Handphone Sandra berdering, membuatnya mau tak mau bangun, dia melihat ke arah handphonenya yang tepat ada di samping kepalanya, itu memang sudah jadi kebiasaannya, walaupun sebenarnya hal itu sangat tidak baik, dia tahu, tapi tetap saja di lakukannya, alasan untuk berdamai dengan itu adalah, dia tidak ingin repot mencari handphonenya jika ada panggilan darurat. Nama Joshua terpampang di sana, Sandra tidak ingin mengangkat handphonenya buru-buru, dia duduk dulu baru mengangkatnya.
"Halo? "kata Sandra dengan suara yang masih baru bangun tidur, terdengar jelas bagi Joshua yang ada di sebrang sana.
"Baru bangun tidur lu? "kata Joshua geleng-geleng kepala.
"Ya, gua ngantuk banget, tadi pagi ada pasien exit, jadinya badan gua pegel semua,"kata Sandra mencari alasan, kembali merebahkan badannya karena memang dia masih mengantuk dan badannya memang tidak enak, memang benar, mau tidur sebanyak apapun siang hari, tidak akan bisa mengantikan tidur malam hari, yang ada badannya makin lemas dan tidak enak, untungnya hari ini dia bebas tugas.
"Ya ampun Sandra, pantes lah, umur lu aja yang tua, gimana lu mau nikah, kalau masih tidur kayak kebo gitu,"kata Joshua.
"Apaan sih lu, ganggu orang tidur, malah ceramahin orang, emang lu mau rubah haluan jadi penceramah,"kata Sandra menggerutu, sambil menutup matanya yang silau karena jendelanya dia buka sedikit.
"San, dokter Anton meninggal,"kata Joshua tiba-tiba serius
"Ha? Yang bener lu, jangan ngaco lu, kemarin gua baru ketemu dia pas gua pulang,"kata Sandra kaget, saking kagetnya dia, dia sampai terduduk, sekarang ngantuknya hilang, menguap entah kemana.
"Beneran, ini siang gua jemput lu yah, kita ngelayat ke rumahnya, lu kosong kan? "kata Joshua dengan nada sedih.
"Iya, ini gua siap-siap, lu cepatan kemari ya," kata Sandra segera turun dari ranjang kamarnya, mengambil handuknya, langsung masuk ke dalam kamar mandi dan segera membersihkan dirinya. Setelah keluar dari kamar mandi, dia berdiri di depan lemarinya, bajunya tak banyak, dia sudah lupa kapan terakhir kali dia membeli baju, bukan karena tidak suka belanja, dia hanya sudah lama tidak memikirkan dirinya sendiri, tidak memikirkan bagaimana penampilannya, bahkan banyak hal yang dia suka dulu, tidak lagi di kerjakannya, benar-benar penyakit patah hati itu bisa begitu parah hingga membuat orang lupa segalanya.
Dia lalu mengambil kemeja hitamnya dan memakai celana jeans hitam satu-satunya, tak lama setelah itu suara mobil Joshua memasuki perkarangan rumahnya, dengan cepat dia menyambar tasnya yang cukup besar itu, lalu bergegas keluar, tidak ingin membuang waktu, mungkin memang sudah menjadi mindsetnya, segalanya harus secepatnya.
Dia lalu segera masuk ke dalam mobil, melihat Joshua yang masih terlihat segar, pria ini sebanarnya cukup lumayan, bukan cukup, dia termasuk tampan, wajahnya manis dengan kulit tidak terlalu putih, namun bersih, bergaya selalu rapi dengan kemeja dan celana cappernya.
"Ayo, cepeten,"kata Sandra yang melihat Joshua hanya memperhatikannya.
" Keluarin dulu tuh barang-barang dari tas doraemon lu,"kata Joshua sewot, melihat temannya yang tidak berubah sama sekali,
"Hehe, lu ngerti gua banget, bener deh kalau gua ntar dipaksa nikah, gua ngelamar lu aja ya, lu kan udah tau gua luar dalam,"kata Sandra dengan senyum ‘cengengesannya’.
"Ogah gua, gini-gini gua masih milih-milih cewek juga, lagian gua agak curiga sebenrnya lu tuh bukan cewek deh,"kata Joshua mulai menjalankan mobilnya, namun tetap menggerutu
"Enak aja lu, gua cewek tulen tau,"kata Sandra sambil mengeluarkan barang-barangnya, ada stetoskop, beberapa buku saku dan beberapa hal yang bahkan dia lupa ada di dalam tasnya, setelah barang itu semua keluar, dia meletakkanya di tempat duduk belakang mobil Joshua.
