Episode 12. WELCOME BACK

Matahari bersinar cerah, cahayanya menerobos jendela kamar tempat di mana Selena terbaring. Membanjiri setiap sudut kamar itu. Kicau burung terdengar bersahutan di luar. Sunyi menyelimuti kamar. Hembusan napas teratur menjadi satu-satunya irama yang berdendang di kamar itu. Lonceng yang terpasang di luar jendela kamar sesekali bergemerincing tertiup angin sepoi-sepoi.

Sayup-sayup Selena mendengar gemerincing lonceng tertiup angin di tengah kesadarannya yang masih belum sepenuhnya terisi. Matanya yang berat seolah enggan untuk terbuka. Kelopak matanya perlahan-lahan terbuka setelah beberapa kali berusaha melawan rasa kantuknya. Silau matahari menambah matanya semakin sulit untuk terbuka.

Samar-samar Selena melihat langit-langit kamar yang berwarna cerah itu. Dia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya. Selena mencoba menggerakkan Kepalanya yang masih terasa berat dan pening. Dihelanya napas panjang, menyerah dalam ketidak mampuannya menggerakkan kepalanya. Dia mencoba menoleh ke kiri dan ke kanan mencari siapa saja yang berada di dekatnya. Kepalanya hanya bergerak sedikit tak sepadan dengan tenaga yang dia kerahkan.

Setelah usahanya gagal, telinganya mendengar pembicaraan teman-temannya yang berada di luar kamar. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, yang terdengar hanya beberapa kali

namanya ikut disebut-sebut. Perlahan Selena menggerakkan badannya setelah cukup lama mengumpulkan tenaganya kembali. Ia duduk ditepian kasur untuk menyesuaikan dirinya dan mengurangi denyutan di kepalanya.

Di luar teman-teman Selena tengah berdebat membicarakan musibah yang mereka alami beberapa hari belakangan ini. Jimmy satu-satunya yang mulai meragukan meneruskan perjalanan dengan Selena, bukan karena apa tetapi mengingat ia menangkap basah gadis itu menelpon seseorang dengan sangat mencurigakan. Ia telah menceritakan semua yang didengarnya pada teman-temannya. Namun sepertinya semua masih ragu mengemukakan keputusan. Ignis yang paling tua di antara mereka berusaha bersikap sebijak mungkin mengurai permasalahan ini.

“Aku tidak yakin dia adalah orang baik, mungkin saja dia adalah pembunuh bayaran yang dikirim seseorang untuk membunuh salah satu di antara kita,” kata Jimmy menguatkan pernyataannya, “aku menangkap basah dia sedang menelpon seseorang, ia menginginkan salah satu di antara kita,” lanjutnya tegas.

“Itu tidak mungkin, jika memang dia ingin pembunuh bayaran. Kita sudah mati sejak kemarin,” bantah Matthew.

“Mungkin saja dia hanya ingin mengelabuhi kita,” ujar Jimmy tak mau kalah.

“Oh ya. Apa menurutmu seorang pembunuh bayaran rela mengorbankan dirinya hanya untuk melindungi mangsanya. Lihatlah dia, dia sekarat karena mencoba melindungi kita. Melindungimu saat kau melarikan diri karena anjing-anjing liar itu dan sekarang kau ingin membuangnya begitu saja!” bentak Matthew sengit.

Kali ini Jimmy terdiam, perkataan Matthew benar. Namun ia merasa ada yang salah dengan Selena dan dia belum berhasil menunjukkan buktinya pada teman-temannya.

“Aku rasa lebih baik kita meneruskan perjalanan tanpa dia,” kata Jimmy bersikukuh.

Mendengar perkataan Jimmy, Matthew langsung menubruk dan mencengkeram kerah baju Jimmy karena emosi, “kau benar-benar brengsek!!!” makinya.

“Hei…tenanglah. Kita bicarakan baik-baik,” Ignis beranjak dari tempat duduknya berusaha melerai Jimmy dan Matthew.

“Jimmy benar, sebaiknya kalian melanjutkan perjalanan tanpa aku,” sela Selena membuat teman-temannya menoleh terkejut melihatnya, gadis itu masih pucat memaksakan diri berjalan keluar menghampiri teman-temannya yang tengah bertengkar. “Terlalu bahaya bagi kalian berada di sekelilingku. Banyak orang yang mengejarku saat ini,” lanjutnya.

Matthew melepaskan cengkeraman pada Jimmy untuk menghampiri Selena yang masih limbung saat berjalan mendekat. “Kau seharusnya istirahat di kamar,” kata Matthew gusar memapah Selena untuk duduk di kursi.

“Aku sudah merasa lebih baik,” balas Selena.

Melihat Selena telah duduk, Leo yang sejak tadi diam akhirnya mulai angkat bicara. “Kami tidak akan meninggalkanmu Selena.”

“Apa? yang benar saja kau Leo?” sergah Jimmy.

“Tidak. Kalian harus melanjutkan perjalanan tanpa aku,” Kata Selena tidak menggubris Jimmy, “aku dalam perjalanan mengantar paket, aku tidak ingin melibatkan kalian dalam masalahku.”

“Aku tidak akan pergi tanpamu,” tolak Matthew.

Selena memandangi sejenak pria di sampingnya itu, ada rasa ragu sejenak sebelum ia menghembuskan napas panjang. “kau memang harus ikut bersamaku, Matt,” ucapnya pelan.

Matthew tampak terkejut sekaligus lega mendengar perkataan Selena, ia telah berpikir gadis itu akan bersikeras untuk melanjutkan perjalanan seorang diri. Selena membenarkan duduknya untuk menyamankan diri, ditatapnya teman-temannya yang masih terdiam memandanginya.

“Sebenarnya aku tidak boleh memberi tahu kalian soal ini, tapi aku tidak punya pilihan,” kata Selena menelan ludah. “aku mengikuti kalian karena ada Matthew. Saat bencana terjadi seseorang meneleponku untuk menjemputnya, tapi aku tidak menemukan di rumahnya. Aku melacak keberadaan Matthew, saat di Uata aku sempat melihatnya. Namun kalian lebih dulu membawanya pergi jadi aku memutuskan untuk menghadang kalian di Centro.”

