"Setelah menjadi dokter dan mengabdi, aku akan datang kepada orang tuamu untuk melamarmu," kata Rayhan dengan sendu pada Sandra. Menatap bola mata polos wanita yang mengangguk senang, wajah pria itu tampak mantap mengatakannya, membuat hati siapapun yang mendengarnya seolah akan percaya.
"Baiklah, berjanji ya, awas diingkari!" kata Sandra dengan senyum sumringah dan wajah yang bersemu merah, sejenak langsung memeluk pinggang pria yang menggunakan jas putih kebanggaan profesinya.
"Ya, aku berjanji," kata Rayhan berbisik lembut ke telinga Sandra yang tampak terbuai wangi lembut yang bercampur sedikit bau disinfektan yang menyeruak di sekitar mereka.
___***___
Tubuh Sandra diguncang dengan keras, membuatny asegera bangun dari mimpi buruknya dan terduduk, sebuah bakat yang memang diberikan Tuhan, dimana dia bisa langsung terbangun bahkan hanya dengan sedikit saja guncangan ataupun suara, matanya yang sudah memakai kacamata dari kelas 5 SD itu langsung awas melihat ke sekelilingnya, sudah sangat siaga untuk segera bekerja, menemukan sosok kak Natali yang ternyata membangunkannya.
"Ada apa?" tanya Sandra yang bahkan tidak seperti orang yang baru bangun tidur.
"Pasien kiriman dari Puskesmas, Dok, Kecelakaan tunggal naik motor menambrak belakang truk!" kata kak Natali membeberkan.
"Ok," kata Sandra langsung keluar dari ruang dokternya dan berjalan dengan langkah sangat cepat menuju ke IGD, dia memang selalu bergerak cepat, bahkan walaupun tidak ada pasien, dia bisa berjalan cepatnya bahkan tak ada sedikit pun sisi feminimnya. kak Natali mengikutinya, kamar dokter memang tidak terlalu jauh dari IGD, hanya di belakangnya, namunt terpisah. Sandra membuka pintunya, rambutnya yang masih awut-awutan pun sudah tidak dihiraukannya.
Dia melihat begitu ramai orang ada di sana, sekitar 6 orang yang mengantar pasien itu dan dengan cekatan dia langsung memeriksa pasien yang tergeletak dengan napas yang sudah tak tampak lagi, lemah dan lunglai, infus sudah terpasang dari puskesmas.
Seorang bapak tampak menangis terus memeluk anaknya, menguncang-guncang tubuh anaknya seakan anaknya hanya mengalami sakit demam.
"Bisa menunggu di luar?" Tanya dan perintah Kak Rahman menghalau beberapa pengantar agar sandra dapat melakukan pengecekan.
Sandra langsung melakukan pemeriksaan fisik, tanpa dia menyentuhnya, patah tulang leher yang tampak jelas, vertebra cervicalis II dan III (ruas tulang belakang)nya sangat tampak terpisah, menonjol di kulitnya yang hitam legam terbakar matahari. Sandra menghela napas, menyiapkan diri untuk menyusun kata-kata agar memberitahukan kematian anak muda ini pada ayahnya yang terus memeluknya.
Seharusnya cedera leher sepeti ini lebih baik tidak memindahkan pasien dari tempatnya dan langsung menelepon tempat kesehatan terdekat karena lehernya harus di fiksasi atau bahasa awamnya tidak boleh sampai bergerak.
Namun pengetahuan seperti itu di tempat terpencil seperti ini tidak akan ada yang tahu, mereka langsung saja membawanya, kadang bahkan dengan kepala yang menjuntai ke bawah dan membuat kematian datang menjemput dengan cepat.
Sandra memastikan tanda-tanda kematian di depan ayah anak muda ini, hanya sekedar formalitas karena sebenarnya Sandra yakin dia sudah meninggal bahkan sebelum sampai di sana.
Dia memeriksa arterinya, berpura-pura mendengarkan detak jantungnya yang sudah pasti tak lagi berdenyut, meminta senter kepada Kak Rahman, menyorotkan cahayanya pada matanya, dan ya! tak ada refleks pupil sama sekali.
"Pukul 2.45 malam, " katanya pada Kak Rahman dan Kak Natali yang terlihat begitu santai, mereka sudah biasa mendapatkan pasien begini, Kak Rahman menuliskan waktu kematiannya.
Bapak itu menatap Sandra dengan nanar, tangisnya menjadi bahkan sebelum Sandra mengabarkan padanya bagaimana keadaan anaknya. Ini tugas paling berat bagi Sandra, dia sudah berkali-kali mengatakan hal ini, tapi tetap saja dia tidak pernah terbiasa dengan suasanannya.
"Bapak, Kami sudah berusaha, namun putra bapak tidak bisa diselamatkan. Kami sangat menyesal, semoga Bapak dapat tabah menerimannya," kata Sandra menepuk bahu Bapak itu yang terus menjadi, beberapa orang yang mengantar tadi masuk.
"Dokter, Jaya sudah meninggal?" kata seorang pria yang lebih tua dari pasien itu.
"Maaf, kami sudah berusaha, namun bahkan sebelum tiba, pasien sudah tidak ada," kata Sandra.
Pria itu yang awalnya tampak tegar, namun langsung memeluk punggung bapak yang masih memeluk tubuh yang sudah terbujur kaku itu, dia menangis memanggil-manggil nama pasien.
