The Ragen: Escape From Zombie Apocalypse
Beberapa hari ini Ignis menghabiskan waktunya hanya bersantai setelah pemerintah memberikan pengumuman resmi untuk meliburkan semua
penduduknya dari berbagai macam aktivitas menyusul munculnya kepanikan massa
setelah ditemukannya sebuah virus yang mematikan. Virus Ragen yang awalnya
ditemukan di sebuah desa terpencil hampir dua minggu yang lalu kini telah menyebar dengan cepat kesegala pelosok daerah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus tersebut belum membuahkan hasil.
Beberapa tempat yang telah terjangkit segera diisolasi oleh pihak pemerintah namun keganasan virus itu tidak terbendung. Bahkan pihak militer pun ikut turun langsung untuk menghambat penyebaran virus tersebut.
Ignis tengah duduk melamun bersama kedua temannya Tony dan Jimmydi ruang keluarga, ia tidak begitu memperhatikan siaran berita di televisi. Tony yang sama bosannya hanya terus mengganti chanel televisi untuk mencari hiburan
selain berita tentang virus Ragen. Hampir semua acara tv diisi dengan berita
penyebaran virus tersebut.
“Berhentilah memain-mainkan remote tv, kau membuatku pusing,” sungut Jimmy menyenggol bahu Tony.
Menyerah Tony akhirnya meletakkan remote ke meja membiarkan tv tetap menyala, “ini membosankan,” erangnya.
“…pihak militer yang diturunkan untuk menangani krisis di kota Nibelhim akhirnya menyerah dan
perlahan mundur, keadaan kota tersebut telah mengalami kehancuran total. Beberapa penduduk yang selamat segera diungsikan menuju luar kota…”
Satu lagi kota yang hancur dengan begitu hampir lima puluh persen Negara Namrej lumpuh total. Jimmy yang menyimak berita langsung bergidik
ngeri melihat video amatir yang ditayangkan acara berita tersebut. Dalam video tersebut orang-orang tengah berlarian ke segala arah karena dikejar-kejar oleh sesuatu, karena penasaran Jimmy terus memperhatikannya. Semakin lama video itu pun tampak jelas menampilan makhluk-makhluk yang tengah menyerang orang-orang itu.
“Oh shittt!!!” umpat Jimmy sambil melototi tv.
Tony dan Ignis pun terpancing memperhatikan tv melihat reaksi Jimmy, keduanya sama terperangah melihat video yang baru kali ini
menampilkan secara langsung keganasan virus Ragen.
“A..apa itu manusia?” Tony tak percaya.
Virus Ragen menjadikan manusia sebagai inangnya untuk bertahan hidup, orang yang terjangkit berubah menjadi liar menyerang orang lain dan memakannya meski tak sampai habis sehingga orang yang telah tergigit berubah menjadi Ragen. Pada akhirnya para ragen itu memiliki penampakan yang mengerikan yaitu sesosok manusia yang tidak utuh lagi dengan lendir yang menetes dari mulut mereka dan mata memutih.
“Sepertinya aku mau muntah.” Tony langsung berlari kekamar mandi meninggalkan kedua temannya yang terus memperhatikan berita di tv.
“Menurutmu virus itu akan menyebar hingga ke kota ini?” Tanya Jimmy pada Ignis.
“Dengan keganasan mereka yang seperti itu aku rasa itu mungkin terjadi,” jawab Ignis.
“Menghibur sekali jawabanmu,” sahut Jimmy ketus.
“Dalam dua minggu hampir separuh negara lumpuh, militer kualahan menghadapi serangan. Jika pemerintah tidak menemukan solusi bencana ini kemungkinan negara ini akan hancur.” Ignis mencoba berlogika.
“Kalau begitu sebaiknya kita keluar negeri saja.” usul Jimmy.
“Bandara telah lumpuh sejak berhari-hari yang lalu,” beritahu Ignis.
“Bagus, kita terjebak disini,” komentar Jimmy menyandarkan tubuhnya.
Tony tampak pucat sekembalinya dari kamar mandi, sepertinya dia benar-benar muntah melihat berita di tv. “Hai apa kalian melihat Sania?” Tanyanya sedikit cemas.
“Dia tadi pamit ke toko seberang,” jawab Jimmy.
“Apa sudah lama?” tanya Tony duduk di sofa.
“Seharusnya dia telah kembali” sahut Jimmy.
