Sandra bertampang masam, sepagi ini dia harus dihadapkan oleh drama yang pastinya akan memanas, apalagi sekarang kepalanya sangat berat. Inginnya dia tak terpancing oleh emosi, tapi pengalaman dari Sandra sendiri, bahkan saat dia bahagia, emosinya mudah sekali terpancing dengan masalah sepele yang tak perlu ini.
"Ya sudah Kak, yuk!" ajak Sandra pada perawat yang masih saja sungkan padanya.
Sandra segera keluar dari Kadoknya, sekali lagi melihat sekilas pada Larra yang masih saja nyaman di bawah selimut tebal berwarna merah jambu. Sandra sedikit mengerutkan dahinya, bagaimana bisa tidur dengan nyaman di tempat pengap dan bau obat seperti kamar dokter ini.
Sandra berjalan mantap ke arah ruang VIP yang ada di lantai tiga rumah sakit itu. Seperti halnya rumah sakit yang lain, tentu ruangan ini paling eksklusif, semua tampak bersih tertata rapi, kenyamanan adalah yang paling utama.
Baru saja Sandra keluar dari lift lantai tiga itu, dia sudah bisa mendengar suara menggelegar yang tentunya akan mengganggu pasien yang ada di lantai VIP itu.
Sandra menarik napasnya cukup dalam, melihat sosok tegap, cukup besar dengan baju loreng khas aparat negara, sepatu boot hitam kulit yang tampak berat, dia membelakangi Sandra sambil seperti memarahi dua perawat wanita yang tampak diam diserbu pertanyaan olehnya, dua orang berbaju biasa tampak di sampingnya.
"Selamat pagi Pak, bisa saya bantu?" tanya Sandra mencoba seramah mungkin, padahal dalam hatinya dia sangat malas untuk meladeni orang ini.
Pria tinggi tegap dengan kulit coklat cendrung hitam yang tampak sering terjemur matahari itu menoleh, lalu dengan cepat memutar tubuhnya, dadanya seketika terbusung ke depan, sikapnya tegak dengan wajah tegas khas pria usia di atas 40 tahunan, mencoba menunjukkan dominasi kejantanannya. Sayangnya, bagi Sandra itu bukan apa-apa.
"Oh, jadi ini dokternya?" Katanya dengan suara tegas sedikit keras, memberikan kesan agar tak main-main dengannya.
"Ya, saya yang menangani keluarga bapak, ada yang bisa saya bantu?" Kata Sandra sembari mengedarkan pandanganya ke arah 2 pria lainnya, tampak wajah-wajah lugu namun tegang, kelihatannya mereka pun tak tahu harus berbuat apa.
"Nah! Ini gimana dok?" Kata pria itu nanggung.
"Gimana apanya?" Tanya Sandra bingung.
"Iya, ini keluarga saya kenapa bisa dimasukin ke ruangan VIP? Terus pas ditanya siapa yang bertanggung jawab mereka bilang malah dokter? Ini maksudnya gimana?" Pria itu bercagak pinggang di depan Sandra, Sandra mengerutkan dahinya dalam.
"Ya, memang saya yang bertanggung jawab untuk memasukkan saudara bapak di ruangan ini agar anaknya juga bisa dirawat bersama dengan ayahnya," kata Sandra tak gentar walaupun suara pria ini semakin besar.
"Kan seharusnya penabraknya yang tanggung jawab! Emang dokter yang nabrak?" Kata pria itu lagi, matanya membesar seolah melotot pada Sandra, untung saja Sandra sudah biasa melihat gertakan sambal seperti ini.
"Hebat sekali saya bisa menabrak tapi saya juga yang memberikan pertolongan, satu lagi pak, ini rumah sakit, tolong suaranya dikecilkan, ini bukan daerah kekuasaan bapak, bapak sopan kami pun segan," kata Sandra ingat selogan yang terpatri di salah satu tembok rumah sakit.
Pria itu memainkan mulutnya, mungkin terasa tersinggung dengan perkataan Sandra.
"Lagian saya bingung, si bapak-bapak ini ngaku saudara si ayah dan anak yang di dalam kan?"
"Iya!" Kata pria itu cepat, dua orang pria yang ada di sampingnya pun hanya mengangguk pelan.
