Belum lama dia menutup matanya, bahkan masih di awang-awang, pintu kamar itu di ketuk.
" Dok! "kata orang dari luar, tampak agak panik.
Sandra langsung terbangun dan duduk, dengan sangat cepat membuka pintunya, bahkan lupa memakai kaca matanya, matanya sedikit terasa perih dan sepet, mungkin karena baru saja ingin masuk ke tidur lelap, dia sudah dibangunkan. Setelah membuka pintu, dia lalu mengambil kaca matanya agar bisa melihat dengan jelas siapa yang datang, seorang perawat, tapi sepertinya perawat baru, Sandra tak mengenalnya.
" Ya, kenapa? " Kata Sandra.
"Dok, ada pasien di ruang anak dok, udah gawat," katanya tampak cemas. Sandra mengernyitkan dahinya, dia kan dokter IGD, sedangkan dokter ruangan beda lagi, mungkin memang perawat ini orang baru, jadi di tidak tahu harus bagaimana.
" Dokter ruangannya emangnya gimana? "kata Sandra.
" Ga tau dok, tadi ada pasien gawat yang lain dok, minta tolong, lihat dulu dok," kata Perawat itu.
" Iya udah deh,"kata Sandra tidak enak menolaknya.
Dengan cekatan dia mengambil alat perangnya, sebuah stetoskop yang sudah di belinya dari zaman koas, pulpen, itu saja, dia lalu ke IGD dulu, terlihat kak Fauzan dan Kak Risti di sana.
" Eh dok, kenapa? " kata kak Fauzan ramah.
" Aku ke ruang anak dulu ya, ada yang gawat,"kata Sandra.
"Lah nanti kalau ada di sini gimana? " kata Kak Fauzan dengan gayanya yang agak sedikit lucu.
"Panggil aja, di ruang anak,"kata Sandra
"Ok dah kalau begitu dok,"kata Kak Fauzan, kak Risti yang pendiam itu juga hanya tersenyum.
Sandra lalu berjalan, ruang anak dan IGD agak sedikit jauh, mereka harus melewati banyak ruang rawat yang lain baru menuju ke ruang rawat anak, Sandra berjalan dengan gaya jalannya yang selalu terburu-buru, bahkan perawat itu mengejarnya dengan berlari kecil.
" Kenapa? statusnya gimana? "kata Sandra menanyakan keadaannya.
" Bayi dok, umur 8 bulan, masuk dengan diare, di infus, tapi ini malah susah napas gitu dok, " kata perawat itu.
Sandra mengerutkan dahinya, bagaimana bisa begitu?, tapi dia tetap melangkah, berpikir sambil menuju ruangan itu, tanpa sadar karena terlalu berfokus memikirkan kemungkinanan yang terjadi, dia malah menabrak orang yang di depannya, bahu mereka saling bertabrakan.
" Maaf,"kata pria itu.
"Maaf,"kata Sandra juga.
" Eh, Sandra, mau kemana lu? "kata Joshua melihat Sandra.
"Ruangan!, maaf saya pergi dulu,"kata Sandra langsung berlalu.
Pria itu hanya melihat kepergian Sandra yang terlihat terburu-buru, dia mengerutkan dahinya.
Tak lama Sandra sampai ke ruang rawat anak, di dalam ruangan yang cukup luas itu ada 4 ranjang, namun yang terisi hanya 2, di dalam juga sudah ramai orang yang mengelilingi 1 ranjang, mungkin ada 6 orang dewasa yang Sandra tahu pasti keluarga anak ini. Seorang ibu tampak meratap seolah anaknya sudah meninggal, dia terus mengulus tubuh anak kecil berusia 8 bulan yang terlihat montok itu dengan selang oksigen sudah ada di hidungnya, kelihatan sangat susah bernafas, semua yang di sana tampak tegang. Sandra pun begitu.
" Permisi, keluar dulu buk, pak,"kata perawat yang lain, Sandra juga kurang mengenalnya, dia dokter IGD jarang ke ruangan, namun pernah melihat perawat ini beberapa kali. Keluarga itu langsung menyingkir, memberikan ruang untuk Sandra mulai melakukan aksinya.
Dia segera mencari nadi anak itu, sekaligus tangan yang lain mendengarkan suara paru-paru dan jantungnya, dia langsung kaget, matanya langsung terlihat terbelalak. Dia lalu melihat cairan infus yang masih menetes dengan deras, lalu menutup alirannya, setelah itu dia keluar langsung dari ruangan itu dan segera menuju ke tempat para suster bekerja.
