Sandra baru datang pagi itu, matanya tampak lelah, sepertinya insomnia yang dia derita kemarin kambuh lagi, jika begitu dia pasti tak bisa tidur hingga fajar menyingsing, suatu efek samping yang di deritanya karena dulu dia sering bergadang saat dia kuliah dulu, penyakitnya itu tak pandang bulu, tak peduli dia harus berjaga esok pagi.
"Selamat pagi kak," kata Larra menyambut Sandra yang berwajah kucel, jauh lebih kucel dari pada biasanya, dia bahkan tak punya minat hanya untuk menata rambutnya itu, "pagi-pagi udah lemes bener, Kak?" tanya Laras menegur Sandra yang langsung pergi saja ke arah ranjangnya.
"Insomnia dek, Mau mati aku kalau gini," kata Sandra memukul dahinya, kepalanya sakit sekarang, efek tidur hanya 2 jam.
"Wah, mau Asam Mefenamat gak kak?" tanya Larra sedikit memasang wajah khawatir, dia belum bisa pulang, dia harus ikut apel pagi ini.
"Entar deh dek, aku belum makan, eh, pesenin Mie dong, mie rebus ibu kantin," kata Sandra menaikkan setengah badannya yang sudah berbaring itu, melirik semangat pada Laras.
"Ga makin sakit kepala Kak, pagi-pagi udah makan. MSG," kata Larra lagi, namun walau begitu dia tetap mengambil ponselnya, menelepon ibu kantin, "Bu, persen mie kuah dua ya, bawanya abis apel aja ya Bu."
Sandra melirik Larra, dia kira Larra orang yang healthy-freak, tahunya sama saja dengannya, siapa yang tak akan tergoda dengan godaan mie kuah dengan telur dan cabe rawitnya, membayangkannya saja sudah sangat menyelerakan.
"Eh kak, kemarin ada kejadian heboh loh," kata Laras membuka pembicaraan, Masih ada waktu 15 menit untuk berbincang sebelum apel di mulai.
"Ha? apalagi gosipnya? apa ada yang melihat Mbak Kunti lagi di lantai dua?" ujar Sandra sembarangan.
"Ha? beneran di lantai dua ada begituan kak? kakak pernah liat?" tanya Larra yang malah jadi penasaran, dia anak baru di sini, dan jujur saja dia paling takut soal beginian.
"Lah, gak ah, aku cuma ngelantur, gosip apa?" kata Sandra yang lupa Larra anak baru di sini, dia tak mau kalau nantinya dia yang menjadi penebar gosip itu, walaupun sebenarnya Mbak Kunti itu memang ada dan sering menganggu orang-orang yang menginap di lantai 2.
"Oh, iya Kak, kemarin itu ada pasien di VK (Verlos Kameer, ruang persalinan) pada heboh karena ibu yang mau melahirkan, dia dibawa itu suaminya, dan kakak tahu, suaminya itu pergi gitu aja, dan semua kebingungan, untung ada tetangganya yang juga lagi nungguin keluarganya di sini, aku belum jelas juga kenapa, tapi sayangnya ibunya ga bisa diselamatkan dan bayinya sekarang ada di ruang bayi jadi dia melahirkan sendiri dan sampai sekarang suaminya atau keluarganya ga ada yang datang kak, kasihan gak sih?" kata Larra menatap Sandra yang hanya diam, berbaring menatap langit-langit, dia sedikit muak mendengarkan kisah-kisah pria tak bertanggung jawab.
"Ya, semua orang punya kisahnya masing-masing, ehm, ayolah kita apel dulu," kata Sandra, malas memikirkan hal itu.
"Oh, iya, yuk, ntar gara-gara ini gajiku yang tak seberapa itu akan dipotong," kata Larra malas mengangkat bokongnya yang lumayan besar itu.
Sandra membuka pintu ruang jaganya itu, Laras mengikutinya dari belakang, tampak banyak pegawai yang juga siap-siap mengikuti apel pagi itu, beberapa menyapanya.
"Eh, kak, kakak udah ketemu belum sama cowok yang kakak selamatkan waktu itu?" tanya Larra matanya bergulir menangkap satu sosok yang setiap pagi sekarang ada di sana.
"Oh, belum, aku belum ada waktu," kata Sandra yang selalu saja matanya lurus, tak pernah memperhatikan sekitarnya.
"Harusnya kakak ketemuin dia, dia selalu nunggu loh kak, dia selalu datang ...." kata Larra semangat, pagi-pagi pemandangannya segar melihat sosok yang rupawan itu sekarang mendekati mereka dari arah belakang.