Sandra melihat anak muda itu, umurnya masih sangat muda, terlalu menikmati darah mudanya hingga melakukan hal konyol yang menurutnya hebat, berlomba dengan memutar gas kendaraannya hingga habis, lalu merasa paling hebat dan sesaat kemudian kehilangan kontrol, sejenak tubuhnya terhempas, membentur keras bagian belakamg truk yang bahkan diam di sana, tak bergerak. Dia lalu terkulai lemah menyambut ajalnya sendiri di aspal dingin dan keras.
Sandra berjalan ke mejanya, Kak Natali tampak menguap, Sandra menyengolnya dengan siku, setidaknya harus tetap menunjukkan simpatinya walaupun mereka sudah terlalu terbiasa, Kak Rahman tertawa namun disembunyikannya, Kak Natali menyerahkan status yang harus diisi oleh Sandra.
Sebenarnya dia malas mengisi status pasien seperti ini karena karangannya akan sangat panjang, dan pasien seperti ini akan lama berada di sana, menunggu hingga mereka membawa jenazahnya baru Sandra bisa kembali tidur. Saat mereka membawa jenazah itu, sudah cukup pagi untuk kembali tidur lagi, bahkan mata sandra sudah melek dengan sangat sempurna.
"Makan yuk Dok, laper liat begituan," kata Kak Rahman.
"Jam segini makan di mana?" Tanya Sandra menatap Kak Rahman.
"Ada tuh dok, warkop di depan rumah sakit itu loh, masih jual mie jam segini," kata Kak Natali.
"Wah, enak tuh makan mie pagi-pagi yang pedes ya," kata Sandra mengeluarkan uang seratus ribuan dari jas dokter yang bahkan dibawanya tidur.
"Haha, ok Dok, pake telur enggak?" tanya Kak Rahman yang segera mengambil helmnya yang dengan tenang dia taruh di ranjang pasien yang entah apa saja sudah terjadi di sana.
"Pake dong, mata sapi yah, Kak Rahman, hati-hati loh, aku males nulis status kayak begini pagi-pagi," kata Sandra bercanda.
"Ah, Dokter ini, jangan begitu dong, aku pake helm nih," kata Kak Rahman yang tertawa dan segera keluar. Sandra memperhatikan Kak Natali yang melihat ke arah ponselnya dengan serius.
"Kak, gimana kabar anak kakak?" kata Sandra.
"Masih demam Dok, ini saya sedang tanya kabar sama ibu," kata Kak Natali tampak cemas dan masih fokus dengan ponselnya.
"Pulang aja, aku yang tanggung jawab deh, kasihan anak kakak di rumah, demamnya tinggi kan?" kata Sandra.
"Iya Dok, sampai 38, 4 kemarin malam, saya udah minta gantiin, tapi pada gak bisa, ini beneran aku boleh pulang sekarang?" tanya Kak Natali berbinar.
"Iya, beneran, tenang aja, sudah sana gih, samperin Kak rahman dulu, bilang mie kakak di bungkus," kata Sandra.
"Ok Dok, terima kasaih banyak ya," kata Kak Natali bergegas membereskan barangnya, tidak banyak hanya sebuah tas dan helm yang sering di pakainya. Tak lama dia langsung saja buru-buru pergi setelah melempar senyum manis pada Sandra.
Sandra tinggal sendiri di IGD itu, suasananya hening dan sedikit membuat bulu kuduk merinding apalagi lampu IGD itu juga tidak dinyalakan semua.
Tapi bagi Sandra, hal itu sudah lumrah, untuk soal Hantu dan lain, dia sudah terbiasa, bahkan saat koas dia pernah melihat seseorang dengan wajah terikat kain putih, hidung tersumpal kapas sedang berdiri di samping mobilnya, yang lain, wanita-wanita berambut panjang berantakan yang berkeliaran, ah, sudah biasa baginya, bahkan dulu saat praktek anatomi dia pernah di suru mencium tengkorak oleh seniornya. Namun selama mereka tidak memunculkan wujudnya di depan Sandra, dia tidak akan lari.
Sandra lebih sedih melihat kisah Kak Natali seorang perawat honorer yang sudah bekerja 5 tahun di sana, dengan perawakan sedikit gendut, anaknya sudah 3, tahun lalu dia di tinggal suaminya demi wanita lain, padahal dari dulu dia yang banting tulang untuk menafkahi anak dan suaminya, laki-laki seperti itu masih saja bisa pergi dengan wanita lain, benar-benar bajingan bukan? Sekarang anak terakhirnya sedang sakit demam, takut akan ancaman potongan gaji jika tidak masuk, dia harus menahan cemas pada anaknya, padahal di sini dia dengan tulus menjaga anak orang lain, tiap jam harus menganti infus anak-anak yang juga demam, Sandra tidak tahu betapa tegar perasaan kak Natali.
Sandra sedang asik bermain di ponselnya sebelum tiba-tiba beberapa orang masuk dengan sangat buru-buru, pemandangan yang sangat biasa di IGD, Sandra langsung berdiri.
"Dokter, tolong pemuda ini, dia tidak sadarkan diri di dalam mobil," kata seorang bapak dengan nada yang begitu cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Selly yahya
kakak autor'y dokter yaa....
2021-08-23
0
Marisih Susanto
setelah skian lama kucari" akhirnya ktemu jg dgn karya kak quinn . .meski dah baca d aplikasi Cwitan tapi dsini ku ulang lg baca dr awal . karyanya THE BEST pokoknya . .
2021-06-04
0
Runa💖💓
🥰🥰🥰
2021-05-18
0