Ignis yang baru saja tersadar dengan ketidak adanya Sania segera bangkit dari sofa. “aku akan keluar mencarinya”
*****
Disebuah toko tak jauh dari apartemen termewah kota itu, Sania tengah mengantri di kasir untuk membayar barang belanjaannya. Kota itu masih cukup kondusif mengingat banyak tempat telah terjadi kericuhan akibat penjarahan. Tidak menunggu lama ia telah keluar toko, dari kejauhan Sania melihat hiruk pikuk orang-orang yang tengah berlarian kalang kabut. Beberapa orang disekitarnya pun tampak mengawasi dengan terheran-heran dan penasaran dengan apa yang tengah terjadi. Salah seorang yang tidak jauh dari Sania berusaha menghentikan salah seorang yang tengah berlari untuk mengetahui apa yang terjadi.
“Hei..hei… tunggu ada apa?” Tanya Pria itu gusar.
“lari…selamatkan diri kalian. Para ragen menyerang,” jawab orang itu gugup kembali berlari menjauh menyelamatkan diri.
Butuh beberapa detik bagi pria itu, Sania dan beberapa orang yang mendengar jawaban orang tadi untuk mencernanya, saat menyadari apa yang
terjadi mereka telah disuguhkan pemandangan yang mengerikan. Telah banyak orang
bergelimpangan bersimbah darah dengan Ragen yang menggerogoti bagian-bagian tubuh mereka. Melihat hal itu Sania berteriak histeris, tanpa mempedulikan apa-apa lagi ia berlari sekuat tenaga menuju apartemennya.
Gedung Apartemen yang berjarak dua ratus meter dari tempatnya berdiri menjadi terasa sangat jauh dimatanya, belum lagi para Ragen yang mengejar-ngejarnya. Beberapa kali ia sempat terjatuh dan menabrak orang lain sebelum akhirnya mencapai gedung apartemen dan masuk ke lift tanpa mempedulikan tatapan aneh orang-orang di dalamnya. Dengan nafas
tersengal-sengal, Sania menuju ke apartemen. Sesampainya di dalam Sania segera mengunci pintu dan menyeret sebuah meja di dekat pintu untuk memastikan tak ada yang bisa menerobos ke dalam.
“Ada apa denganmu?”
Tanya seseorang di belakang Sania membuatnya terlonjak kaget, ia mendapati Ignis tengah menatapnya bingung. Sania yang ketakutan
setengah mati langsung berhambur kedalam pelukan pria itu sambil menangis
sejadi-jadinya. Ignis yang masih bingung membawa Sania keruang keluarga untuk
menenangkannya. Gadis itu benar-benar sangat pucat dan berantakan. Tony dan Jimmy sama terkejutnya melihat keadaan Sania.
“Ki…kita harus segera pergi dari sini,” ujar Sania disela-sela isakan tangisnya.
“Tenangkan dirimu dulu,” pinta Ignis menyodorkan air putih.
Setelah minum Sania sedikit tenang, “virus itu, virus itu telah sampai kota ini. Keadaan diluar telah kacau,” ceritanya.
Mendengar penjelasan Sania mau tak mau ketiga pria itu saling berpandangan dan berlari menuju balkon untuk melihat situasi di bawah sana. Dalam sekejap kota telah porak-poranda, kecelakaan lau lintas di mana-mana,
orang-orang berlarian menyelamatkan diri dan sirine mobil polisi di sela-sela tembakan untuk menghalau para ragen.
“Oh astaga.” Tony merosot terduduk lemas melihat pemandangan mengerikan dibawah sana.
“Di mana Leo?” tanya Ignis.
“Masih tidur,” jawab Jimmy tak melepas pandangannya ke bawah.
Dengan geram Ignis kembali masuk dan bergegas menuju kamar Leo di lantai dua. Di dalam kamar, ia melihat Leo masih meringkuk dengan nyaman
di bawah selimutnya. Saat dunia tengah menggila Leo masih enak-enakan tidur.
“Leo bangun,” kata Ignis menggoyangkan pundak Leo.
Leo hanya mengerang dan membalikkan tubuh kembali tidur.
“Cepatlah bangun!” perintah Ignis mencoba sabar.
“Keluarlah, jangan ganggu aku,” gerutu Leo.
Dengan tidak sabar, Ignis menyibakkan selimut Leo membuat pria itu mengerang kesal. “kau harus bangun, tengah terjadi kericuhan saat ini!”