" Telepon dokter anak yang menanggung jawabi pasien ini,"kata Sandra buru-buru.
"Dokter Rizky, dok," kata kak Melva yang baru datang.
"Telepon cepat kak, statusnya, "kata Sandra buru-buru duduk di sana, perawat yang tadi memanggil lalu menyerahkan statusnya.
Tidak ada yang aneh, datang dengan diare berat, dan harus di rawat, perintah pemberian cairannya juga sudah jelas, karna usianya masih di bawah 1 tahun maka pemberiannya adalah 30 cc/Kg selama 1 jam, dan dilanjutkan 70cc/kg selama 5 jam. Tidak ada yang mencurigakan untuk membuat gejalanya sampai seperti ini.
" Dok, ini dokter Rizky,"kata kak Melva memberikan teleponnya pada Sandra.
" Halo, dok, ini saya dokter Sandra yang berjaga di IGD siang ini,"kata Sandra mengingat sopan santun.
"Loh,kok kamu yang melapor, dokter jaganya mana?” kata dokter Rizky sedikit kaget.
"Sedang mengurus yang lain dok, ini ada pasien yang gawat di ruangan baby dok, atas nama Lisa, umur 8 bulan, dan datang dari poli dokter dengan dehidrasi berat tadi pagi dok, tadi saya cek, napasnya tidak teratur, nadi cepat, dan saat saya lakukan auskultasi terdengar rhonchi basah di seluruh lapangan paru, semua tertutup cairan, ” kata Sandra dengan nada dan kecepatan berbicara yang sangat cepat, seperti orang yang sedang membaca teks, bahkan perawat di sana kesusahan mendengarnya.
"Lah, kok bisa gitu? Cairan di paru-paru? " kata dokter Rizky kaget.
"Ya, dok, ini gawat keadaannya dok," kata Sandra lagi.
"Baiklah, berikan diuretik furosemide untuknya," kata dokter Rizky walaupun kaget suaranya tetap tenang.
" Iya, dok, nanti saya kabarin lagi,"kata Sandra menyerahkan teleponnya ntah pada siapapun yang mengambilnya.
Dia lalu segera ingin menghitung pemberian furosemide berdasarkan berat badan anak itu, namun baru saja dia mengeluarkan handphone untuk menghitung dosis…
" Dok, anak saya udah gak napas, Dok, tolong anak saya dok! "kata seorang bapak begitu panik, berdiri di depan pintu ruangan suster itu.
"Ha? "kata Sandra kaget, menyambar stetoskopnya dengan cepat, berlari sedikit, di ikuti 2 perawat. Setelah masuk dia segera mengecek keadaan si anak, tubuhnya masih hangat, namun mulutnya sudah membiru, matanya sudah tertutup, Sandra lalu mengecek nadinya… nihil tak ada apapun… dia lalu mendengarkan detak jantung dan mengamati pergerakan dadanya, nihil… dengan dua jari tangannya dia melalukan hentakan kecil di dadanya, semacam RJP untuk bayi, kalau orang dewasa di tekan dengan kekuatan suluruh tangan, tapi jika untuk bayi, hanya menggunakan dua jadi tangan saja menekan pada dadanya.
"Dek, ayo dek bertahan dek! "kata Sandra cemas sambil terus melakukan resusitasi. Mendengar itu ibu anak itu menangis histeris, suaminya memeluknya, keluarga yang lain pun mulai menangis. Dia kembali lagi mengamatinya, tidak ada perubahan, diulangi lagi, namun nihil, tubuhnya tetap saja terbujur kaku hingga Sandra akhirnya menyerah. Suara pilu di sana mengelegar, ibunya terus menangis…
" Kak, Pen light,"kata Sandra lemah, semangatnya hilang seketika. Perawat itu menyerahkannya, tak banyak bicara apapun.
Dia kembali melakukan prosedur yang paling di bencinya, apa lagi ini yang dihadapinya adalah bayi perempuan yang begitu cantik dan masih dalam masa lucu-lucunya. Menyorot mata gadis kecil ini, refleks pupil pun negatif, kematiannya sudah di pastikan.
Sandra melihat perawat yang ada di depannya, menggelengkan kepalanya secara halus, namun gelengan itu tetap di lihat keluarganya melihat itu, dan histeris, tangisan menyeruak membuat semuanya sedih, bahkan keluarga pasien yang lain pun menangis.
