Ricky melajukan kendaraannya menuju ke sebuah apartemen di daerah Sleman. Di dalam pikirannya, hanya tertuju pada Ryan. Dalang di balik semua masalah ini.
Sesampainya di recepsionis, seorang wanita cantik menghampirinya.
"Ada yang bisa saya bantu?" sapanya ramah
"Apa disini ada yang bernama Ryanta Saputra? Dia baru tinggal sekitar semingguan ini." tanya Ricky
"Baik coba kami cek dulu ya." balas resepsionis itu sambil mengetikkan beberapa huruf di komputer
"Pak Ryanta Saputra tinggal kamar no. 112. Ada di lantai satu sebelah utara." terang wanita itu
"Baik terima kasih." ujar Ricky sambil berlari menuju arah yang dimaksud wanita itu.
Di pojok sebelah utara lift ada satu kamar menghadap ke selatan bernomor 112.
Ricky menekan bel beberapa kali sampai akhirnya sebuah mata mengintip dari lubang pintu. Tampak seringai samar dari seorang laki-laki.
Pintu pun terbuka. Ryan tampak berdiri santai dengan balutan handuk di bagian bawahnya.
"Apa yang kamu lakukan dengan perusahaan papaku Ryan!" geram Ricky
"Santai Ric, prinsip utama dalam sebuah bisnis adalah jika bisnis sudah tidak menguntungkan maka sebaiknya ditutup saja. Bukankah begitu?" ledek Ryan
"Keterlaluan." Bentak Ricky seraya mendorong masuk tubuh Ryan
Ryan pun terhempas jatuh ke lantai. Bersamaan dengan itu terdengar teriakan wanita dari arah kamar.
"Kamu sudah menghabiskan harta ayahku hanya untuk bersenang-senang." ujar Ricky
Ricky melayangkan pukulan ke rahang bawah Ryan. Ryan yang masih terduduk tidak berhasil mengelak. Akibatnya darah mengalir di ujung bibirnya
"Apa yang sudah kamu lakukan Ryan?" tanya Ricky penuh amarah
"Aku hanya melakukan sesuatu yang benar Ric, Jika perusahaan papamu tutup. Dengan modal yang ada kamu bisa membuka perusahaanmu sendiri. Dengan begitu kamu punya kuasa penuh atas orang-orang di kantormu." Ucap Ryan tanpa rasa bersalah
"Omong kosong apa yang kamu bicarakan?" Ricky melayangkan kembali tangannya ke pipi Ryan. Kali ini pukulan itu membuat Ryan tersungkur.
"Dengarkan aku baik-baik Ryan. Aku tidak akan diam saja melihatmu melakukan ini padaku. Akan aku pastikan kamu mendekam di penjara." ujar Ricky
"Coba saja. Hahaha." Ledek Ryan dengan senyum menyeringai
Ricky hendak kembali memukulnya sebelum security menahannya.
"Jangan membuat kegaduhan di tempat ini Mas." ujar salah seorang satpam
"Kamu tidak akan ku lepaskan." ujar Ricky sebelum dua satpam itu membawanya pergi
Ryan tertawa lepas. "Akan ku hancurkan kamu sama seperti papamu yang menghancurkanku."
Ricky dibawa ke pos satpam dengan kasar. Tanpa banyak bicara Ricky pun masuk ke mobilnya. Amarahnya belum mereda, apalagi jika mengingat wajah tanpa dosa dari kakak sepupunya barusan.
"Aaargh. Kenapa hidupku harus seperti ini!" Teriaknya frustasi
Ricky pun meraih ponselnya. Menekan beberapa angka dan menunggu panggilan itu tersambung.
'Halo Ric?' sahut Firman dari seberang telepon
'Sibuk gak?' tanya Ricky
'Lagi free nih kenapa?' tanya Firman
'Aku tunggu di Lucifer. Aku traktir minum.' ujar Ricky
'Sekarang Ric? Masih sore lagi. Masak iya mau mabuk-mabukan?' seloroh Firman
'Aku tunggu'
Tut... Tut.. Ricky mematikan teleponnya sepihak.
Ricky menyalakan mesin mobilnya, dan berkendara menuju ke cafe tempatnya biasa nongkrong. Pikirannya kalut. Dia hanya ingin melampiaskan semuanya.
Ricky semakin mempercepat laju kendaraannya.
Pukul 16.00 Ricky tiba di Lucifer. Ricky memarkirkan mobilnya agak jauh dari sana. Ricky melangkah masuk ke bangunan bercat ungu itu.
Setibanya di meja barista Ricky memesan beberapa minuman.