Masih malas Leo memaksakan diri untuk bangun, ia terlihat kesal saat Ignis menyeretnya ke balkon untuk melihat keadaan di luar. Leo sangat terkejut melihat keadaan yang telah kacau balau selama ia tidur.
Beberapa gedung telah terbakar, orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri semakin lama semakin sedikit terkalahkan oleh keganasan Ragen yang menyerang mereka.
“Apa yang terjadi?” tanya Leo linglung.
“Virus ragen telah menyebar dikota kita,” jawab Ignis, “kita harus pergi dari sini.”
“Ini sudah senja, ke mana kita akan pergi?” Jimmy menyusul Ignis menuju ruang keluarga.
Mereka pun berkumpul di ruang keluarga, Sania yang sejak tadi tidak beranjak dari sana pun mulai membaik tidak sepucat saat dia kembali
ke apartemen. Tony merangkul adiknya itu agar lebih tenang meski dia sendiri sama takutnya melihat pemandangan mengerikan di luar sana.
“Sania, kau satu-satunya yang di luar saat kekacauan terjadi. Saat kamu kembali apa para ragen telah berada didalam apartemen?” Tanya Ignis.
“Belum, orang-orang bahkan melihatku dengan tatapan aneh saat aku masuk jadi aku memberitahu mereka apa yang terjadi di luar. Aku rasa petugas keamanan sempat mengaktifkan system keamanan gedung setelah mengetahui
kekacauan di luar,” terang Sania.
“Kalau begitu kita masih memiliki waktu paling tidak hingga besok pagi di sini. Malam ini kita persiapkan segalanya untuk bekal perjalanan.” Ignis menyusun rencana.
“Kemana akan kita pergi?” tanya Leo membuat bungkam semua.
Keheningan menyelimuti mereka, tak ada tujuan yang terlintas di kepala mereka saat ini. Bandara telah lumpuh, tak mungkin mereka bisa
melarikan diri keluar negeri dalam keadaan seperti ini.
“Kita ke Ruwanda, satu-satunya Negara terdekat dari Namrej dan kita masih bisa melakukan perjalanan ke sana dengan mobil,” kata Ignis memecah keheningan.
“Jarak Ruwanda beribu-ribu mil jauhnya, apa kita bisa sampai sana dengan selamat?” sahut Tony histeris.
“Kita harus mencobanya. Selain itu kita bisa mencari informasi tempat yang aman selama perjalanan,” kata Leo menimpali.
“Baiklah, malam ini persiapkan semuanya. Kita berangkat besok pagi,” putus Ignis.
Malamnya semua sibuk mempersiapkan perbekalan untuk perjalanan mereka menuju Ruwanda tidak lupa mereka menyiapkan bekal senjata andalan mereka masing-masing yang tidak pernah mereka gunakan sebelumnya. Tidak
seperti lainnya yang mengkhawatirkan situasi gawat saat ini, Leo yang telah selesai mengemasi barang-barangnya kembali meringkuk ditempat tidurnya tanpa mempedulikan keadaan diluar.
“Not care the world…” komentar Ignis yang menyerah memintanya tetap terjaga mengantisipasi bahaya yang datang.
“Yap…dia pangeran tidur kau tahu itu,” timpal Jimmy.
Sepanjang malam hanya Leo dan Sania yang tidur, Tony terlalu tegang hingga tidak bisa memejamkan mata sedangkan Ignis dan Jimmy berjaga dan mengawasi situasi di luar. Kedua pria itu menghabiskan waktu di balkon sambil
mengamati tingkah laku para Ragen yang semakin ganas dibandingkan sore tadi.
Tidak ada lagi sirine polisi hanya beberapa tembakan yang kadang masih terdengar atau teriakan-teriakan pilu orang-orang yang gagal menyelamatkan diri. Suasana mencekam itu berangsur memudar menjelang fajar tiba.
Suara deru helicopter dipagi hari membangunkan Ignis dan Jimmy di ruang keluarga. Buru-buru Ignis keluar menuju balkon melihat kemana
helicopter itu pergi, setidaknya ada empat helicopter yang terbang rendah bahkan salah satunya mendarat digedung apartemen mewah lainnya yang berjarak tak jauh dari tempat mereka berada. Rasa penasaran Ignis mendorong pria itu
meraih teropongnya untuk melihat apa yang terjadi.
“Apa itu pihak militer, mereka melakukan penjemputan?” tanya Jimmy penasaran.