Sandra memandang tubuh kaku yang ada di depannya, mendengar tangis pilu yang saling bersautan itu dia pun tak tahan… terkadang apa yang kita inginkan memang tak bisa di dapatkan, Sandra ingin anak ini hidup, sekuat tenaga menolong, namun Tuhan lebih sayang dia.
Sandra menarik napasnya panjang, prosedur itu harus di lakukannya, tidak boleh tidak, karena itu harus tertulis di status ‘ Kematian pasien dinyatakan di depan keluarga pasien’.
"Pak, bu, kita sudah berusaha, namun anak ibu, bapak, sudah tidak bisa diselamatkan, semoga keluarga bisa menerimanya dengan baik,"kata Sandra yang berusaha tegar, air matanya sudah mengumpul di sudut matanya, sebentar lagi menetes.
"Dok! Ga boleh dok, ini anak saya udah saya tunggu 8 tahun dok, dok! Anak saya dok!,"kata bapak itu merintih, meninggalkan sikap wibawa dan jantannya… menangis dengan sangat sedih. Mendengar itu Sandra mengigit bibirnya, anak ini ternyata anak emas… anak yang sudah di tunggu begitu lama, hanya bertahan 8 bulan di sisi ibu dan ayahnya, ibu si anak tampak lemah, dan jatuh pingsan, sang suami memeluknya dengan tangis yang benar-benar membuat semua orang pun ikut menangis… tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya hati kedua orang tuanya..
"Permisi pak, buk,"kata Sandra, sedetik lagi dia tinggal di sana dia akan menangis tersedu di sana. Perawat langsung mengurus jenazahnya, melepas infus di tangan montoknya yang kecil. Sandra pergi keluar, tidak berjalan ke ruang perawat, dia melewatinya.
"Dok, statusnya dok!” kata perawat menegur Sandra.
Sandra hanya diam, sambil menunjukkan gestur ‘tunggu’, dan berlalu pergi. Sandra berlalu pergi tempat biasa dia selalu menumpahkan emosinya jika tidak bisa membendungnya, di sebuah lorong gelap antara poli VCT dan DOTS, yang memang sedikit terasing, jarang sekali ada orang datang ke sana.
Dia berjongkok di lorong itu, menumpah tangis yang di tahannya, sudah berusaha namun tetap gagal, bahkan wangi minyak telon campur bedak bayi yang tadi di berikan ibunya dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang itu masih tercium di jari-jari Sandra, membuat air matanya kembali tumpah. Sebenarnya Sandra adalah orang yang sangat sensitif, sedikit saja dia melihat hal yang sedih, dia akan menangis, seharusnya dia tidak jadi dokter jika seperti itu, karena mereka tak boleh menunjukkan kesedihan apalagi ikut menangis di depan keluarga pasien… kadang itu yang menyesakkan hatinya, menahan tangis sampai menemukan tempat yang pas untuk menangis.
" Ini," suara seorang pria terdengar, pria itu sudah berdiri di dekat Sandra menangis, menyodorkan sekotak tisu untuknya. Sandra kaget dan dengan cepat Sandra menghapus air matanya dengan keras, meninggalkan jejak kemerahan di kulit matanya, matanya juga memerah dan bengkak, hidungnya berair, Sandra lalu berdiri melihat pria itu. Sepertinya pernah melihatnya…
" Maaf, "kata Sandra lagi.
" Di hapus dok, nanti tidak enak di lihat pasien yang lain," kata pria itu, suaranya berat. Sandra mengamati pria itu, dari wajahnya terlihat dia masih muda, mungkin berumur 20an, tubuhnya tinggi sekitar 180 cm, badannya tegap, dan secara estetik dia terlihat tampan, wajahnya bersih.
" Oh, ya, terima kasih, saya harus ke sana dulu,"kata Sandra mengambil beberapa helai tisu yang memang di butuhkannya, tersenyum sebentar lalu meninggalkan pria itu lagi.
Dia kembali ke ruangan perawat, ruangan itu masih terlihat penuh, mereka belum membawa jenazahnya pulang, mungkin karena sang ibu masih belum sadar. Saat Sandra masuk, ada dokter Ilham sudah duduk di sana dengan wajah berkerut.
" Permisi," kata Sandra, Ilham menatap Sandra.
" San, maaf nih malah bikin lu kerjaan, gua lagi visite ruang yang lain tadi, ada pasien gawat juga," kata Ilham.
“Iya, enggak apa-apa, gua aja yang bikin statusnya, telepon dokter Rizky, saya mau melapor,"kata Sandra.
