Jasmine menutup mulutnya dengan kedua tangannya di belakang pintu. Suara ketukan sangat jelas terdengar. Sang penghuni kamar nomor 176 belum membuka pintu. Mungkin penghuninya sudah terlelap tidur. Jasmine berharap dalam hati semoga pintu tidak terbuka sampai polisi datang. Bagaimana pun angkuhnya gadis itu dia tetap tidak akan membiarkan seseorang kehilangan nyawanya.
Beberapa saat kemudian, suara ketukan itu hilang. Jasmine kembali mengintip ke dalam celah kunci pintu. Sosok berjubah itu sudah tidak ada di sana bersamaan dengan datangnya Sean dan Gilang. Jasmine bernafas lega pembunuh itu sudah pergi.
" Di mana pembunuh yang kau maksud. Kau yakin dia datang ke sini?" tanya Gilang ngos ngosan.
" Ya. Aku yakin seseorang menghubungiku" jawab Sean.
" Di mana dia?"
" Dia pasti sudah melarikan diri saat ia mendengar langkah kaki kita"
Beberapa saat kemudian. Nanda dan kedua polisi itu datang.
" Di mana dia?" tanya Dimas yang baru datang.
" Dia sudah pergi kita terlambat" jawab Sean.
Cleek...
Pintu terbuka. Seorang pria dengan tubuh gempal berkacamata keluar, namanya Joy.
" Kau baik baik saja?" tanya Nanda.
" Iya. Apa perkataan kalian benar kalau yang mengetuk pintu tadi adalah pelaku pembunuhan.
Mereka berlima mengangguk membuat pria itu gemetar ketakutan.
" Jadi dia mengincarku"
" Sepertinya" kata Gilang.
" Apa yang harus ku lakukan. Aku belum mau mati" tanya Joy frustasi.
" Tenanglah Vikal akan menjagamu" jawab Dimas. Ia menyuruh Vikal untuk menjaga Joy semalaman ini. Vikal menuruti perkataan seniornya untuk menjaga Joy malam ini.
" Di mana teman sekamarmu?" tanya Vikal.
" Aku sendirian di kamar ini" jawab Joy.
" Kau akan baik baik saja. Jangan takut berlebihan"
" Terimah kasih sudah mau menjagaku. Tapi kenapa pembunuh itu mengincarku?"
" Aku tidak tahu. Aku pikir dia memilih korban secara acak. Dia akan membunuh siapa saja yang di kehendakinya" kata Vikal.
" Untung tadi. Aku tidak membuka pintu. Entah apa yang terjadi padaku andaikan aku tidak membukanya" jelas Joy.
" Kau mendengar suara ketukannya"
" Iya. Tapi aku sangat takut membukanya karena aku mengajaknya bicara beberapa kali tapi ia tidak menjawabku sama sekali. Jadi aku hanya diam dalam kamar" ujar Joy.
" Kau tepat. Keputusanmu untuk tidak membuka pintu sudah tepat" kata Vikal.
" Iya. Aku pasti sudah mati andaikan aku membuka pintu".
Joy dan Vikal termenung. Mereka berkutat dengan pikirannya masing masing.
***
Dimas dan ketiga anggota osis itu menyusuri lorong asrama putra ,bangunan tiga lantai yang berjumlah 400 lebih kamar. Mereka berempat melangkah hati hati , jangan sampai pembunuh itu muncul kemudian menyerangnya.
" Menurutmu di mana dia bersembunyi?" tanya Gilang ke Sean. Mereka berdua berjalan di belakang Dimas dan Nanda.
" Aku tidak tahu. Tapi instingku mengatakan kalau dia berlari ke arah belakang bangunan ini" kata Sean.
" Dia tidak akan bisa keluar dari bangunan ini. Hanya ada dua pintu masuk ke dalam asrama. Satu di depan dan satu di belakang tapi di belakang sana pintu itu sudah lama di gembok" terang Nanda.
" Kita akan menangkapnya di dalam bangunan ini. Tadi aku sudah mengunci pintu di bagian depan. Dia tidak bisa keluar" sambung Nanda antusias.
Dimas manggut manggut. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk segera menangkap pencuri itu hidup atau mati.
Mereka berempat berpencar. Dimas dan Nanda akan memeriksa bagian kanan asrama sedangkan Gilang dan Sean akan memeriksa bagian kiri asrama. Gilang dan Sean berjalan ke arah lorong bagian kiri, lorong ini membawa mereka ke beberapa kamar yang tidak terpakai yang sudah di jadikan gudang.