“Bukan, lambang di helicopter itu berbeda,” jawab Ignis masih terus mengawasi. “mereka hanya membawa CEO Mediastar dan meninggalkan
yang lainnya,” lanjutnya, ia kemudian mengawasi helicopter-helikopter lainnya yang terjangkau teropongnya. Semuanya memiliki lambang sama yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
“Aku rasa mereka hanya menjemput orang-orang tertentu,” Kata Ignis menjauhkan teropongnya.
“Orang-orang berduit tentunya,” ujar Jimmy sinis.
“Kita juga orang berduit kenapa tak ada yang menjemput?” sahut Tony yang baru bergabung.
“Aku rasa lebih dari berduit,” jawab Ignis.
“Mereka membayar untuk mendapat perlindungan,” kata Leo yang tiba-tiba muncul masih terlihat mengantuk.
“Dari mana kamu tahu?” tanya Tony penasaran.
Leo menggaruk kepalanya sambil meringis, ada hal yang lupa ia katakan pada teman-temannya. “Karena beberapa tahun yang lalu aku mendapat
undangan untuk menghadiri sebuah jamuan untuk menawarkan sebuah tempat perlindungan.”
“Kenapa kamu tidak memberitahu kita?” erang Jimmy.
“Aku lupa dan aku juga tidak menghadiri perjamuan itu,” ucap Leo merasa bersalah. Jika saat itu ia datang berapa pun saham yang harus
dikeluarkan atas namanya dan juga teman-temannya ia mampu membayarnya. Namun ia terlalu sibuk memikirkan hal lain sehingga melupakan undangan itu dan dia baru mengingatnya sekarang.
“Bagus!!!” sahut Tony ketus.
“Maafkan aku,” sesal Leo.
“Sudahlah itu tidak penting sekarang. Sebaiknya kita mulai berkemas, aku tidak melihat Ragen yang berkeliaran dijalan ini kesempatan kita untuk pergi,” lerai Ignis.
Matahari memang telah cukup tinggi menampakkan diri membuat para Ragen mencari perlindungan di balik kegelapan. Mereka pun mulai berkemas dan menyiapkan senjata mereka masing-masing. Gedung apartemen mereka masih memiliki cadangan energy mempermudah mereka untuk mencapai basement tempat
mobil mereka terparkir. Hanya satu mobil yang bisa mereka pakai bersama dan mereka menggunakan mobil Leo yang lebih besar dari pada mobil milik teman-temannya yang lain.
“Cepatlah, aku sudah tidak betah di sini,” rengek Tony sambil mengawasi sekitarnya.
Suasana sedikit mencekam di tempat parkir yang memiliki penerangan minim itu. Suara-suara aneh mulai terdengar di telinga mereka.
“Apa kalian mendengar sesuatu?” bisik Jimmy.
“Aku dengar, ayo cepat masuk mobil.” Ignis memberi komando teman-temannya untuk segera masuk mobil.
Mereka masuk tepat waktu karena sedetik kemudian terlihat sesosok Ragen yang tengah berjalan tertatih-tatih di antara mobil-mobil yang terparkir di sana.
“Cepat pergi dari sini,” kata Tony melihat Ragen yang semakin mendekati mereka.
Ignis segera menyalakan mobil, begitu deru mesin mobil terdengar Ragen itu langsung bereaksi dan berlari ke arah mereka. Dengan sigap Ignis menginjak pedal gas dan melarikan mobil itu ke luar gedung. Disepanjang lorong pintu keluar mereka juga berpapasan dengan para Ragen yang terusik suara deru mesin mobil, beberapa Ragen tertabrak mobil dan yang lainnya berlarian
mengejar mobil mereka.
Sepanjang perjalanan mereka masih menemukan beberapa Ragen yang terusik suara deru mobil mereka hingga membuat Ragen itu berlarian
mengejar mereka. Barulah setelah di luar kota yang jauh dari bangunan mereka bebas melaju tanpa hambatan meski pemandangan yang mereka dapatkan tak jauh beda dengan di pusat kota. Tujuan mereka hanya satu mencapai Negara Ruwanda berharap di sana keadaan lebih aman dari pada tempat mereka sekarang.
--- TBC ---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Z3R0 :)
yosh novel zombie lagi lanjut
2022-06-29
1
Desi BA
hampir sama kayak zombie ya
2022-05-06
0
Ninin
Seruuuu
2021-07-27
0