"Baik, dok,"kata perawat yang ada di sana. Tak lama mereka memberikan telepon yang sudah tersambung dengan dokter Rizky.
" Halo, dok, pasien atas nama Lisa sudah tidak bisa di selamatkan dok, " kata Sandra, ini lah salah satu alasannya memilih untuk menenangkan diri dulu, karena dia tidak mungkin melaporkan ini sambil menangis.
" Oh, gitu ya, ya udah,"kata dokter Rizky singkat, mendengar itu Sandra terdiam, semudah itu mengatakan ya udah? Tapi ya mau bagaimana lagi?, tidak mungkin dokter Rizky histeris atau bagaimana?, tapi Sandra berharap dengan balasan yang sedikit memiliki simpati.
"Ya, dok,"kata Sandra setelah itu.
"Tulis di status ya dek,"kata dokter Rizky.
"Iya, dok,"kata Sandra lagi. Setelah itu telepon di putus.
Dia lalu mengambil status Lisa, saat dia membacanya, seperti ada yang janggal, Lisa masuk jam 9 siang, tapi kenapa tadi infusnya masih dalam tetesan penuh atau istilahnya di ‘cor’? bukannya kalau dehidrasi berat, cornya hanya di berikan dalam waktu 1 jam? Dan ini sudah jam 1 siang, bahkan hampir jam 2. Seharusnya infus cor itu di ganti dengan perawatan lanjutan 75 cc/kg BB selama 5 jam, dan saat ini Lisa memasuki tahap itu, Sandra mengamatinya lagi, yang di tulis Dokter Rizky semua jelas dan semuanya sesuai, ada apa ini?.
" Ham, tadi lu datang jam berapa? " kata Sandra.
"Gua agak telat, setengah 2 tadi gua datang, karena tadi ada laporan pasien anak gawat di ruangan kupu-kupu, gua ke sana duluan, kenapa? "kata Ilham dengan wajah berkerut.
"Sebelum lu, siapa yang jaga? "kata Sandra.
"Ehm, Si Kiran, dia tadi ga bisa nunggu gua, abis jaga langsung cabut, ibunya kan lagi sakit,"kata Sandra.
"Ada nomornya si Kiran gak? "kata Sandra
" Ada nih, gua teleponin ya,"kata Ilham. Sandra mengangguk. Ilham segera mengambil teleponnya, mencari sebentar nomor telepon Kiran, lalu segera meneleponnya, dia langsung memberikan handphone itu pada Sandra. Setelah bebarapa kali nada sambung, akhirnya tersembung juga.
"Halo? "kata Kiran.
"Ran, ini gue, Sandra,"kata Sandra
"Lah, gue kira Ilham,"
"Bukan, Sandra nih, tau gak pasien ruangan baby, namanya Lisa, umur 8 bulan, masuk dengan dehidrasi berat? "
"Oh, iya, kenapa San? "
" Exit Ran," kata Sandra dengan suara melemah.
"Hah, kok bisa? Gua pulang bagus-bagus aja sih, "kata Kiran.
"Edema paru Ran, "kata Sandra.
"Hah? Cairannya gimana? "
"Nah, itu gua mau tanya, cairannya gimana lu bilang sama perawat?, "kata Sandra.
"Iya, pas pasien masuk, gue udah bilang, cor 1 jam, nanti setelah 1 jam, dikurangi seusai dengan yang udah gua hitung dan tulis sampai 5 jam, setelah itu baru ikutin sesuai dengan pemberian cairan holiday segar, gua udah bilang gitu sama perawat, "kata Kiran.
Mendengar penjelasan dari Kiran, memang benar seperti itu, biasanya memang mereka memberitahukan tentang rencana pemberiannya, dan perawat pasti sudah mengerti, apalagi mereka tinggal melihat di status.
" Oh, ok, makasih ya,"kata Sandra
"Sama-sama Sandra, ada yang aneh ya? "kata Kiran mulai curiga.
"Nanti gua kasih tau kalau beneran kayak yang gua pikirin,"kata Sandra lagi.
"Ya, hubungi gua ya,"kata Kiran lagi, Sandra memutus panggilannya lalu menyerahkan handphone Ilham kembali.
"Kak, ini gimana? Pemberian cairannya gimana? Kok tadi saya datang anaknya masih di cor, bukannya dokter kiran bilang kalau 1 jam di lambatin tetesannya? "kata Sandra memandang 4 perawat yang ada di sana.