“Jadi pertemuan kita bukan suatu kebetulan?” Tanya Leo angkat bicara.

Selena menggeleng, “aku menunggu kalian di sana dan sedikit beruntung karena Ignis yang menghampiriku.”

“Itulah kenapa kau bisa mengetahui di mana teman-temanku berada saat itu,” ungkap Ignis.

“Aku melacaknya,” kata Selena mengedikkan bahu ke Matthew.

“Sekarang bisa kau terus terang apa maumu?” Tanya Jimmy sengit.

“Aku hanya ingin membawa Matthew, itu saja,” jawab Selena kalem.

“Dan membunuhnya?” kata Jimmy memojokkan.

“Itu sudah hampir kulakukan dulu,” batin Selena masam. “Charon membutuhkannya hidup-hidup, aku hanya perlu mengantarnya dan melindunginya sebelum orang Charon menjemputnya,” gerutu Selena.

Semua yang tengah mendengarnya tampak bernapas lega, hanya Jimmy yang menjadi salah tingkah mendengar pengakuan Selena. Matthew dan Leo terlihat melepas senyum mengetahui apa yang dikatakan Jimmy ternyata salah. Ignis tampak rileks kembali sedangkan yang lain terlihat cerah kembali.

“Orang-orang yang kemarin itu…” kata Tony penasaran.

“Orang-orang dari supermarket saat itu, aku rasa mereka berniat membalas dendam melihat anak buahnya mati semua,” ujar Selena enteng.

“Astaga, kau benar-benar orang berbahaya,” rutuk Tony mengacak-acak rambutnya.

Ignis tersenyum geli melihat tingkah temannya itu, “sebaiknya kita tetap bersama meneruskan perjalanan ini. Setidaknya biarkan kami membantumu melindungi paketmu, selagi kau dalam pemulihan dan anggap saja sebagai ucapan terima kasih kami atas pertolonganmu selama ini,” katanya meyakinkan Selena.

“Baiklah jika kalian memaksa” ujar Selena menyetujui.

***

Setelah musyawarah selesai, Matthew memaksa Selena untuk kembali berbaring di ranjang. Bahu kiri Selena masih sangat mengkhawatirkan jika dipaksakan untuk bergerak, Matthew pun memakaikan penyangga agar tidak terbuka lagi luka itu. Hati-hati Matthew membantu Selena berbaring dan memeriksanya memastikan lukanya tidak terbuka lagi. Ia tidak mengira Selena akan siuman secepat itu dan masih sempat memberikan penjelasan pada teman-temannya. Dipandanginya gadis itu yang tengah memandangi lonceng yang sesekali bergemerincing tertiup angin.

“Jadi sekarang kau mengantar paket orang?” Tanya Matthew memecah kesunyian.

“Ya dan aku tidak mengira akan semerepotkan ini,” jawab Selena menoleh pada Matthew.

Matthew mendengus geli mendengarnya, “kenapa kau tidak mengatakannya dari awal?”

“Entahlah, sepertinya hanya tidak ada waktu untuk mengatakannya padamu. Itu saja,” gumam Selena.

“Apa tugasmu setelah menemukan aku?” Matthew menatap Selena penasaran.

“Menjagamu sampai ada orang Charon datang menjemputmu.”

“Jadi karena itu kamu berjuang mati-matian, melawan anjing liar, menerjang singa gurun, memaksakan bangun saat kritis menyerahkan dirimu pada preman-preman itu agar aku tidak terluka,” gumam Matthew menumpukan kedua tangannya pada lutut.

“I guest so,” desah Selena.

“Memangnya apa yang diinginkan Charon dariku, hingga kamu rela mati melakukannya,” kata Matthew berubah sinis.

“Aku tidak ikut campur dalam masalah itu, aku hanya mengantar dan menjaga. Selebihnya hanya antara kau dan Charon ,” kata Selena tidak enak.

Keheningan kembali menyelimuti mereka, Matthew masih berusaha menekan rasa amarahnya. Ia masih tidak percaya orang yang dicintainya berusaha mati-matian melindunginya, hanya karena dia sebuah paket yang harus diantar tanpa lecet.

“Jika kau mati, apa selanjutnya?” Tanya Matthew lirih.

“Akan ada orang Charon yang langsung menjemputmu,” jawab Selena.

Matthew memandangi wajah pucat Selena, “apa bila mereka menjemputku sekarang, kau juga akan ikut bersamaku?”

Dengan lemah Selena menggeleng membuat Matthew beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir dengan gusar. Diacak-acak rambutnya frustrasi.

“Mereka memintamu melakukan pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa, tapi mereka tidak peduli dengan keselamatanmu,” maki Matthew.

Selena sedikit terkejut melihat reaksi Matthew, ia belum pernah melihatnya semarah itu. “Itu sudah menjadi resiko pekerjaanku, Matt.”

“Mempertaruhkan nyawa dan mati tanpa seorang pun yang peduli bukanlah hal terbaik untuk dijalani,” bentak Matthew, ia kemudian menghampiri Selena. “Aku tidak akan menyerahkan diriku pada Charon jika kau tidak ikut denganku. Tak peduli apa yang akan kau perbuat padaku agar aku berada di Charon. Tanpa dirimu tinggal di sampingku, Aku tidak akan mau,” tekannya.

“Matt…” sela Selena kelu.

“Jika kau memaksa, aku akan melarikan diri,” ancam Matthew.

Matthew kemudian pergi meninggalkan Selena keluar setelah membanting pintu kamar, ia butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya saat ini. Dia tidak akan pernah meninggalkan Selena, itulah tekadnya. Matthew memilih keluar rumah mengabaikan tatapan heran bercampur penasaran dari teman-temannya, ia yakin mereka juga mendengar kemarahannya di kamar tadi.