"Ah, ga penting ketemu cowok kayak gitu, dia cuma mau bilang terima kasih kan? ya udah, kalau ketemu lagi bilang aja aku udah menerima terima kasihnya," kata Sandra malas, untuk apa pria itu ingin menemuinya, kalau mau terima kasih ya sudah, dia sudah menerimanya.
"Tapi ...." kata Larra terkesima sosok tinggi itu berdiri di belakangnya.
"Kenapa pake tapi? lagian aku curiga sebenarnya dia bukan mau berterima kasih padaku, jangan-jangan dia ingin membunuhku karena aku sudah menggagalkan aksi bunuh dirinya, kau tahu kan kalau dia itu mengunci dirinya sendiri di dalam mobil? jadi kalau dia datang, bilang saja aku tidak bisa ditemui, kau mengerti," kata Sandra menggebu-gebu dengan gayanya dan lagi-lagi asal bicara, dia ingat kata-kata Joshua kalau ada indikasi pasiennya itu ingin bunuh diri, dan benarkan? bisa saja dia hanya berkedok ingin berterima kasih, padahal sebenarnya dia ingin mencelakakan Sandra karena menggagalkan niatnya, siapa yang tahu?
Mata Laras membesar mendengar kata-kata Sandra, dia menarik napasnya panjang dan menahannya, melirik ke arah Devan yang mengerutkan dahinya, mendengar pendapat Sandra tentang dirinya, Anehnya dia tak marah, hanya merasa apa yang dikatakan oleh Sandra terasa lucu, apalagi caranya berbicara, sangat antusias.
"Kenapa Dek? Apnue (henti napas)?" tanya Sandra melihat wajah Larra yang tampak tegang.
"Kakak bilang aja sendiri kakak ga mau ketemu dia," ujar Larra melirik Devan lagi, Sandra mengikuti pandangan mata Larra, hampir mati terkejut tiba-tiba ada sosok pria di belakangnya.
"Selamat pagi," Devan mengulas senyum, suara beratnya melelehkan hati Larra seketika, ah, kenapa bukan dia yang disapa oleh Devan.
"Oh, selamat pagi," kata Sandra menggaruk dahinya, apa kata-katanya tadi di dengar orang ini? aduh, itu kan sama saja dia menjelek-jelekkan dirinya. Devan menatap Sandra, tak ada yang menarik, gadis itu terlihat berantakan, sangat beratakan, rambutnya hanya diikatnya, bahkan tak begitu rapi, wajahnya polos tanpa ada bedak sedikit pun, bahkan bekas jerawat dan juga pori-porinya yang besar terlihat jelas, kusam, apalagi lingkar matanya yang berlipat, menghitam.
Sangat berbeda dengan Dokter-dokter lain yang ada di sini, semuanya tampak begitu menjaga wibawanya, namun setelah beberapa hari memperhatikan wanita ini, Devan menemukan bahwa wanita ini membuatnya terkagum, bukan, bukan karena penampilannya, namun karena tingkah lakunya dan juga kinerjanya.
"Dokter Sandra bukan? kita sudah bertemu beberapa kali, dan maaf, saya benar-benar ingin berterima kasih, saya tidak ingin membunuh Anda kok, maaf saya tak tahu Anda begitu sibuk, maafkan saya," kata Devan, pria itu terlihat ramah dan tulus mengatakannya.
Sandra mengerutkan dahi, bukannya yang harusnya mengatakan maaf itu dia? kenapa malah pria ini yang meminta maaf.
"Oh, Ya, maaf tadi aku mengatakan hal yang tidak - tidak, baiklah, sehat selalu ya Devan, saya apel dulu," kata Sandra seadanya, bersikap profesional, lagi pula pria ini bahkan mungkin lebih kecil dari adiknya, Sandra langsung membalikkan tubuhnya, tak punya minat melanjutkan, Larra saja masih terpaku melihat pria ini, di kota kecil seperti ini kenapa malah ada pria tampan ya? pikir Larra.
"Dokter Sandra," tegur Devan lagi, suara berat itu menggetarkan siapa pun yang mendengarnya.
Sandra memasang wajah malasnya, mau apalagi? tapi dia tak mungkin berwajah seperti itu pada pasien, dia melirik selogan rumah sakit dan melihat kata Ramah dan Senyuman di sana, dia menarik napas dan memalingkan wajahnya ke arah Devan kembali.
"Ya, ada apa Tuan Devan?" kata Sandra sedikit memberikan senyum, gilanya, senyuman sedikit itu terlihat begitu manis.
"Bisakah aku meneraktirmu malam ini? aku juga sudah mengundang dokter Joshua untuk sama-sama pergi nanti malam," kata Devan berharap.