"Carlsberg dingin." ucapnya
"Tumben Mas, lagi patah hati ya." seloroh bartender yang biasa melayani Ricky
"Lagi pusing aja. Siapin yang banyak deh. Hari ini aku ingin mabuk parah. Sampai beban ini benar-benar lepas dari kepala." ucap Ricky
"Bebannya apa kepalanya yang lepas." Seloroh Firman yang tiba-tiba muncul dari belakang
Ricky meneguk segelas minuman itu tanpa ragu.
"Mabuk ajak-ajak. Anker satu ya." Pesan Firman
Ricky meneguk lagi gelas yang kedua. Firman yang menatap heran ke arah Ricky pun sedang membuka botol minumannya.
Ricky menenggak gelas yang ketiga.
"Gila. Benar-benar koleng ya kamu. Astaga bisa-bisanya." Canda Firman namun tidak digubris oleh Ricky.
Gelas keempat, Ricky menatap tajam ke arah Firman, "Kenapa nasibku sesial ini?"
Gelas kelima bergelas-gelas setelahnya hingga jam sudah menunjukkan pukul 20.30
Ricky yang sudah mabuk parah mulai berbicara melantur.
"Chintya, Kamu dimana? Temani aku Chintya." racaunya
"Chintya siapa? Bukannya pacarmu Retha?" heran Firman
"Antar aku ke rumah Chintya." ajak Ricky sambil berjalan sempoyongan
"Woy tunggu. Bang ini pake debit saja bayarnya." ujar Firman sambil menyerahkan atmnya
"Chintya. Kamu dimana?" ujar Ricky sambil berusaha menyeberang jalan
Tanpa sadar Ricky sudah berjalan ke tengah. Chintya yang kebetulan lewat pun segera berlari menghampiri Ricky.
"Ricky awas." teriaknya sambil menarik keras tubuh Ricky
Seketika tubuh Chintya limbung ke trotoar. Dan Ricky terjatuh tepat di atasnya. Pandangan mata Ricky menatap wajah sayu Chintya yang mulai memerah. Tanpa sadar Ricky mendekatkan bibirnya dan mencium lembut Chintya.
"Aku mencintaimu Chintya." Bruk dan Ricky pun pingsan
Adegan itu disaksikan langsung oleh Firman yang baru keluar dari Cafe. Firman mendorong pelan tubuh Ricky yang tidak sadar hingga terguling ke samping. Sedangkan Chintya masih terkejut dengan kejadian yang baru saja dia alami.
"Mbak gak apa-apa kan? Saya antar pulang ya?." Tawar Firman
"Gak usah mas. Rumah saya dekat kok. Paling jalan kaki sudah sampai." ujar Chintya gugup
"Maafin teman saya ya Mbak." ujar Firman
"Mas, kalau boleh tahu teman mas kenapa?" ujar Chintya
"Mabuk Mbak. Biasa lagi banyak pikiran hehe. Maklumin ya Mbak." ujar Firman sambil berusaha membopong tubuh Ricky
Chintya pun spontan berdiri dan memapah Ricky dari sisi satunya
"Biar saya bantu mas." ujar Chintya
Mereka bertiga pun menyeberang jalan menuju mobil merah Ricky.
Firman membuka pintu kursi belakang Ricky dan berusaha menidurkannya. Tepat saat Ricky berbaring tanpa sadar dia menarik paksa tangan Chintya. Chintya pun jatuh di atas tubuh Ricky.
"Jangan pergi Chintya. Biarkan tetap seperti ini." Ucap Ricky seraya memeluk Chintya.
Untuk sesaat Chintya merasakan debaran kuat di jantungnya. Aroma alkohol yang menyeruak membuatnya terasa mabuk. Tanpa sadar, Chintya pun mengecup pelan pipi Ricky.
"Selamat malam Rick." pamitnya seraya berusaha melepaskan diri.
"Tolong jagain teman saya ya Mas." ucap Chintya pada Firman
Mata Firman membulat. "Dia temanmu toh?"
"Iya mas. Tolong dijagain ya Mas. Dia yatim piatu soalnya " terang Chintya
Firman tertawa. "Iya iya siap. Terima kasih ya sudah bantuin"
"Sama-sama Mas. Hati-hati ya mas." ujar Chintya sambil berjalan menjauh
"Gila Ricky. Sabet sini sabet sana. Ckckckck." gumam Firman sambil masuk ke bangku kemudi.
Mobil pun melaju meninggalkan Chintya yang masih memandang ke arahnya
"Aku sayang kamu juga Rick" Ujar Chintya lirih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments