Bab 19

“Vita!”

Vita menoleh mendengar teriakan namanya. Ia melihat Genta berjalan cepat menghampirinya. Teriakkan laki-laki itu mengundang keingintahuan beberapa orang yang berdiri di sisi-sisi koridor. Insting kemanusiaan. Ingin tahu.

“Kenapa?”

“‘Happy birthday’,” ucap Genta setelah satu tarikkan napas. Ia mulai melangkah lagi dengan santai bersama Vita. “Itu dari Rafka.” Ia menghela napas lagi, dan berucap lagi, “Happy birthday. Dari gue.”

“Thanks.”

“Sorry, gue gak bisa ngasih hadiah. Baru tadi pagi gue tahu dari Rafka.”

“Gak pa-pa, kok. Tapi Rafka ke mana?”

“Rumah sakit, mungkin.”

“Dia sakit?”

Kemarin Rafka baik-baik saja. Sakit apa laki-laki itu hingga harus di rawat di rumah sakit? Atau ia hanya berkunjung karena ada anggota keluarganya yang sakit?

“Sakit jiwa,” Genta nyengir. “Kayaknya sekarang otaknya makin miring. Jadi, gue kira dia lagi berobat.”

“Serius, loh...”

“Serius gue.” Dua jari—tengah dan teounjut—Genta terangkat. “Memang lo gak perhatiin dia makin keliatan aneh akhir-akhir ini. Dari dulu dia emang udah aneh. Tapi semenjak lo dateng, dia tambah aneh. Dan beberapa hari belakangan, di udah kayak orang gila beneran.”

“Kenapa memangnya?”

“Lo tahu, hampir setiap hari dia nyari-nyari alasan buat lewat depan rumah lo?”

Vita menggelengkan kepalanya. Ia menarik tali tasnya. “Masa?”

Ia sama sekali tak tahu Rafka melakukan itu. Ia juga tak tahu Genta sedang bercanda atau tidak. Keahliannya menilai orang kacau-balau saat ini.  Pertanyaan Rafka beberapa hari yang lalu di hutan mangrove terngiang-ngiang di telingannya. Sesaat setelah mendengarnya, ia sudah mencoba mengabaikannya dari otaknya, walau itu sulit. Namun perkataan Genta yang kebenaran belum pasti ini sudah menguatkan kembali ingatan itu. Jadi, bagaimana ia bisa lupa?

“Gak percaya?”

“Memang.”

Genta menghembuskan napas. “Gue ngerti kenapa Rafka bilang lo itu ngeselin.”

“Rafka? Bilang aku ini ngeselin? Kapan? Dia yang ngeselin iya.” Vita menoleh pada Genta. Tak terima ia dikatakan menyebalkan oleh orang yang nyata-nyata menyebalkan jauh melampaui siapapun yang dikenalnya. Apa ini? Rafka memutarbalikkan fakta?

“Cara lo nanggapin omongan orang itu, loh.”

“Memangnya aku ‘gimana?”

“Ya, ‘gitu.”

“‘Gimana?”

“‘Gitu.”

Jawaban macam apa itu? Wah... pantas saja Genta dan Rafka jadi teman. Sama-sama menyebalkan dan tidak jelasnya.

“Sekarang kamu tahu kenapa kamu sama Rafka cocok banget,” ujar Vita.

“Kenapa?” Genta tersenyum.

“‘Gitu,” jawab Vita kesal, dan Genta pun tertawa keras. Ia tertawa cukup lama.

“Dendaman, ya,” ucap Genta yang tawanya mulai mereda.

Sampai tawa Genta betul-betul usai, Vita memutuskan untuk menunda keseriusannya. Percuma jika ia berbicara saat teman Rafka ini masih tertawa, pasti tak ditanggapi dengan serius.

“Udah, ya, gue mau masuk dulu,” pamit Genta, ketika sampai di depan kelasnya. XII IPS 1. Pintu itu terbuka, menampilkan keriuhan kelas. Berbeda sekali dengan kelas Vita yang semua muridnya sangat serius belajar, ya, kecuali Rafka dan dirinya, tentu saja.

“Eh!” ucap Vita untuk menghentikan Genta.

“Apa?” Genta berputar, kedua alisnya terangkat.

“Rafka ke mana? Seriusan, nih.”

“Serius, gue gak tahu. Dia gak bilang mau pergi ke mana. Gue juga heran dia dateng pagi-pagi ke rumah gue cuma buat nyuruh gue ngucapin selama ulang tahun sama lo. Padahal ‘kan dia bisa chat atau telepon gue atau apa,” jelas Genta. “Malah, yang lebih gampang kenapa dia gak langsung ngucapin ke lo lewat apa gitu. Dia bener-bener gak praktis, gak kayak biasanya.”

***

Vita menjatuhkan keningnya ke atas meja. Rafka tidak berangkat. Aneh rasanya, mengingat laki-laki itu selalu ada di dekatnya beberapa bulan ini. Hampir setiap hari mereka bertemu, bahkan di akhir pekan terkadang mereka masih juga berjumpa. Melihat tidak ada Rafka di kursinya, membuatnya tak semangat.