Ia berjalan menyusuri jalan desa yang sepi, sesekali menendang kerikil di bawah kakinya untuk mengusir rasa marahnya. Tangannya yang ia masukkan ke saku celana tanpa sengaja menyentuh sesuatu, buru-buru Matthew mengeluarkannya. Cellphone Selena, tentu saja. Gadis itu menyerahkannya saat sekarat dan dia belum sempat mengembalikannya lagi, tapi sekarang hal itu menjadi sebuah keuntungan baginya.

Tanpa ini Selena tidak bisa menghubungi Charon, batinnya senang. Senyum dibibirnya pun kembali mengembang.

***

Sepeninggal Matthew, suhu kamar tempat Selena menjadi turun drastis. Selena ingin sekali menyusul Matthew untuk memperbaiki semua, menjelaskan padanya betapa penting dirinya untuk segera sampai di tempat Charon untuk mendapat perlindungan. Dengan susah payah ia berusaha untuk duduk, rasa nyeri di bahunya kembali terasa karena dia memaksakan diri untuk bergerak. Dia tidak bisa menutupi erangan yang meluncur dari bibirnya saat ia berhasil duduk di tepian kasur, keringat bercucuran menghiasi kening.

Saat mengumpulkan tenaganya kembali, Selena mendengar suara pintu terbuka berharap Matthew kembali. Harapannya sirna melihat Leo lah yang datang. Pria itu pun tampak gusar

melihatnya akan turun ranjang, Leo bergegas menghampirinya. Leo menahan agar Selena mengurungkan niatnya.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Leo gusar.

“Aku mau menyusul Matthew,” kata Selena masih berusaha beranjak dari tempatnya.

“Kau tidak boleh ke mana-mana, kau harus istirahat,” cegah Leo.

“Tapi aku harus…”

“Selena, biarkan Matthew sendiri. Saat ini yang terpenting adalah kesehatanmu, untuk saat ini pikirkan dirimu sendiri,” sela Leo memaksa Selena untuk kembali berbaring.

Dengan berat hati Selena menuruti permintaan Leo, dibantu pria itu ia kembali berbaring. Pikirannya terus berkecamuk, inilah sebabnya ia tidak berterus terang sebelumnya, semuanya akan menjadi kacau. Sekarang resiko kehilangan Matthew lebih besar dari sebelumnya.

“Tenanglah Matthew tidak akan pergi, tidak saat kau masih seperti ini,” hibur Leo seakan tahu apa yang dipikirkan gadis di depannya itu.

“Aku belum pernah mengalami situasi seperti ini. It’s make me confuse,” ujar Selena.

“Semuanya akan baik-baik saja. Aku dan teman-temanku siap membantumu,” kata Leo meyakinkan Selena.

Mau tidak mau Selena tersenyum mendengar kata Leo. Pria itu berubah drastic padanya sekarang tidak seperti saat awal bertemu yang selalu membuatnya sebal, sekarang justru Leo sangat perhatian padanya. Dan hampir seharian itu Leo yang menemaninya karena Matthew terlihat masih marah padanya, pria itu hanya menampakkan diri saat memeriksa dan memberi obat pada Selena. Malam harinya Matthew menemani Selena tanpa banyak berbicara hingga ke duanya memilih untuk tidur lebih cepat.

***

Hari berikutnya ketegangan antara Matthew dengan Selena perlahan mereda, pria itu telah berbicara pada Selena dan menemani lebih lama. Teman-temannya sesekali menjenguknya di kamar karena Matthew dengan tegas melarang Selena untuk bangun dari tempatnya. Kejadian kemarin seharusnya tidak terjadi sehingga luka Selena cepat sembuh.

Diam-diam Selena mengawasi Matthew yang tengah merapikan peralatan dan juga barang-barang yang ada di kamar itu. Setelah semua tampak rapi, Matthew justru terlihat kebingungan dan meneliti sekeliling kamar seakan sedang mencari sesuatu. Selena yang mengawasinya menatap Matthew penuh tanda tanya.

“Apa ada yang salah?” selidik Selena tidak tahan melihat Matthew yang kembali mengobrak abrik beberapa tempat yang tadinya telah dirapikan.

Matthew menoleh pada Selena, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Emm…malam saat kau terluka. Aku lihat kau memakai pedang dan aku juga sempat memakainya, tapi aku rasa aku meninggalkannya di tempat itu,” jawabnya dengan wajah merasa bersalah.

Tawa Selena hampir pecah mendengar pengakuan Matthew, “aku telah menyimpannya,” katanya pelan.

“ …” Matthew memandangi Selena bingung.

“Pedang itu tidak hilang, aku telah menyimpannya,” ulang Selena.

“Di mana?” Tanya Matthew masih kebingungan, mengingat Selena tidak menyentuh senjata apa pun setelah kejadian naas itu.

“Di sini” ucap Selena, sesaat kemudian pedang miliknya telah berada dalam genggamannya.

“Bagaimana bisa?” Tanya matthew terkejut.

Kali ini Selena tidak bisa menahan tawanya lagi melihat wajah Matthew yang kebingungan, ia kemudian menyimpan pedangnya kembali. “Lihatlah, cincin ini yang membuat pedangku bisa muncul dan hilang sesukaku,” terang Selena.

Matthew berjalan mendekati Selena dan meraih tangannya untuk melihat cincin yang melingkar di salah satu jari Selena. Ia memandangi Selena dengan wajah setengah tidak percaya.

“Senjata rahasia,” ucap Selena pelan.

“Aku rasa kau bukan sekedar porter,” gumam Matthew.

“Dan aku merasa kau bukan hanya sekedar seorang dokter,” balas Selena.

Matthew hanya bisa tersenyum mendengarnya, ia menautkan jemarinya pada jemari Selena dan menggenggamnya erat. Memilih untuk menyimpan rapat-rapat identitas yang sesungguhnya pada Selena. Ia tidak ingin kehilangan gadis itu jika ia membuka rahasia hidupnya. Dia tidak siap untuk dibenci Selena.

“Hai, lagi pacaran ya?” goda Tony yang tiba-tiba muncul mengagetkan Matthew maupun Selena, di belakangnya teman-teman yang lain ikut menyusul masuk sambil menahan senyum.