"Tapi anehnya, tidak ada dari kalian satupun bertanya tentang keadaan pasien tadi, padahal saya datang ke sini mengira kalian ingin tanya keadaan mereka, bapak-bapak sekalian apa tahu keadaan istrinya? Sudahkah mengurus jenazah nya?" Lancar Sandra mengeluarkan semua unek-uneknya.
Mendengar perkataan Sandra, ketiga orang pria yang ada di depannya saling melemparkan pandang, seolah baru mendapatkan tamparan keras.
"Heran saya, masa orang lain lebih peduli dengan keluarga bapak dari pada bapak-bapak sekalian?" Kata Sandra lagi, belum puas dia mengeluarkan semua emosinya, bahkan para perawat di sana malah mencoba menenangkan Sandra.
"Bukan gitu Dok, ini keluarganya juga pusing, sudah ketimpa kemalangan harus mikirin biaya rumah sakitnya, tadi ditanya sudah kena hampir 3 jutaan, jadi ya kami harus tahu kejelasan, apa tidak bisa dipindahkan saja ke ruangan biasa?" Kata pria berbaju loreng itu kembali, sekarang nadanya sedikit melunak.
"Kalau masalah itu kan sudah saya yang tanggung jawab, memangnya tidak dijelaskan pada mereka kalau sudah di deposit?" tanya Sandra pada salah satu perawat.
"Udah dok, tadi udah dijelasin," kata perawat itu.
"Tuh, sudah kan? Ada masalah apalagi? " Kata Sandra bingung.
"Mereka mau tahu penabraknya dok, mau minta tanggung jawab," kata perawat lain yang ada di dekat Sandra.
Sandra memasang wajah malas sekaligus mengertinya, orang-orang seperti ini tak jarang dia temui, memang bukan semua orang seperti ini, tapi ada saja yang memanfaatkan musibah agar mencari berkah. Terkadang mereka memeras penabrak yang bertanggung jawab agar mendapatkan hal lebih sehingga jadinya banyak orang-orang lebih memilih kabur dari pada diperas atau diancam digiring ke kurungan besi.
"Ya kalau gitu carinya di kantor polisi saja," jawab Sandra ketus membuat tiga pria di depannya tampak segan untuk mengeluarkan sepatah kata lagi.
"Selamat pagi," suara berat itu terdengar membuat Sandra langsung menoleh ke arah sumber suaranya. Tampak Devan yang baru saja tiba di sana, Sandra sedikit menghela napasnya, untung saja dia tak ada di sini tadi, jika tidak dia pasti jadi sasaran empuk mereka karena dari perawakannya, Devan pasti mudah diakali oleh mereka. Sandra tak menjawab atau memberikan senyuman pada Devan, wajahnya masih ketat untuk tersenyum.
"Eh, Bang Adi?" Kata Devan yang langsung menyapa pria berbaju loreng itu saat dia berhenti tepat di samping Sandra.
Mendengar itu Sandra menaikkan satu alisnya, Devan kenal dengan orang menyebalkan ini?
"Loh, Bos! Kok ada di sini?" Kata pria itu tampak ramah dan langsung tersenyum manis. Sandra makin mengerutkan dahinya, bos?
"Iya, ini ada keperluan, Abang kok ada di sini?" Tanya Devan akrab.
"Saudara kecelakaan Kemarin," kata Adi. Devan memindahkan pandangannya pada Sandra yang ada di sampingnya.
"Kenal?" tanya Sandra melirik tajam pada Devan yang masih berwajah senyumnya.
"Ya, Bang Adi kerja di dekat rumah ku di kota," kata Devan.
"Oh, dokter ini juga kenalan bos?" Kata Adi yang sekarang menatap Sandra dengan wajah ramah dan senyuman. Sandra mendengus, sekarang saja memberikan senyuman, tadi bahkan seperti ingin ******* Sandra.
"Panggil Devan aja bang, ya, dia temanku," kata Devan melirik ke arah wajah Sandra yang sedari tadi ketat.
"Waduh, kalau begitu saya minta maaf kalo sikap saya kayak tadi Dok," kata Adi langsung tampak sungkan.
"Ehm!" Kata Sandra dengan nada ketus, malas meladeni mereka semua yang ada di sana dan segera berjalan ke arah tempat perawat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
꧁🌹𝔻𝕚𝕣𝕒 𝒬ℛℱ💦꧂
suka karakter Dokter Sandra
2021-04-06
4
Ummatul Khoiriyah
mantap dokter sandra
2021-03-05
0
Rokiba Pulungan
asyiik aku suka
2021-03-03
0