"Mana ada cewek tulen yang kayak lu,"kata Joshua lagi.
Sandra tidak membalas Joshua, dia hanya melirik sahabatnya dengan sinis, Joshua melihat itu sudah biasa, dia hanya tersenyum manis. Sandra menghidupkan radio di mobil Joshua, lalu menyetel tempat duduknya agar sedikit berbaring, bagaimana pun dia masih sangat lelah karena semalam, dulu kata bibinya, badan kita jika dekat dengan orang yang sudah meninggal akan terasa lebih kehabisan tenaga, walaupun tidak melakukan apapun, dulu Sandra merasa bibinya yang tidak terlalu punya pendidikan tinggi itu hanya mengada-ada, namun sekarang Sandra rasa hal itu memang benar, dia bisa merasakan perbedaannya, jika saat dia jaga dan ada pasiennya yang meninggal, saat dia pulang dia akan merasa lelah yang amat sangat namun jika tidak, lelahnya itu tidak separah itu.
"Yah, si Tuan Putri, jangan tidur lu, emang gua supir? "kata Joshua melemparkan kotak tisu pada Sandra.
"Gua Cuma rebahan, bukan tidur,gua temenin lu dah sepanjang jalan, gua nyanyi yah,"kata Sandra
"Ok, lu tidur aja kalau gitu, dari pada telinga gua langsung OMSK (Otitis media supuratif kronis, salah satu infeksi telinga) lu buat," kata Joshua lagi
"Haha, secempreng itu yah suara gua,"kata Sandra tertawa.
"Iya, cempreng banget,"kata Joshua.
Namun bagaimana pun, Sandra tetap bernyanyi mengikuti lagu yang sedang di putar di radio mobil Joshua, Joshua sesekali bertingkah menutup atau menggaruk telinganya, tapi Sandra tak peduli, suaranya malah makin keras, perjalanan untuk ke rumah duka cukup lama, 1,5 jam kemudian mereka baru sampai, Joshua langsung memarkirkan mobilnya, di rumah duka itu sudah penuh dengan para pelayat, beberapa dari orang-orang itu Sandra dan Joshua kenal, ada senior ada pula junior.
Sandra keluar, wajahnya tampak langsung sedih melihat foto dokter Anton yang tersenyum, dokter Anton adalah salah satu teman sejawatnya, seorang guru, dan juga seorang abang untuknya, dari dokter Anton dia banyak belajar kehidupan, bukan hanya kehidupan sebagai dokter, namun kehidupan sebagai manusia. Dokter Anton sangat ramah, sangat baik dan seorang yang begitu dermawan, jika ada penghargaan dokter teladan, maka Sandra yakin dokter Anton adalah salah satu yang akan mendapatkan penghargaan itu.
Dia benar-benar mencintai pekerjaanya, menganggap pekerjaannya adalah pekerjaan yang mulia, bekerja keras hanya untuk kesembuhan pasiennya, sejak muda dia meletakkan kepentingan pasien di atas segalanya, dia selalu mengatakan sekali kita memilih menjadi seorang dokter, artinya adalah mengabdikan seluruhnya, melayani dengan hati, tanpa mengeluh sedikitpun, dan dokter Anton memang melakukannya.
Dia bahkan membuka praktek untuk para kaum tak mampu, tanpa canggung masuk ke pemukiman yang kumuh hanya untuk mengobati 'Langganan'nya, begitu dokter Anton menyebut mereka, kebanyakan dia hanya di bayar dengan pisang atau singkong dan dia selalu bangga memamerkan hasil pendapatannya, akan terasa sangat manis jika hasil kerjanya dengan ikhlas, katanya, namun kebanyakan dia hanya dibayar dengan kata terima kasih dan doa.