“Tidak,” elak Matthew melepas genggaman tangannya menjadi salah tingkah.

Melihat hal itu, teman-temannya justru tertawa. Mereka semua berkumpul di dalam kamar Selena tidak terkecuali Jimmy yang baru kali ini melihatkan wajahnya di kamar. Canda tawa pun langsung terdengar. Mereka tertawa seolah melupakan kejadian yang mereka alami kemarin.

Beban yang mereka rasakan menghilang setelah Selena telah siuman lagi. Tony dan Austin tak henti-hentinya mengejek satu sama lain membuat yang mendengarnya ikut tertawa. Selena yang hanya bisa tiduran ikut tertawa mendengar perkelahian kecil mereka. Matthew yang duduk di sampingnya sesekali melirik kearahnya dan tersenyum senang melihat Selena kembali tertawa.

“Sel, ada yang mau minta maaf padamu?” sela Ignis di tengah keributan Tony dan Austin melirik sekilas Jimmy.

Jimmy yang dari tadi hanya mendengarkan celoteh teman-temannya, perlahan maju mendekati Selena tepat disaat wajah Leo muncul dari balik pintu.

“Selena aku mau minta maaf, karena aku kau jadi terluka seperti ini dan mencurigaimu,” sesal Jimmy.

“Tidak apa-apa Jim, lupakan saja yang telah terjadi kemarin,” kata Selena tersenyum pada Jimmy.

“Apa?! Kau memaafkan begitu saja,” protes Matthew tak terima Selena membiarkan Jimmy begitu saja.

“Iya, kenapa memangnya?” Tanya Selena menoleh pada Matthew, tatapannya yang polos membuat Matthew menjadi tambah geram.

“Tidak Selena, setidaknya kamu memberi dia hukuman,” kata Matthew memprofokasi.

“Sudahlah Matt, kita semua kan teman. Lagian aku membantunya karena dia butuh bantuan,” sanggah Selena.

Belum sempat Matthew melancarkan protesannya lagi, Ignis telah lebih dulu menyelanya, “hah, akhirnya ada yang dewasa selain aku di sini,” kelakarnya sambil tertawa membuat yang lainnya ikut mendelik.

“Hei, kau ini Cuma lebih tua dari kita bukannya dewasa,” olok Tony.

“Kau ini hanya iri anak kecil,” ejek Ignis tak mau kalah diusap-usapnya kepala Tony membuat sang pemilik kepala menjadi kesal.

Sania yang berada tak jauh dari Selena hanya membiarkan saudaranya itu berkelahi dengan Ignis.

“Selena, cepatlah sembuh. Maaf aku harus keluar. Sepertinya para anak kecil ini mulai kelaparan,” kata Sania sambil menunjuk teman-temannya yang masih ribut.

“Iya, terima kasih,” kata Selena sambil tersenyum.

Sania lantas meninggalkan kamar itu dengan diikuti yang lain kecuali Matthew yang masih tetap menungguinya dan Leo yang baru saja masuk. Melihat semua keluar Leo duduk di tepian kasur berseberangan dengan Matthew.

“Ya ampun Selena, aku masih tak percaya kau memaafkan Jimmy dengan mudah,” gerutu Matthew. “Bagaimana pendapatmu Leo?” tatapannya mengarah pada Leo mencari dukungan.

“Aku setuju dengan Matt. Kau sudah terluka parah,” timpal Leo. Dia dan Matthew sepertinya masih dendam dengan Jimmy.

“Tapi aku masih hidup kan?” kata Selena berhasil membuat Matthew dan Leo bungkam meski masih terlihat geram.

“Aku mau keluar mencari makanan, kau mau kubawakan apa saat aku pulang nanti?” Tanya Matthew pada Selena setelah terdiam cukup lama.

“Aku rasa satu porsi cheese burger cukup,” cengir Selena.

“Kau membuatku tambah pusing Selena, mana ada makanan seperti itu sekarang,” geram Matthew membuat Selena tertawa senang.

“Sudahlah, aku akan carikan kau makanan yang sehat bukan makanan sampah seperti itu. Leo awasi dia jangan sampai kau biarkan dia menyentuh senjata apa pun,” Matthew langsung pergi sebelum Selena mengeluarkan bantahannya lagi.

Sepeninggal Matthew, Selena hanya berdua bersama Leo. Leo memandangi Selena yang masih terbengong ditinggal Matthew.

“Apa dia selalu seperti itu?” Tanya Selena menoleh pada Leo.

Leo tersenyum dan mengangguk kecil. Bahkan saat Selena belum masuk dalam kelompok mereka, sikap Matthew lebih menyebalkan dari pada sekarang. Hanya Ignis yang betah dengan sikapnya yang sering terlihat arogan.

“Bagaimana keadaanmu?” Tanya Leo pelan.

“Hemmm…aku pernah merasakan lebih baik dari sekarang,” jawab Selena merengut.

“Aku pernah melihatnya,” timpal Leo membuat keduanya tertawa.

Selena mengikuti perintah Matthew untuk berbaring saat ini. Namun dia mulai belajar menggerakkan anggota tubuh yang lainnya. Tangan kanan dan kedua kakinya bergerak, tanpa hambatan sedangkan tangan kirinya dia takut untuk menggerakkannya lagi setelah mencoba pertama kali terasa sakit menusuk hingga ketulangnya.

“Apa kau sudah makan?” Tanya Leo membuyarkan lamunan Selena. Selena menggeleng pelan sejak bangun dia baru minum segelas air yang dibawakan Matthew.

“Aku akan membawakanmu makanan,” kata Leo segera pergi menuju bawah untuk mengambil makanan.

Rupanya rumah telah sepi, teman-temannya telah pergi mencari persediaan makanan. Diambilnya roti yang sengaja ditinggalkan Ignis untuk mereka berdua. Sesampainya di kamar Selena terlihat memandangi luar jendela. Mendengar langkah Leo memasuki kamar, Selena

segera menoleh dilihatnya Leo membawa beberapa bungkus roti di tangannya dan sebotol air mineral. Leo meletakkan roti di meja samping ranjang dan mengambilnya satu untuk Selena.