Sandra mengerutkan dahi, untuk apa? belum pernah dia dapat pasien seperti ini.
"Devan, aku boleh ikut juga?" Larra menelan malunya untuk mengajukan dirinya, berusaha, mana tahu boleh.
"Tentu," kata Devan melirik Larra, namun pandangannya kembali ke Sandra. Larra langsung sumringah.
"Maaf aku tidak bisa," kata Sandra selalu saja menolak, baginya kasur adalah tempat ternyaman sedunia, dan dia tak sabar kembali dalam pelukannya.
"Ini makan malam khusus untuk anda, jika anda tak ada, mungkin ...." kata Devan sedikit memaksa.
"Dia bisa, tenang aja," kata Joshua tiba-tiba datang, merangkul leher Sandra yang langsung membuat Sandra memasang wajah kesalnya, kenapa tiba-tiba Joshua mengatakan iya.
"Baiklah, sampai jumpa nanti malam," kata Devan tampak begitu senang, Joshua hanya memberikan tangannya menunjukkan gestur selamat tinggal, Sandra yang ada dalam rangkulan Joshua hanya melirik tajam pada sahabatnya itu, wajahnya begitu kesal, Joshua tak melihatnya hingga Devan hilang dari pandangannya, saat itulah dia baru menatap Sandra.
"Eh, ntar mata lu jereng liatin gue gitu, Napa? gua ganteng ya?" tanya Joshua dengan sangat percaya diri.
"Dasar, apa-apaan sih lu ini? gua ga mau pergi, lu aja Sono," Kata Sandra menghempaskan tangan Joshua keras, dia pergi begitu saja, Joshua mengikutinya, kembali ingin merangkul tubuh Sandra, Sandra berontak dan akhirnya menyerah karena Joshua tetap saja memaksa.
Joshua mengandeng Sandra menyusuri lorong rumah sakit itu, jika ada orang yang tak mengenal mereka, pasti mereka berpikir Joshua dan Sandra adalah sepasang kekasih.
"San, lu tau gak dia ngajak makan malam dimana?" tanya Joshua yang semangat.
"Ga tau dan ga mau tau," kata Sandra ngambek.
"The Orlando, lu tau tempat itu apa kan? steaknya enak banget San, bukannya lu mau makan di sana tapi selalu takut uang lu ga cukup," kata Joshua melirik sahabatnya ini, sengaja memang memberitahukan Devan tempat yang paling diinginkan oleh Sandra dan Joshua tahu, Sandra tak mungkin melewatkan kesempatan untuk makan di sana.
"Serius? dia mau bayarin kita semua makan di Orlando?" kata Larra kaget, itu restauran cukup eksklusif di daerah mereka..
"Serius, lu ga tau aja tuh anak tajir melintir," kata Joshua.
"Tajir juga ga ada urusannya sama gua," kata Sandra masih kesal, namun dalam hati dia cukup kaget mendengarnya, Orlando, dia dengar steaknya paling direkomendasikan.
"Oh, bener nih ga mau? oke deh, gua cancel yah, hah ... hilang sudah kesempatan makan steak yang juicy, ehm, serloin, tenderloin, pake saus barbeque, enak kan Larra?" goda Joshua lagi.
Sandra langsung membayangkannya, dia menelan ludahnya yang langsung mengumpul mendengarkan deskripsi dari Joshua.
"Iya kak, pasti enak banget, sayang ya, kak Sandra ga suka," lirik Larra berkomplot dengan Joshua.
"Ya, udah kalau kalian maksa," ujar Sandra, akhirnya pertahannya jebol juga, Joshua tertawa mengejek, selalu saja, seorang Sandra tak akan pernah tahan dengan godaan makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Kristina Situmeang
geram gua. klw urusannya sama barang mati boleh kerja sambil tutup mata,atau ngantuk dikit. kalau salah paling juga ku yg celaka. ini kerja sama nyawa knapa bisa teledor gitu sih
2022-01-22
0
Dfe
apa lg ini😭
ibu meninggal karena lahirin anak kembarnya😭
trus suami ibu mudanya ngilang ntah kemana abis dpt yg ena2..??
oeee siapapun kamu bapak dr si kembar,
sini lu muncul w bawain pacul buat getok palalu!
kagak mikir amat jadi manusia😠
bner2 minus akhlak ish....
emosi egen dah😑
buSan weh ada yg ngefans tu..
semungut buat dinnernya y
dandan yg cantek biar Devan tersepona😳
2021-05-07
8
Diana madjid
salah satu novel yg berkwalitas...good job thor
2021-04-24
0