Sandra berjalan di lorong rumah sakit yang sepi, tentu sepi karena sudah hampir jam 2 malam, jam kantuknya sudah lewat dari tadi saat dia harus fokus dengan pasiennya, sehingga sekarang matanya terang benderang tak ingin menutup sama sekali.
Sandra bukannya tak ingin istirahat namun ada yang menariknya kembali ke ruang tunggu di lorong VIP itu, dia melihat Devan yang duduk di ruang tunggu itu, tampak melipat tangannya sambil sesekali tampak sedikit mengantuk, Sandra berhenti tak jauh darinya, memandang pria itu dengan kerutan di dahinya, tak ada keluarganya yang sedang di rawat di sini, hanya ada anak yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu.
Sandra mengerutan dahinya lebih dalam, kalau dipikir-pikir untuk apa dia kembali ke ruang VIP ini, lagi pula Devan sedang terlihat berusaha untuk tertidur, dengan cepat dia memutuskan untuk memutar balik tubuhnya dan ingin pergi dari sana.
"Dokter Sandra," suara Devan menggaung di lorong yang benar-benar sepi, walau pun dia mengucapkannya dengan intonasi suara yang begitu pelan, tapi Sandra bisa mendengarnya dengan baik. Sandra menggigit bibirnya, dia tertangkap basah ternyata.
"Oh, hei, aku hanya melakukan pemeriksaan malam," kata Sandra yang langsung tampak gugup melihat sosok Devan yang segera berdiri berjalan menuju dirinya, untung saja terlintas alasan yang bagus untuk tidak terlalu canggung, Devan hanya tersenyum begitu manis, kembali membuat Sandra hanya bisa terdiam.
"Ingin pergi tidur sekarang?" tanya Devan begitu ramah.
"Ya, setelah ini mungkin aku baru akan tidur," kata Sandra canggung.
"Kalau begitu selamat malam," kata Devan lagi tak ingin menganggu istirahat Sandra.
"Ya, kau tidak pulang? ada banyak dokter dan perawat yang akan merawat mereka," kata Sandra, dia masih penasaran bagaimana Devan bisa begitu khawatir dan memutuskan untuk menunggui mereka berdua di sini.
"Tidak apa-apa, aku hanya takut jika dia bangun, dia akan ketakutan, ayahnya pasti belum sadar," kata Devan lagi.
"Kenapa kau melakukan itu?" kata Sandra akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang menghatuinya.
"Ibuku meninggal saat umurku 6 tahun, sama dengan umurnya sekarang," kata Devan, dia menyenderkan pundaknya ke arah tembok, dia lalu sedikit tersenyum, Sandra menjadi sungkan, dia sudah salah bertanya hal seperti ini.
Sandra lalu mengikuti Devan, menyandarkan tubuh bagian belakangnya ke tembok, tempat bersebelahan dengan Devan, tak terlalu dekat, namun cukup untuk bisa mendengarkan kelanjutan cerita, bagaimana pun dia adalah orang yang sudah memulai pembicaraan ini.
"Apa ibumu juga meninggal karena kecelakaan?" tanya Sandra lagi, pembicaraan hangat di tengah malam.
"Ya, Ibuku membawaku kabur dari ayahku, saat di jalan tol, ibuku mungkin tak sengaja menabrak pembatas jalan, dan kami berputar 2 kali sebelum mobil kami berhenti, setelahnya jujur aku tak mengingat apa pun, yang aku ingat aku bangun sendirian di tengah malam, tangan dan kakiku diperban, kepalaku terasa pusing, seluruh badanku terasa begitu sakit, dan aku mencoba mencari ibuku, namun dia tak ada, aku ketakutan sendirian di ruangan rumah sakit yang gelap, itu malam paling menakutkan yang pernah aku rasakan," kata Devan menceritakannya dengan sedikit senyuman tegar.
"Oh, maaf aku tidak bermaksud menguak traumamu," kata Sandra tak enak jadinya.
"Tidak apa-apa, sebenarnya itu bukan trauma, hanya saja aku tidak ingin anak itu merasakan apa yang aku rasakan, Dokter Sandra, aku rasa kau harus beristirahat, besok bukannya kau harus langsung berjaga pagi harinya?" kata Devan dengan suara perhatiannya.