“Tetaplah berbaring, biar aku suapi,” kata Leo melihat Selena berusaha bergerak.

Selena menuruti Leo, perlahan-lahan Leo menyuapinya dengan roti. Mendapat perlakuan seperti itu, jantung Selena berdetak cepat dia berharap pipinya tidak memerah.

“Pelan-pelan makannya,” kata Leo mengusap remah roti yang tertinggal di sudut bibir Selena. Sekilas dia bisa melihat pipi Selena merona. Selena merasa pipinya memanas menahan gejolak di dalam dadanya.

“Kita sekarang berada di mana?” Tanya Selena mengenyahkan rasa canggung antara mereka berdua.

Leo menggeleng, “aku rasa tempat ini terpencil karena hanya ada beberapa rumah di sini.”

Selena paham sekarang karena sejak tadi yang dia lihat pepohonan yang banyak di balik jendela kamarnya.

Leo meneruskan menyuapi Selena hingga dia menghabiskan makanan tak lupa ia membantu gadis itu untuk minum. Meski Selena belum pulih setidaknya melihatnya telah siuman membuat hati Leo menjadi tenang. Seharian penuh dia menemani Selena di kamar, kadang dia mengajaknya bercerita banyak hal. Semakin lama hubungan mereka menjadi lebih dekat jauh dari pertemuan pertama mereka yang terbilang cukup buruk.

***

Hari menjelang sore ketika Matthew melangkahkan kaki memasuki rumah, dilihatnya Ignis dan yang lain telah didalam. Dia mencari sosok Leo diantara yang lain namun ia tak menemukannya.

“Kau ini lama sekali,” tegur Ignis yang sedang mengeluarkan hasil perburuan mereka hari ini.

Matthew mengurungkan niatnya untuk segera keatas melihat Ignis mulai mengomel. Dia mendekati Ignis dan mengeluarkan hasil pencariannya. Beberapa apel dikeluarkan dari dalam tasnya dan beberapa sayuran segar. Ignis melihat bawaan Matthew sedikit terkejut karena buah dan sayuran segar sulit didapat saat ini.

“Dari mana kau mendapatkannya?” selidik Ignis, Sania yang juga membantu Ignis sama terkejutnya.

“Dibagian barat desa, di sana juga masih ada beberapa ekor ayam,” terang Matthew.

“Apa mereka tidak terkontaminasi virus?” Tanya Sania.

“Ayam tidak bisa terjangkit virus.”

“Kenapa kau tidak membawanya sekalian?” protes Sania.

“Bagaimana aku bisa menangkapnya sendirian, lagian mereka terlalu berisik ketika masih hidup” kata Matthew beralasan membuatnya mendapat pelototan dari Sania. “Aku bawakan beberapa yang belum bisa berisik,” lanjut Matthew mengeluarkan telur mentah yang cukup banyak.

Sania yang tadinya marah berubah senang melihat telur-telur yang dibawa Matthew.

“Menu sempurna malam ini,” ucap Ignis tak kalah senang.

“Baiklah anak-anak, masaklah yang enak malam ini,” kata Matthew menepuk pundak Ignis dan Sania bersamaan dan meninggalkan mereka berdua.

“Seenaknya saja dia,” gerutu Sania sambil mengibaskan tangannya di pundaknya.

Matthew melangkah cepat menuju kamar karena Leo belum juga tampak di bawah.  Awas saja kalau kau tidur di samping Selena, akan kulempar jauh-jauh dari sini, batin Matthew cemburu.

Dibukanya pelan-pelan pintu kamar, napas lega keluar dari mulutnya mengetahui Leo tertidur di kursi jauh dari kasur Selena. Sedangkan Selena juga tengah tertidur pulas. Matthew mendekati Leo sengaja dia meletakkan tasnya kasar membuat Leo yang tengah bermimpi indah terbangun.

“Apa aku membangunkanmu?” Tanya Matthew.

Leo tersenyum masam mengetahui siapa yang baru saja membuat ulah. “Apa yang lain sudah pulang?”

“Ya, mereka sedang masak di bawah. Bagaimana keadaan Selena sehari ini?”

“Baik-baik saja. Aku akan ke bawah,” jawab Leo meninggalkan Matthew, sekilas dilihatnya Selena masih tertidur pulas.

Matthew mendekati Selena, gadis itu tengah terbuai mimpi. Tarikan napasnya pelan dan teratur membuatnya semakin anggun. Dibelainya rambut Selena penuh kasih sayang seulas senyum menghiasi bibirnya. Matthew membiarkan Selena tetap tidur selagi dia menyiapkan obat untuk diberikannya nanti.

Selena merasakan belaian lembut di rambutnya hanya membiarkannya. Matanya masih terasa berat untuk dibuka setelah seharian berbincang-bincang dengan Leo. Selena tahu pemilik tangan yang membelainya justru membuatnya semakin tenang tidur. Setelah beberapa saat terlelap lagi, Selena mendengar langkah kaki di dalam kamar. Dibukanya mata beratnya dengan malas memperlihatkan sesosok siluet pria berambut pirang di samping kasur sedang sibuk dengan beberapa tabung kecil di tangannya.

“Matt, kau sudah pulang?” sapa Selena serak.

Matthew menoleh mendengar sapaan Selena, Selena berusaha bergerak bangun. Dihampirinya gadis itu dengan sigap ia membantunya untuk duduk. Selena pulih lebih cepat dari pada perkiraannya.

“Aku membawakan sesuatu untuk kau,” bisik Matthew seakan tak ingin ada orang lain mengetahuinya. Selena menatap menyelidik berusaha menerka apa yang dibawa Matthew untuknya.

“Cheese burger,” cengir Selena membuat Matthew mengerang.

“Berhentilah memakan makanan sampah itu Selena, kau harus belajar memakan makanan sehat,” ceramah Matthew membuat Selena tertawa, usahanya untuk menggoda pria itu berhasil. Matthew membuka tasnya dan mengambil beberapa buah apel yang didapatnya tadi.

