang melihat pertempuran antara Selena dan Matthew. Tony sesekali
berkomentar terlihat mendukung Selena yang terlihat di atas angin untuk memenangkan pertempuran. Sedangkan Ignis yang berharap Matthew menang semakin gelisah karena peluangnya sangat kecil, apalagi melihat Selena hanya mempermainkan Matthew yang masih bergulat dengan pasukan milik Selena.
Menit pun berlalu kini terlihat Selena meloncat turun menghampiri Matthew. Ignis yang melihat senjata Selena terlepas tampak tersenyum, kemenangan Matthew benar-benar di depan mata. Namun senyum itu menghilang setelah melihat Selena berhasil menghindar dan menembak Matthew.
“Bodoh!!!” maki Ignis kesal melihat Matthew kalah.
“Ha..ha..ha… sudah kubilang, dia tak akan menang. Dan sekarang dia akan mendapatkan ciuman dari Selena,” ejek Tony.
Ignis menatap Tony masam. Leo juga tampak murung mengetahui Matthew akan mendapatkan ciuman dari Selena apalagi saat melihat gadis itu mulai mendekati Matthew. Ruangan simulasi yang berubah terang membuatnya bisa melihat Selena dan Matthew berdiri berhadapan. Leo memalingkan mukanya tak ingin melihat kejadian berikutnya. Batinnya yang berkecamuk membuatnya tidak memperhatikan saat teman-temannya bersorak tertawa, ia yakin Selena telah mencium Matthew namun yang membuatnya heran adalah suara erangan Matthew yang terdengar dari ruang kontrol. Penasaran Leo kembali melihat apa yang terjadi di dalam.
Ignis yang melihat perilaku sahabatnya itu tersenyum padanya dan menepuk pundaknya. Kebingungan Leo terjawab saat Selena keluar dengan tawa dan Matthew memarahinya dari belakang.
“Dia tidak mendapatkan ciuman,” bisik Ignis di telinga Leo yang disambut napas lega dari pria itu.
Selena dan Matthew tampak terkejut melihat teman-temannya telah berkumpul di ruang kontrol dengan senyuman di wajah mereka masing-masing.
“Good job Selena,” teriak Tony girang, “dan kau, selamat akan kekalahanmu,” ejeknya pada Matthew.
“Menyebalkan!!!” geram Matthew sambil berlalu pergi meninggalkan ruang simulasi itu.
Selena memandangi kepergian Matthew hingga dia menghilang dari balik pintu. Matthew terlihat benar-benar kesal saat keluar.
“Apa kita boleh mencoba, Sel?” Tanya Austin.
Melihat keseruan permainan tadi membuat mereka ingin mencobanya. Selena memberi pengarahan pada Tony untuk menjalankan simulasi. Mereka sangat senang memasuki ruang simulasi. Setelah selesai memprogram, Selena keluar meninggalkan ruang itu. Ia berniat mencari Matthew di atas.
***
Setelah keluar dari tempat simulasi, Selena yang tidak berhasil menemukan Matthew akhirnya memutuskan ke ruang baca. Ia mencoba mengakses komunikasi dengan Raines dari sana. Setelah mencoba berkali-kali gagal, Selena menghilangkan rasa kesalnya untuk melihat pemandangan di luar dari jendela. Layar hologram yang memperlihatkan teman-temannya yang mencoba simulasi ia acuhkan. Dia benar-benar larut dalam lamunannya sendiri.
Melihat Selena di ruang baca, Matthew menghampirinya. Ia mendekati Selena yang tengah tenggelam dalam lamunan itu. Ia juga melihat layar hologram yang masih menyala dibiarkan begitu saja oleh Selena. Sepertinya kehadirannya pun tak dirasakan gadisnya. Setelah berdiri di samping Selena, Matthew mengusap lembut pipi Selena, membuyarkan lamunannya. Ia tersenyum melihat Selena terkejut akan kedatangannya.
“Melamun terus,” kata Matthew.
“Aku hanya sedang melihat pemandangan,” elak Selena.
Matthew tersenyum kecil, dipandanginya Selena. Ia sudah tidak tahan lagi menyimpan gejolak di dalam dadanya dan akan segera ia ungkapkan pada Selena. Keheningan menyelimuti mereka beberapa saat.
“Selena, aku mencintaimu,” ucap Matthew pelan. Dadanya bergemuruh kencang.
Selena menatap Matthew penuh selidik membuat Matthew semakin resah.
“Kau sedang menggodaku?” Tanya Selena bimbang.
“Tidak Selena. Aku benar-benar mencintaimu,” Matthew menarik tangan Selena hingga dia berdiri cukup dekat dengannya. Ia mencoba meyakinkan kebenaran perasaannya terhadap Selena. “Maukah kau jadi kekasihku?”