Biasanya aku juga gak punya temen, Vita mengingatkan dirinya.

Vita mengangkat wajahnya saat merasakan benda jatuh di dekat kepalanya. Dan benar saja, sebuah kotak sudah menunggu di atas meja, beserta pemiliknya yang tersenyum dari bangku depan Vita. Andra.

“Selamat ulang tahun, ya, Vit.”

Senyum menggores wajah Vita dengan malas. Ia tak biasa dengan situasi macam ini. Membuatnya tak nyaman. Biasanya tak ada orang di sekolah yang tahu ia sedang berulang tahun. Walalu mereka tahu, mungkin mereka lebih suka mengabaikannya.

“Makasih.”

“Ini buat kamu.” Andra menggeser kotak lebih dekat ke Vita.

“Gak usah repot-repot.”

“Enggak, kok. Tapi aku gak tahu kamu suka atau enggak.”

Vita membuka kotak itu. Ia menemukan boneka kangguru yang di kantungnya terdapat coklat yang dihiasi pita. Bukan tipe hadiah yang disukai dan diharapkannya. Tapi ia akan tetap menghargainya. Andra sudah membelikannya. Setidaknya ia harus menerimanya, dan nampak puas dengan hadiah yang didapatkannya.

“Bagus. Thanks, ya, Ndra.”

“Syukur kamu suka.”

Senyum mengembang di wajah Vita dengan lebih ikhlas. Matanya melirik ke tempat di mana Reina menatapnya dengan tajam, nyaris mengalahkan tatapan Rafka. Ia punya firasat tak baik tentang itu. Reina ‘kan sedikit terobsesi pada Andra. Berurusan dengan gadis seperti itu menambahi daftar tak menyenangkan tentang sekolah.

Ia memiliki daftar panjang tentang hal yang tak menyenangkan di sekolah. Dan juga memiliki sedikit poin menyenangkan di sekolah, dan hal itu cukup untuk membuatnya tetap datang ke sekolah setiap hari. Bahkan, jika poin itu hanya satu, ia akan tetap bertahan.

Vita menutup kotak itu. Ia menepikannya ke pinggir meja. Matanya sudah beralih dari Reina. Ia bisa berdarah di tatap seperti itu terlalu lama, pikir Vita bergurau.

“Kenapa, Vit?”

Vita menggelang.

***

Rafka mengancingkan kemejanya di depan cermin. Wajahnya bersih dan segar. Ia baru saja usai mandi. Bangun dari perbaringan selama seharian penuh sungguh menyenangkan. Tadi adalah hari di mana ia berada di rumah seharian, yang sudah lama sekali tak terjadi. Ia berbaring seharian karena tak tahu akan pergi ke mana. Ia sama sekali tak punya jadwal untuk dilakukan di hari bolosnya yang tanpa perencanaan. Besok di sekolah, ia harus siap-siap di ceramahi oleh wali kelasanya.

Tangan Rafka meraih gel rambut di dekat cermin. Ia mengambil secukupnya dan membaurkan pada rambunya. Perlu beberapa waktu menata rambut untuk mendapatkan hasil yang Rafka inginkan. Begitu selesai, ia memerhatikan penampilannya di cemin.

Ia memang sangat tampan. Senang mempunyai ibu yang sangat cantik.

Sebagai sentuhan terakhir, Rafka menyemprotkan parfum di sekitar leher dan pergelangan tangannya. Ketampanannya akan luntur jika ia berbau tak sedap.

Rafka memungut sepatu yang telah disiapkannya sejak pagi. Bukankah ia sangat berlebihan? Ia tahu jawabannya ‘iya’. Ia sendiri heran kenapa ia bertingkah seperti ini dan seperti itu. Genta akan sangat senang mengejeknya sekarang. Sejak ia mulai dekat dengan Vita, Genta selalu mengolok-oloknya. Untung temannya satu itu tak ada di sini.

Bunyi deru mobil yang memasuki pelataran rumah ini terdengar oleh Rafka. Ia menepi ke jendela. Dalam satu gerakkan ia menggeser gorden ke samping. Benar saja, ada sebuah mobil bak terbuka telah parkir di tengah pekarangan. Beberapa detik kemudian, keluarlah dua laki-laki sebayanya. Salah satu dari mereka menengadah dan melambaikan tangan pada Rafka di atas sini. Genta. Sial.

“Bener-bener Arya, gue bilang jangan kasih tahu sama Genta. Temen-temen gue, nih, memang kompak banget,” gerutu Rafka

***

Terpopuler

Comments

yul,🙋🍌💥💥💥

yul,🙋🍌💥💥💥

next

2021-04-16

1

Sindi Paulia

Sindi Paulia

semangat 😘
salam manis dari JUST TO MEET😘

2020-11-26

1

alisha

alisha

aku mampir like dan favorit

2020-11-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!