“Ta da….” Pamer Matthew menunjukkan apel-apel itu kepada Selena.

Selena menatap tak percaya apa yang dibawa Matthew, buah sekarang menjadi barang langka untuk didapat dan sekarang Matthew membawa apel dengan jumlah cukup banyak. Melihat Selena takjub dengan apa yang dibawanya, Matthew tersenyum senang.

“Dari mana kau mendapatkannya?” Tanya Selena penasaran.

“Dengan kerja keras tentunya,” jawab Matthew menyombongkan diri, dimainkannya apel-apel itu di tangannya. Selena mencibir mendengar kata Matthew.

“Benarkah?” selidik selena mengambil apel yang diberikan Matthew.

“Tentu saja. Makanlah,” Matthew menemani Selena makan sore itu.

Setelah menghabiskan beberapa apel yang dibawanya, Matthew menyiapkan suntikan yang harus diberikannya pada Selena. Melihat apa yang dibawa Matthew di tangannya membuat bulu kuduk meremang.

“Apa kau tidak mempunyai obat lain?” protes Selena.

Matthew menatapnya bingung. Melihat ekspresi Selena dia menjadi tahu gadis itu tidak suka suntikan. “Tenanglah, ini tidak akan sakit,” hibur Matthew.

Andai saja Selena mempunyai tenaga lebih pastilah dia sudah kabur dari tempat seperti yang selalu ia lakukan jika melihat benda itu.

“Aku juga harus mengganti perbanmu Selena,” senyum Matthew melihat Selena masih takut melihat suntikannya.

“Baiklah,” selena baru akan melepas bajunya mengingat lukanya terhalang baju yang dipakainya sekarang, dipandanginya tubuhnya dan berpikir sejenak. Dia tak merasakan adanya baju lagi selain selembar baju yang dipakainya. “bagaimana kalau aku menggantinya sendiri,” pinta Selena, ia malu jika harus membuka baju di hadapan Matthew.

Matthew menatap bingung, “bagaimana kamu akan melakukannya?”

Selena hanya diam, dieratkan tangannya pada baju bagian depannya. Matthew yang telat berpikir akhirnya memahami maksud Selena. “Aku akan panggilkan Sania”

Matthew meninggalkan kamar untuk mencari Sania di bawah. Ditemuinya Sania yang sedang membantu Ignis menyiapkan makan malam. “Kalian ini serasi sekali,” ledek Matthew ketika mendekati dapur.

Mendengar ledekan Matthew, Sania memelototinya namun Matthew hanya tersenyum kecil. Didekatinya Sania yang kembali berkerja.

“Sania aku butuh bantuanmu,” ucap Matthew berbisik, Sania mengacuhkannya karena masih kesal dengan ledekan Matthew tadi, “ayolah Sania, please,” ibanya.

Sania menoleh pada Matthew dengan tatapan sebal. “Apa?!”

“Kemarilah” kata Matthew meminta Sania lebih dekat, kemudian dia membisikkan sesuatu di telinga Sania membuat Ignis melirik tajam. Memdengar bisikan Matthew, Sania terdiam sebentar untuk menimbang permohonan Matthew.

“Oke,” putus Sania langsung pergi dari dapur.

Ignis yang melihatnya hanya bisa mengerutkan dahi dan menatap Matthew penuh Tanya. “Aku pinjam sebentar,” kata Matthew langsung mengikuti Sania dari belakang. Ignis hanya bisa merengut melihat partnernya diculik.

Sania memasuki kamar Selena dengan beberapa lembar pakaian di tangannya. Segera ia duduk di samping Selena yang memperhatikannya sejak ia masuk.

“Matthew menyuruhku untuk membantumu,” terang Sania pada Selena, “karena aku tidak bisa merawat luka jadi aku bawakan baju agar Matthew bisa merawatmu tanpa melihat itumu,” lanjut Sania geli.

Selena tersenyum mendengar ucapan Sania, dia merasa Sania sungguh cantik jika sedang tersenyum saperti

sekarang ini. Sania segera melepas baju yang dipakai Selena dengan hati-hati,

ia tahu Selena masih kesakitan jika menggerakkan tangan kirinya, andai ia yang mengalaminya pasti sudah mati pikir Sania. Sesaat Sania terdiam mengingat baju yang dipakai Selena ketika terluka berbeda dengan yang dipakainya sekarang.

”Siapa yang mengganti bajunya kemarin?” pikir Sania.

“Apa ada masalah Sania?” Tanya Selena melihat Sania terdiam.

“Tidak…tidak ada,” Sania memakaikan tanktop yang hanya menutupi bagian dada Selena setelah itu merangkapinya dengan kemeja longgar yang ia temukan di almari. “Sekarang kau tak perlu kuatir lagi.”

“Terima kasih”

Sania pamit keluar setelah selesai, di depan kamar dia melihat Matthew sedang menunggunya. “Sudah beres,” ucap Sania tersenyum senang.

Matthew segera masuk ke kamar, dan bersiap mengganti perban diluka Selena. Sekarang Selena tak canggung lagi melepas bajunya ketika Matthew mengganti perbannya setidaknya bagian dadanya telah tertutup. Selena berdiam diri membiarkan Matthew mengurus lukanya. Ia mencuri-curi pandang, dilihatnya pria didepannya itu. Pria yang mampu membuatnya tentram walau dia berhadapan dengan maut sekalipun.

“Sejak kapan kamu punya anting?” Tanya Selena melihat sebuah anting menghiasi telinga Matthew.

Matthew melirik Selena, lukanya telah ia tutup dengan perban baru sekarang. “Sejak tadi aku rasa,” cengirnya.

Mengetahui Matthew telah selesai, Selena menyentuh anting baru itu. “Apa aku terlihat tampan sekarang?” goda Matthew.

Selena yang mendengarnya merengut karena digoda dengan kasar ia menarik tangannya dan tanpa sengaja menyentuh luka bekas gigitannya yang masih memerah di leher Matthew. Meski telah tertutup kerah baju, Matthew terjengit ketika lukanya tersentuh. Selena terkejut mendengar erangan pelan Matthew.