Semua perawat itu langsung bingung, sedikit gugup, saling melontarkan pandangan.
"Kami baru ganti shift dok, "kata salah satu dari mereka memberanikan diri.
"Trus? Kata yang ‘ngamprahin’ gimana? "kata Sandra agak galak, membuat mereka agak ketakutan, Ilham hanya diam saja, bingung.
"Ya, katanya mereka, dokter Kiran bilang, cor cairannya sampe jam 1, nanti ganti sampe jam 5, "kata salah satu dari mereka dengan ragu-ragu berbicara.
Sandra tecengang, Ilham juga… kenapa begitu? Pantas saja seluruh paru-paru anak itu terendam cairan, cairan yang seharusnya di berikan 1 jam, mereka biarkan sampai 5 jam… bagaimana dia tidak merasa sesak? Dan yang parahnya… anak sekecil itu harus merasakan penderitaan meregang nyawa yang sama seperti orang tenggelam. Sandra jadi menghirup napasnya dalam-dalam, ikut merasakan seperti apa susahnya bernapas, sama seperti bayi kecil itu, dan itu semua kesalahan yang sebenarnya tidak boleh terjadi, dia seharusnya masih hidup saat ini, emosinya jadi naik.
"Lah, kok gitu, dia masuk jam berapa emang? "kata Ilham sudah mulai mengerti.
" Ehm…. "kata mereka bingung.
" Di status masuk jam 9, kalian gak baca status ya? Udah itu percaya aja ama yang ngamparhin, gak pada cek pasien siang ya? Ini siapa yang isi status jam 12? "kata Sandra agak emosi. Mereka terdiam, tidak ada satu pun yang melihat, tertunduk lesu.
" San, udah San, ini biar gue aja yang urusin, gua entar koordinasi sama Kiran dan dokter Rizky, ini jangan sampe keluar, nanti kita bakalan gawat, lu lagi emosi, ntar di dengar keluarga pasien,"kata Ilham yang menenangkan Sandra.
Sandra melihat Ilham, ini memang bukan daerahnya, dan dia hanya dokter jaga IGD, tapi dia yang dari tadi berusaha menjaga anak itu tetap hidup, begitu panik, namun ternyata yang membunuhnya juga karena kesalahan yang tak perlu terjadi.
" San, ini gua yang selesaiin ya, terima kasih ya,"kata Ilham yang terasa bagaikan pengusiran halus untuk Sandra.
"Ya, udah, urus yang baik, gini gak boleh terjadi lagi loh," kata Sandra. Dia juga tahu, kalau hal ini sampai keluar, maka repustasi dan masalahnya akan besar, biasanya hal seperti ini akan di rahasiakan dan di ketahui oleh orang-orang dalam saja. Sandra mengigit bibirnya, merasa ketidakadilan, namun juga tak bisa mengungkapkannya.
" Iya, terima kasih ya, IGD takutnya ada pasien,"kata Ilham tampak sungkan.
Sandra berdiri, lalu keluar dari ruangan itu. Kalau saja itu terjadi di wilayah dia bekerja, dia sudah pasti mengamuk, dan melaporkan ini pada direktur rumah sakit, tapi karena ini bukan ranahnya, dan di sana juga ada dokter spesialis yang menanganinya, mau bagaimana lagi.
____________________________________________
Keterangan Istilah:
Auskultasi : kegiatan mendengarkan, biasanya pakai stetoskop.
2.Rhonchi basah : suara tambahan seperti suara daun kering.
Edema paru: paru-paru di penuhi cairan.
Deuretik furosemide : salah satu obat untuk mengeluarkan kelebihan cairan dalam tubuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
bunga cinta
banyak ilmu
2024-04-14
0
Yuna
jadi inget kasus aku abis lahiran, aku kontrol ke bidan deket rumah dia bilang jahitanya g jadi tpi kta dr.yg nanganin aku d rs bilang jadi akhirnya aku konsul ke dr laen katanya emg g jadi dan harus operasi ulang soalnya luka sobekan aku itu ruptur perineum grade 4, akhirnya aku dirujuk ke bedah plastik dan operasi lgi 3 kali, g nyalain dr nya sih cma menyayangkan aj knpa g jujur trus ngasih pengarahan ke aku harus gmna nya ini aku harus nyari2 prosedur pengobatan lanjutan sendiri nanya sana sini sendiri tp,
2023-06-22
0
Handayani S. Karmany Hany
bagus banget ceritanya, jadi tambh semngt kuliahin anak di kedokteran.
2022-09-13
1