"Ya, benar, baiklah, aku akan kembali ke kamar dokter, jika kau ingin menemuiku, maksudku jika terjadi apa-apa dan ada yang bisa aku bantu, kau tahu dimana aku berada," kata Sandra begitu gugup, dia bahkan harus menggaruk keningnya yang sama sekali tidak gatal, entah kenapa di depan Devan menjadi begitu bodoh.
"Ya, aku tahu," kata Devan dengan senyuman hangat, melihat Sandra mulai meninggalkannya, mendengar suara Devan, Sandra sekali lagi melihatnya, Sandra berjalan langsung ke arah kadoknya.
Sandra sudah lebih dari 1 jam merebahkan tubuhnya, jam sudah menunjukkan hampir pukul 4 pagi, namun dia sama sekali tidak bisa menutup matanya, serasa dia baru saja minum 3 gelas kopi hingga dia tak sanggup lagi untuk tidur, anehnya dia sama sekali tidak merasa lelah, yang ada malah jantungnya malah berdetak cukup kencang dari normal, apakah dia mulai mengalami penyakit jantung? apakah karena terlalu banyak makan mie? dan herannya lagi, kenapa dia bisa teringat terus dengan sosok pria bersenyum manis itu, gila, bukankah terlalu tua baginya untuk kasmaran? tidak, dia hanya kagum dengan sosok pria itu, selain itu tidak ada lagi, benarkan? baiklah Sandra, saatnya kau tidur! pikirnya memaksakan otaknya yang terus berkerja membuat bayangan Devan itu, lama-lama lelah memaksakan dan itulah yang membuatnya menghilang sejenak.
Sandra kembali ke raganya ketika dia mendengarkan kentuk pintu yang cukup keras, dari nadanya tak terburu-buru, tapi seolah memang sudah ditakdirkan memiliki kepakaan, Sandra bahkan bisa terbangun dengan bunyi sekecil apapun.
Sandra memegang kepalanya, berat sekali rasanya, tak rela bangun dari tidurnya karena rasanya otaknya masih butuh untuk tidur lebih lama, dia melirik ke arah jam dinding besar yang sengaja di gantung di kadok itu, masih pukul 5 pagi, itu artinya dia baru saja tidur 1 jam.
Sandra melirik ke arah Larra, gadis itu masih saja tidur dengan nyamannya, sekali lagi ketukan itu terdengar, dia lalu memutuskan untuk berdiri, dengan wajah baru bangun tidurnya, dia membuka pintu kadok itu tanpa menggunakan jas dokternya, jas itu sudah kotor terkena darah semalam.
"Pagi dok, keluarga pasien yang kecelakaan itu baru datang dok, mereka mau ketemu sama dokter," kata perawat dari ruangan terlihat sungkan, apalagi melihat wajah kusut Sandra yang benar-benar terlihat seperti mayat hidup.
"Ok, aku ke sana, sebentar cuci muka dulu sama rapiin rambut ya kak," kata Sandra yang selalu terbiasa memanggil semua perawat dengan sebutan kakak di depannya.
"Ya, dok, ditunggu di ruang perawat VIP ya dok, tapi … " kata Perawat itu terdiam.
"Tapi napa?" kata Sandra melepas ikatan rambutnya, mencoba menata rambutnya yang awut-awutan akibat dia tinggal tidur tadi.
"Keluarganya itu bawa aparat dok, sedikit bawel sambil marah-marah, ngancem gitu deh dok, makanya dia minta ketemu dokter, maaf ya dok," kata Perawat itu sungkan.
Sandra menarik napasnya malas, entah apa yang salah dengan negara ini, semua harus menggunakan kekuasaan dan ancaman, tak bisakah mereka menyelesaikan masalah tanpa membawa jabatan, terkadang malah membawa-bawa jabatan orang lain yang mereka kenal agar mereka mendapatkan rasa hormat yang sama, padahal tanpa itu pun mereka akan sama di perlakukan dengan baik, entahlah apa yang salah atau memang sudah menjadi sebuah tradisi atau kebanggaan bagi mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
꧁🌹𝔻𝕚𝕣𝕒 𝒬ℛℱ💦꧂
401
2021-04-06
1
D & D
ada apa kah?
2021-03-04
1
Yanti Pabo
next
2021-02-28
0