“Ada apa, Matt?” tanyanya gusar.

Matthew menggeleng pelan, “tidak apa-apa” bohongnya.

Dia berusaha beranjak, tapi Selena berhasil menahannya karena gadis itu telah menangkap basah lukanya yang berusaha dia sembunyikan. Pelan-pelan tangan Selena meraih zipper switer Matthew yang tidak tertutup sempurna, dia melihat luka dibagian leher yang tertutupi.

“Selena,” erangnya putus asa mencoba menghentikan tangan Selena.

Selena tak menggubris larangan Matthew, ia membukanya hingga luka di leher itu terlihat jelas. Samar-samar dia mengingat bayangannya sedang menggigit seseorang. Awalnya ia menganggap hanya salah satu mimpi buruknya, namun luka Matthew adalah nyata.

“Aku kan yang melakukannya?” Tanya Selena parau, air matanya mulai menggenang di pelupuk mata.

“Ini hanya luka kecil, Selena,” hibur Matthew, digenggamnya tangan Selena untuk memberi ketenangan.

“Kenapa kau tidak membunuhku, Matt?” ucap lirih  Selena.

Matthew membimbing Selena dalam pelukannya, “aku tidak akan melakukannya.”

“Tidak Matt, berjanjilah kau akan membunuhku jika aku menjadi salah satu Ragen itu,” pinta Selena terisak. “Aku tidak akan pernah melakukannya. Aku tidak akan membunuhmu atau meninggalkanmu sendiri,” tolak Matthew mendekap erat Selena dalam pelukannya. “Aku akan menyembuhkanmu Selena, bagaimanapun caranya aku akan melakukannya. Hanya itu janjiku padamu.”

Perasaan Selena terasa terombang-ambing, dia merasa bersalah telah melukai Matthew yang telah menolongnya hingga seperti sekarang ini. Air mata Selena yang berjatuhan di dada telanjang Matthew dapat dirasakan Pria itu. Dadanya terasa sesak mendengar ucapan Selena, ia berusaha untuk tidak menangis agar Selena tidak semakin bersalah padanya. Matthew memeluk Selena hingga ia merasa tenang, dibelainya rambut Selena yang terurai. Setelah Selena mendapatkan ketenangannya  ia mengendurkan pelukan Matthew, wajahnya masih menunduk sedih.

“Berjanjilah untuk berhenti membahayakan dirimu,” pinta Matthew, dilekatkannya kepalanya hingga menyentuh kening Selena. Jarak mereka sekarang sangat dekat dan Matthew berusaha keras untuk menahan diri untuk tidak mencium bibir Selena. Dikecupnya kening Selena setelah merasakan Selena mengangguk menyetujui permintaannya.

Leo baru akan memasuki kamar Selena saat dia melihat Matthew memeluk Selena dari celah pintu yang terbuka. Diurungkan niatnya untuk bertemu dengan Selena. Hatinya terasa perih melihat Matthew begitu sangat dekat bahkan setelah beberapa saat memeluk Selena, ia juga mencium kening gadis itu. Perlahan Leo berjalan mundur menjauhi kamar dan berbalik ke lantai bawah. Sedikit gontai Leo menghampiri teman-temannya yang bersiap makan malam. Leo duduk dengan wajah murung membuat dahi Ignis yang sedang menghidangkan makan malam berkerut melihatnya.

***

Malam harinya Matthew masih tidur dengan Selena, ia beralasan masih harus memantau kesehatan gadisnya itu.

“Boleh aku tidur di sampingmu?” Tanya Matthew basa basi, Selena mengangguk membiarkan Matthew terbaring di sampingnya.

“Matt bolehkah aku bertanya Sesuatu?” kata Selena.

“He..em.”

“Kenapa kamu berbohong kepada yang lain tentang lukaku ini?”

Matthew berbalik ditatapnya Selena, “karena aku tak ingin mereka menyakitimu atau membunuhmu,” jawabnya.

“Tapi bukankah kau berhasil menyembuhkanku, itu berita baguskan. Kau bisa membantu membuat obat untuk orang-orang di luar sana?”

“Virus yang terbawa di lukamu tidak banyak Selena, karena itulah aku bisa mengobatimu,” bohong Matthew.

“Tapi Matt…”

“Tidurlah Selena, kau masih butuh banyak istirahat,” sergah Matthew, digenggamnya tangan Selena agar dia segera tidur.

Malam beranjak kian larut, Matthew memejamkan matanya untuk mencegah Selena bertanya lebih banyak lagi. Dia takut keberadaan serum ciptaannya akan diketahui banyak orang dan akan berakibat fatal terutama untuk Selena. Dia tak ingin terjadi sesuatu yang menimpa gadis tercintanya itu. Entah berapa lama ia memejamkan mata pada akhirnya ia tertidur dan membiarkan tangannya tetap menggenggam tangan Selena.

Selena yang merasakan Matthew telah tidur mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih banyak lagi. Dilihatnya Matthew yang tertidur pulas. Cahaya remang dari bulan yang bersinar membantu Selena menikmati pesona pria di sampingnya. Pikirannya masih mengembara ke segala arah. Setelah bertahun-tahun ia berjuang sendirian sekarang ia berdampingan dengan seseorang yang telah banyak berkorban untuknya. Selena memejamkan matanya yang kian berat. Dalam doanya ia berharap bisa tidur nyenyak malam ini.

Waktu masih jauh dari subuh, seperti biasa Selena terbangun dengan napas memburu. Meski tidak bisa bergerak dengan leluasa ia berusaha untuk bangun. Keresahannya bisa dirasakan Matthew yang tidur di sampingnya. Tanpa membuka mata, Matthew melingkarkan tangannya di perut Selena mencegahnya untuk bangun.

“Tidurlah lagi, kau sedang bebas tugas saat ini,” kata Matthew membuat Selena mengurungkan niatnya untuk bangun.

