Bab 2

Suara langkah Vita menggema di sepanjang koridor yang senyap. Koridor itu kosong, hanya Vita yang menghuninya. Matanya menjelajah sekeliling, mencari-cari di mana kelas barunya, XII IPA 1—seperti kata wali kelasnya kemarin.

Sebenarnya Vita rasa ia salah jurusan, seharusnya ia masuk kelas Bahasa saja, bukannya IPA. Ia berpikir begitu bukan karena merasa ia tak punya kemampuan dalam bidang ilmu pasti, ia hanya merasa mulai tertarik pada Bahasa. Akhir-akhir ini ia sering terpikir untuk menjadi novelis. Lagi pula, ia sangat suka pada novel. Ia menghabiskan banyak waktunya bergelung di tempat tidur dengan mata yang tak beralih dari halaman-halaman novel.

Vita menunduk melihat apakah tali sepatunya lepas, karena sepatunya terasa longgar. Dan ternyata tidak. Ia mengembalikan kepalanya ke posisi semula. Langkahnya melambat saat menyadari ada seseorang yang berjalan dari arah yang ia tuju.

Dari mana munculnya orang itu? Sejak tadi ia memandang ke depan tak ada seorang pun yang terlihat? Tidak ada persimpangan koridor yang dapat dilihatnya.

Astaga. Apa orang itu manusia? Atau hantu?

Semakin dekat jarak Vita dan laki-laki itu, semakin pendek langkah Vita. Vita menggenggam erat kedua tali tasnya dengan kepala tertunduk, berharap jika laki-laki itu seorang manusia, bukan hantu atau sejenisnya. Ia akan terus menunduk seperti ini, sampai ia cukup yakin jika laki-laki itu bukan hantu, atau saat jaraknya sudah cukup jauh dari laki-laki itu.

Menghianati keputusan awalnya, Vita menegakkan kepalanya ketika laki-laki itu berada satu kaki di muka.

Awalnya laki-laki itu juga menunduk seperti dirinya, hanya saja laki-laki itu memandangi ponsel.

Ah, kenapa ia bodoh sekali, itu berarti laki-laki itu manusia. Mana mungkin hantu memiliki ponsel!

Kemudian laki-laki yang sempat Vita kira adalah hantu itu juga mengangkat dan menolehkan wajah pada Vita. Dan kau tau apa yang Vita rasakan?

Aneh.

Itu adalah hal pertama yang dirasakan oleh Vita, aneh. Seperti ada sesuatu yang menyeruak dari dalam dirinya. Sesuatu yang merasa tak sabar karena otaknya tak cukup cepat. Itu membuatnya tak nyaman. Jujur saja, ia bukan orang berotak lambat.

Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Vita berhenti. Ia menurunkan tangannya yang menggantung di tali tas. Tanpa sadar ia menggigit bibirnya—hal yang selalu dilakukannya saat ia sedang berpikir keras, dan itu jarang terjadi. Ia adalah tipe orang yang berupaya menjauhkan diri dari keharusan berpikir keras yang akan membuatnya stres dan berakibat pada menurunnya sistem imun yang memang sudah tak begitu baik.

Perasaan tak asing pada laki-laki itu membuatnya merasa aneh dan tak nyaman. Namun siapa dia? Itu masalahnya. Vita berpikir keras mengingat-ngingat apa yang tak asing dari laki-laki itu. Kenapa ia merasa tak asing?

Belum pernah ia berpikir sekeras ini. Apa ia berbalik dan langsung bertanya saja untuk memastikan apa ia mengenal laki-laki itu? Ia merasa tak nyaman membiarkan dirinya penasaran.

Vita berbalik, dan menyadari jika laki-laki itu sudah melangkah lebih jauh. Mungkin ia akan ingat nanti, putus Vita, dan kembali melanjutkan perjalanan menuju kelas.

Kenapa aku malah inget panda, ya?

***

Vita berdiri di depan kelas yang tak mengacuhkannya sepenuhnya.

Ralat, tak semua penghuni kelas barunya tak mengacuhkannya, ada tiga orang yang memerhatikan dirinya—terhitung wali kelasnya, Ibu Kanya. Orang pertama, seorang laki-laki yang sekonyong-konyong menumpang di bawah payungnya tiga hari yang lalu. Orang kedua, laki-laki yang muncul entah dari mana pagi tadi.

“Silahkan duduk Vita,” persilah wali kelasnya yang bertubuh gempal dan berwajah lebar yang dihiasi kacamata.

Anggukkan kecil Vita berikan sebagai respon dari ucapan Ibu Kanya. Kemudian ia langsung menuju bangku kosong di belakang laki-laki pertama dan terpisah satu baris dengan laki-laki kedua. Di kelas ini setiap murid duduk perseorangan. Ada tiga puluh murid orang, termasuk dirinya. Enam baris dan lima kolom.

Vita melepaskan tasnya. Pandangannya tertuju ke depan, mendapati jika wali kelasnya sudah mulai menulis judul bahasan kelas hari ini. Vita pun mengeluarkan buku Fisikanya, lalu membuka lembar yang masih kosong. Sebenarnya ia tak akan mencatat, ia hanya merasa sedang diperhatikan maka dari itu ia melakukan hal ini.