Selena terdiam. Ia masih sulit mencerna ucapan Matthew. Sebenarnya itu yang diharapkan Selena hanya saja ia tak yakin apakah Matthew sedang bersungguh-sungguh atau hanya menggodanya. Lama ia menatap mata Matthew berusaha mencari keyakinan. Matthew terlihat benar-benar serius dengan ucapannya.
“I do,” jawab Selena terbata-bata.
Mendengar Selena mau menjadi kekasihnya, rasa bahagia bercampur lega melingkupi diri matthew. Ia menarik Selena dalam pelukannya. Mereka saling bertatapan, pancar kebahagiaan terlihat dari mata mereka. Perlahan-lahan Matthew mendekatkan bibirnya ke bibir Selena. Ia mencium Selena dengan penuh cinta, kehangatan dan kebahagiaan yang selama ini ia pendam. Respon Selena yang menerimanya membuat Matthew tidak melepas pagutannya dan memperdalam ciumannya. Tubuh mereka menyatu dalam pelukan yang hangat. Kebahagiaan yang melanda Matthew terus membelenggunya, bahkan hingga ia mengakhiri ciumannya pada Selena. Dipandanginya Selena yang penuh binar kebahagiaan, ia mempererat pelukannya. Sekarang ia dapat bernapas lega karena berhasil memiliki Selena seutuhnya.
“Mereka sudah selesai,” kata Matthew pelan melihat teman-temannya telah keluar dari ruang simulasi melalui layar hologram. Ia mengendurkan pelukannya pada Selena. Ditatapnya gadis itu. Seulas senyum tercipta di sana. Matthew benar-benar tak ingin melepaskan kesempatan itu. Ia kembali mencuri ciuman Selena membuatnya semakin merona bahagia.
“Aku membawakan sesuatu,” ucap Matthew setelah melepas ciumannya. Ia mengambil bunga kering diatas meja tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Selena mengamati apa yan dibawa Matthew, itu terlihat seperti brokoli yang telah mengering dengan sempurna. Matthew tertawa kecil melihat Selena tampak tertegun melihat apa yang dibawanya.
“Well, sepertinya kau punya keahlian mengeringkan sayuran,” kata Matthew terkekeh.
Selena tampak cemberut mendengar gurauan Matthew. “Dari mana kau mendapatkannya?”
“Di ruang pendingin di dapur,” jawab Matthew.
“Benarkah?” Tanya Selena tampak terkejut.
“Iya, kenapa?” Matthew terlihat bingung dengan reaksi Selena.
“Aku sudah lama tidak kembali ke sini. Sekitar lima tahun mungkin jadi dari mana sayuran itu?” kata Selena tampak berpikir. Ia kemudian memandangi Matthew yang menatapnya heran.
“Atau mungkin dia ke sini akhir-akhir ini,” gumam Selena kemudian berjalan keluar.
“Siapa?” Tanya Matthew mengejar Selena.
“Arvent. Dia temanku juga, aku rasa dia sering ke sini,” terang Selena.
Selena berjalan menuju dapur dan memeriksa ruang pendingin, Matthew mengikutinya dari belakang. Masih penasaran dengan jawaban Selena. Selena melihat banyak bahan makanan yang tersimpan rapi di tempat itu. Dibantu Matthew, ia memilah-milah bahan makanan yang masih bisa dikonsumsi dan membawanya keluar ke meja pantry. Tepat saat yang lainnya datang berkumpul dan melihatnya heran.
“Maaf sebelumnya karena aku benar-benar tidak tahu jika di rumah ini masih ada makanan,” kata Selena memandangi teman-temannya.
“Tidak apa-apa. Setidaknya sekarang kita bisa menggunakannya,” kata Ignis. “Sebaiknya kita mulai memasak, aku sudah lapar,” kata Ignis segera menghampiri meja pantry.
“Ya, asal jangan Selena yang memasak,” kata Matthew mengerlingkan matanya ke Selena.
Ignis terlihat bingung dengan pernyataan Matthew dan memandangi Selena penuh selidik. “Kenapa?”
“Karena dia akan membakar rumah,” jawab Matthew sambil tertawa.
Selena yang mendengar pengakuan Matthew langsung memukul bahu pria itu, namun tawa Matthew semakin keras. Baru beberapa menit yang lalu mereka terlihat bermesraan dan sekarang Matthew telah menggodanya. Matthew memang suka menggoda Selena membuat
gadis itu cemberut atau merona membuatnya semakin cantik.
--- TBC ---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ninin
Kok aku lebih suka kalau Selena sma Leo 🤭
2021-07-28
1