Merasakan tangan Matthew yang melingkari perutnya membuat degup jantungnya berirama cepat. Terasa beribu kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya, keresahan yang ia rasakan akibat mimpi buruknya berganti dengan keresahan yang tak sanggup ia artikan. Matthew benar-benar tak menghiraukan Selena yang tengah kalang kabut menata gejolak dalam hatinya karena sikapnya itu, ia kembali terlelap dalam mimpi.

Terpopuler

Comments

Ninin

Ninin

Lanjut Thor 😀

2021-07-28

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1. Chaos
2 Episode 2. New Friend
3 Episode 3. Another Time Another Place
4 Episode 4. When they meet
5 Episode 5. Gedung Solbeck
6 Episode 6. WHEN THE JOURNEY BEGIN
7 Episode 7. STUCK WITH YOU
8 Episode 8. Time To Go
9 Episode 9. Tragedy
10 Episode 10. SOUND OF DEAD
11 Episode 11. CRISIS CORE
12 Episode 12. WELCOME BACK
13 Episode 13. We Start the Journey Again
14 Episode 14. Lost
15 Episode 15. Coastal
16 Episode 16. COME BACK HOME
17 Episode 17. Soul Like Me
18 Episode 18. The Deal
19 Episode 19. The Truth
20 Episode 20. Jealous
21 Episode 21. I'm Sorry
22 Episode 22. You and I
23 Episode 23. Solar City
24 Episode 24. Is Not Good Bye
25 Episode 25. Fight
26 Episode 26. Assassins 1st Class
27 Episode 27. A STORY
28 Episode 28. I HATE SHRIMP
29 Episode 29. Night Club
30 Episode 30. Done All Wrong
31 Episode 31. The Reason
32 Episode 32. Golden Card
33 Episode 33. Spy Time
34 Episode 34. Vision
35 Episode 35. Evacuation
36 Episode 36. Escape
37 Episode 37. Monster Attack
38 Episode 38. The Darknest Side of Me
39 Episode 39. The Truth Beneath The Rose
40 Episode 40. Terrible trip
41 Episode 41. Welcome To Moonlight
42 Episode 42. Pray
43 Episode 43. Why are They Here?
44 Episode 44. Impendence
45 Episode 45. Decision
46 Episode 46. JUNGLE
47 Episode 47. FORTRESS
48 Episode 48. DREAM
49 Episode 49. CRUSH
50 Episode 50. PEOPLE FROM OUT SIDE
51 Episode 51. DEAD CITY
52 Episode 52. MEMORIES
53 Episode 53. I Hate You
54 Episode 54. Impatient Groom
55 Episode 55.Master Control Station (MCS)
56 Episode 56. Mask Man
57 Episode 57. Be A Guardian
58 Episode 58. Cloud
59 Episode 59. Leo’s Anger
60 Episode 60. Forgotten City
61 Episode 61. Friend?
62 Episode 62. Solar City Memories
63 Episode 63. Behind The Mask
64 Episode 64. Betrayer
65 Episode 65. The Stranger
66 Episode 66. Disappear
67 Episode 67. There’s No Cure
68 Episode 68. I’ll be fine
69 Episode 69. Find Hope
70 Episode 70. Make a Deal
71 Episode 71. The War Begins
72 Episode 72. This is the end
73 Episode 73. Good bye
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Episode 1. Chaos
2
Episode 2. New Friend
3
Episode 3. Another Time Another Place
4
Episode 4. When they meet
5
Episode 5. Gedung Solbeck
6
Episode 6. WHEN THE JOURNEY BEGIN
7
Episode 7. STUCK WITH YOU
8
Episode 8. Time To Go
9
Episode 9. Tragedy
10
Episode 10. SOUND OF DEAD
11
Episode 11. CRISIS CORE
12
Episode 12. WELCOME BACK
13
Episode 13. We Start the Journey Again
14
Episode 14. Lost
15
Episode 15. Coastal
16
Episode 16. COME BACK HOME
17
Episode 17. Soul Like Me
18
Episode 18. The Deal
19
Episode 19. The Truth
20
Episode 20. Jealous
21
Episode 21. I'm Sorry
22
Episode 22. You and I
23
Episode 23. Solar City
24
Episode 24. Is Not Good Bye
25
Episode 25. Fight
26
Episode 26. Assassins 1st Class
27
Episode 27. A STORY
28
Episode 28. I HATE SHRIMP
29
Episode 29. Night Club
30
Episode 30. Done All Wrong
31
Episode 31. The Reason
32
Episode 32. Golden Card
33
Episode 33. Spy Time
34
Episode 34. Vision
35
Episode 35. Evacuation
36
Episode 36. Escape
37
Episode 37. Monster Attack
38
Episode 38. The Darknest Side of Me
39
Episode 39. The Truth Beneath The Rose
40
Episode 40. Terrible trip
41
Episode 41. Welcome To Moonlight
42
Episode 42. Pray
43
Episode 43. Why are They Here?
44
Episode 44. Impendence
45
Episode 45. Decision
46
Episode 46. JUNGLE
47
Episode 47. FORTRESS
48
Episode 48. DREAM
49
Episode 49. CRUSH
50
Episode 50. PEOPLE FROM OUT SIDE
51
Episode 51. DEAD CITY
52
Episode 52. MEMORIES
53
Episode 53. I Hate You
54
Episode 54. Impatient Groom
55
Episode 55.Master Control Station (MCS)
56
Episode 56. Mask Man
57
Episode 57. Be A Guardian
58
Episode 58. Cloud
59
Episode 59. Leo’s Anger
60
Episode 60. Forgotten City
61
Episode 61. Friend?
62
Episode 62. Solar City Memories
63
Episode 63. Behind The Mask
64
Episode 64. Betrayer
65
Episode 65. The Stranger
66
Episode 66. Disappear
67
Episode 67. There’s No Cure
68
Episode 68. I’ll be fine
69
Episode 69. Find Hope
70
Episode 70. Make a Deal
71
Episode 71. The War Begins
72
Episode 72. This is the end
73
Episode 73. Good bye

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!