" Kita akan memeriksa gudang itu. Siapa tahu ada petunjuk di sana. Kalau pembunuh itu melarikan diri gudang itu tempat persembunyian yang tepat" kata Sean.
" Baiklah"
Beberapa menit saat mereka melangkah. Samar samar mereka berdua mendengar suara seseorang yang sedang menangis.
" Kau dengar suara itu?" Gilang memasang pendengarannya dengan baik.
" Sepertinya dari arah sana. Tapi kedengarannya seperti suara perempuan. Kenapa ada perempuan di sini?" Gilang bertanya tanya.
" Ayo. Kita periksa" Sean mempercepat langkahnya.
Saat sampai di asal suara.
" Hai apa yang kau lakukan di sini dan kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Gilang.
Di depan gudang terlihat seorang perempuan yang memakai baju tidur sedang menangis. Penampilannya acak acakan seperti habis berkelahi dan di tangan kirinya ada luka yang berukuran sedang, darah segar menetes dari tangannya.
Sean memperhatikan perempuan yang ada di depannya.
" Seseorang datang mengetuk pintu kamarku. Aku dan temanku sudah tidur. Tapi aku mendengar suara ketukan itu sedangkan temanku sangat terlelap tidur. Saat aku membuka pintu terlihat sosok berjubah di depan pintu. Dia langsun memukul kepalaku hingga aku jatuh pingsan. Saat aku terbangun aku sudah mendapatkan diriku di dalam gudang lalu sosok itu menjambak rambutku dan menusuk tanganku. Hiks...hiks...hiks..." jelas perempuan itu sesenggukan.
" Di mana dia? " tanya Sean penasaran.
" Aku tidak tahu. Dia sudah pergi. Tapi sebelum ia meninggalkanku, ia mengatakan akan mencari mangsa baru baru ia pulang membunuhku" jelasnya lagi.
" Kepa***. Siapa sebenarnya pembunuh itu" kata Sean marah, ia menggertakkan giginya dengan kuat.
Gilang segera mengambil ponselnya lalu menghubungi Nanda.
" Siapa namamu?" tanya Sean " kau murid baru yah"
Perempuan itu mengangguk.
" Namaku Santi kelas 10 D" jawabnya.
" Jangan takut lagi Santi, kau sekarang sudah aman. Sebentar lagi polisi akan datang" Sean menenangkan Santi lalu mengajak gadis berkacamata itu berdiri.
Santi tersenyum. Ini pertama kalinya ia mendapatkan perlakuan hangat dari seorang pria. Setelah tadi ia melewati drama yang menakutkan tapi sekarang ini ia berada dalam drama yang romantis.
" Terimah kasih" ucapnya. Ia curi curi pandang ke arah Sean.
" Pria ini tampan sekali. Andaikan aku bisa memilikinya. Ah jangan terlalu jauh berkhayal Santi. Mana mungkin pria berkelas sepertinya menyukai cewek kampungan sepertimu" hibur Santi pada dirinya sendiri di dalam hati. Pria seperti Sean hanya mimpi baginya. Ia hanya bisa melihat keindahan itu jauh tanpa bisa menggapainya.
Beberapa saat kemudian. Dimas dan Nanda datang. Mereka berdua segera membawa Santi ke penjaga asrama putri bu' Vany.
" Beruntung sekali gadis itu. Hampir saja ia menjadi korban" ucap Gilang.
Ada lima gudang di sana. Sean dan Gilang memeriksanya satu per satu berharap menemukan petunjuk di sana. Namun sayangnya tidak ada petunjuk sama sekali, pembunuh itu tidak meninggalkan jejak sedikit pun. Yang ada di dalam gudang itu hanya lemari, meja dan perabotan lain SMA Rajawali yang sudah rusak dan usang.
Sementara itu di suatu tempat, seseorang menyunggingkan senyum mengerikannya.
" Kalian tidak akan bisa mendapatkanku. Aku akan membunuh incaranku satu per satu, menghancurkan sekolah ini hingga tidak tersisa" katanya dalam hati.
Jangan lewatkan episode selanjutnya.
makin seru loh!
Jangan lupa komen, like dan vote.
dukungan pembaca sangat berharga buat author🙏🙏
Jangan lupa unduh yah setiap babnya.
Terimah kasih💖💕.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Adinda
jangan-jangan vita mantan sean y
2022-03-14
3
Erly Mimi Bisma
tu kan pasti santi pelakunya
2022-02-22
2
~🆑Yetty_Hero🆑~
mampir ya "Noble Princess and Royal Prince"
2020-12-17
5