Vita menopang kepalanya dengan sebelah tangan, sedang tangan lainnya bergerak menggambar sesuatu di lembar belakang buku Fisikanya. Gambar mata laki-laki kedua.

Sepertinya ia harus tahu nama laki-laki itu dulu, pikir Vita sambil menggambar, agar lebih mudah untuk mengingat. Tapi bagaimana jika laki-laki kedua hanya orang yang berpapasan dengannya di jalan? Mana mungkin nama bisa membantu. Lagi pula kenapa ia harus repot mengingat-ingat orang yang berpapasan dengannya di jalan secara tak sengaja? Sungguh perbuatan tak berguna.

Suasana tenang dalam kelas membuat Vita samakin merasa dipaksa untuk mengingat laki-laki kedua. Tangannya bergerak semakin cepat, semakin cepat, hingga akhirnya ia melepaskan pensil dalam genggamannya.

Ia meluruskan pungggung serta kepalanya, matanya memandang langsung pada sketsa mata di buku. Begitu mirip dengan yang asli. Bibir bawahnya ia gigit, kedua alisnya mendekat. Berpikir keras. Bahkan, untuk pertama kalinya ia seperti bisa mendengar otaknya bekerja begitu keras. Terdengar seperti, ‘tek, tek, tek’ tak terhitung jumlahnya.

Kepala Vita jatuh ke atas meja. Oke, ia menyerah. Terserah siapa laki-laki kedua itu. Anggap saja ia pernah tak sengaja bertemu laki-laki itu pada suatu waktu di masa lalu, di suatu tempat yang tidak perlu diingat. Hanya tak sengaja.

Tapi...

Lama Vita tak menegakkan lagi kepalanya. Di dalam otaknya, keputusan terus berubah setiap detik. Apa ia harus berusaha mengingat laki-laki kedua atau menganggap tak pernah merasa tidak asing. Ia heran kenapa harus repot-repot memikirkan ini. Di luar kemauannya.

“Siapa. Siapa. Siapa. Siapa,” terus-menerus Vita bergumam pelan, sambil menghantam-hantamkan keningnya dengan lembut ke meja,

“Siapa. Siapa. Siapa. Siap—”

“Rumus gaya Coloum!”

Secepat kilat Vita meneenggakkan tubuh dan kepalanya, kemudian berkata: “‘F’ sama dengan ‘k’ di kali ‘q1’ di kali ‘q2’ per ‘r’ kuadrat.”

“Tadinya gue kira lo sinting atau apa,” ucap suara yang terdengar asing bagi Vita. Dan ia langsung menyadari jika orang itu bukan wali kelasnya.  Mana mungkin suara Ibu Kanya seperti suara laki-laki. Lambat sekali ia sadar.

Vita menoleh dan sedikit menengadahkan kepala. Hampir saja ia memasang tampang paling bodoh. Kau tahu, ‘kan? Mata melebar, mulut ternganga, dan sebagainya. Syukur itu tak terjadi, hanya nyaris saja.

“Ternyata lo pinter juga, ya,” ujar laki-laki kedua dengan senyum, senyumnya manis sekali. matanya baru kembali dari papan tulis. “Gue seneng, loh, kalo ada orang yang lebih pinter di kelas ini daripada tetangga lo.”

Tetangga?

“Gue Rafka.”

Vita melirik pada label nama yang menempel pada seragam laki-laki itu.

“Rafka aja, gak pakek Anggara,” tambah laki-laki itu mengikuti arah pandangan Vita.

Vita tak menanggapi satu pun ucapan laki-laki yang kini diketahui sebagai Rafka. Nama itu asing baginya. Ia yakin tak punya kenalan, teman, atau sebangsanya yang bernama Rafka. Jadi, siapa laki-laki ini sebetulnya?

“Kita pernah kenal gak, sih?” tanya Rafka tanpa terduga.

Nah. Rafka juga merasa tak asing padanya. Ia tambah yakin sekali bahwa mereka pernah kenal sebelumnya. Akhirnya ada sesuatu yang cukup pasti antara dirinya dan Rafka. Tapi kenapa ia tak bisa mengingatnya sama sekali? Ia ini ‘kan punya daya ingat dengan kapasitas dan kualitas tinggi.

“Kok, gue ngerasa kenal sama lo, ya.”

Vita hanya menggeleng seperti orang bodoh.

“Enggak tahu atau enggak kenal?”

“Aku enggak tahu.”

Vita kembali memandang ke depan. Pantas saja Rafka berdiri menghampirinya, ternyata wali kelasnya sudah keluar kelas.

“Lo gak tahu Bu Kanya udah keluar?” tanya laki-laki itu, dengan senyum senang. “Wah, kita bisa jadi temen baik, ya, Cha.”

“Cha?”

“Ya... Anastasya bisa di panggil ‘Cha’ kan?”

***

Ini cerita udah selesai, jadi kalo mau up-nya cepet votenya juga harus lancar.

Terpopuler

Comments

yul,🙋🍌💥💥💥

yul,🙋🍌💥💥💥

semua karyamu bagus thor.... aq suka

2021-04-13

1

MWi

MWi

lanjuuut

2021-04-13

0

Tita Dewahasta

Tita Dewahasta

like 2

2021-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!