Beberapa tahun yang lalu, Dokter Anton tersungkur jatuh saat dia sedang bertugas, semua orang kaget, semua orang mengira dia kelelahan karena memang hari itu dia melayani pasien secara long shift, saat di periksa, dia terdiagnosa terkena Hepatitis B, salah satu penyakit yang di tularkan oleh darah ataupun hubungan seksual, semua orang yang mengetahui kaget, namun Dokter Anton hanya tersenyum, para teman sejawatnya bertanya dari mana dia mendapatkan penyakit itu, Dokter Anton hanya mengatakan mungkin penyakit ini di dapatkannya saat menolong persalinan saat dulu dia bertugas di puskesmas pedalaman yang tidak mempunyai akses keselamatan yang baik. Semua orang simpati, namun dokter Anton menganggap itu adalah resikonya sebagai dokter, satu-satunya yang membuatnya sedih dan cemas adalah besar kemungkinan dia menyebarkan penyakit itu pada istri dan anaknya, sejak saat itu istri dan anaknya mendapatkan perawatan untuk terus di pantau penyakitnya, sayangnya penyakit itu pula yang merenggut nyawannya sekarang.
Dia cukup telat menikah, bahkan di usianya yang 58 tahun, anaknya tunggalnya baru saja masuk ke falkutas kedokteran semester 1, itu pun sempat terdengar kabar bahwa Laras, anaknya itu bukan lah anak kandungnya.
Sandra berjalan ke dalam rumah duka, Laras berhambur begitu melihat dirinya, Laras dan dirinya memang cukup dekat.
"Kak, ayah sudah enggak ada,"kata Laras dengan tangis tersedu, matanya bengkak, memeluk Sandra dengan isak tangisnya, membuat air mata sandra langsung turun tanpa bisa di tahannya, Sandra memeluk kembali tubuh mungil Laras.
"Yang tabah ya dik,"kata Sandra berbisik, namun Laras seolah tidak mendengarnya, terus saja menangis meraung, menumpahkan kesedihannya, Laras memang sangat dekat dengan ayahnya. Sandra ingat saat terakhir kali mereka bertemu, Dokter Anton mengatakan.
"San, Jika abangmu ini sudah tidak ada, tolong kasih tau adikmu ini, ajarkan sama dia, gimana ayahnya dulu bekerja, bagaimana ayahnya dulu terus berjuang untuk bisa jadi dokter, bukan sepertinya yang ujian aja langsung masuk, ajarkan dia jadi manusia, jangan mengikuti zaman, dokter itu hidupnya harus susah, bukan nyari uang,"
Air mata Sandra tak terbendung mengingat itu, tak di sangka, kata-kata yang di anggapnya hanya angin lalu itu merupakan pesan terakhirnya.
Hujan deras menghantarkan jenazah dokter Anton ke peristirahatannya terakhir, bahkan lebatnya hujan tak mengurangi niat para pelayat untuk mengantarkan jenazahnya, dari orang-orang berkemeja formal, hingga orang-orang tua yang dengan rela berdiri di guyur hujan.
Dari dokter senior dengan jajaran gelar di belakang namanya, hingga anak-anak koas yang menangis tersedu, salah satu guru terbaik mereka telah tiada.
Memang, kita sebagai manusia sangat rapuh, Sandra teringat lagi kata-kata dokter Anton.
"Apa lah yang di banggakan? gelar? harta? kekayaan?, kita hanya seonggok daging, di topang tulang, yang bertahan dengan oksigen dan denyutan jantung, tanpa itu, kita bukan apa-apa"
Sandra menatap kembali kerumunan pelayat yang berjejal, ingin memberikan penghormatan terakhirnya, banyak yang menangis bagaikan yang meninggal ini adalah kerabat mereka sendiri, tersedu-sedu.
Di sini lah terlihat, sebaik apa kualitas kita sebagai manusia, di saat ini lah sebenarnya pencapaian terbesarmu sebagai manusia dapat terlihat, bukan tepuk tangan riuh saat kau mendapatkan gelar atau pun penghargaan, tapi seberapa banyak orang yang kehilanganmu pada saat terakhirmu.
Selamat tinggal dokter yang penuh dengan kerendahan hati, surga menyambutmu dengan senyuman, dan bumi menangis kehilangan salah satu malaikat terbaiknya.
Terima kasih atas pelajarannya, kami akan lanjutkan perjuanganmu di sini, tegurlah kami jika kami lupa akan sumpah kami... Sekali lagi, Selamat tinggal guru...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Mimilngemil
😂😂😂😅
2024-01-24
0
Agnes Orindo
keren kK
2023-06-09
0
Kristina Situmeang
nyesek. aku nangis bacanya. keren bgt thor
2022-01-22
0