Ricky pun keluar ruangan dan menuju ke ruangan Pak Herman. Mengetuk pintu kemudian masuk menghampiri Pak Herman yang sedang merapikan berkas-berkasnya.
"Mas Ricky. Silahkan duduk Mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah
Ricky menghela nafas dan duduk di hadapan Pak Herman
"Jujur saja Pak Herman, saya seperti belum siap dengan meninggalnya orang tua saya. Saya bahkan masih ragu, apa keputusan yang saya ambil tadi benar-benar tepat. Menggadaikan aset perusahaan tentu nggak semudah yang kita bayangkan. Turunnya saham dan mungkin harga yang tidak sesuai akan menyebabkan kerugian untuk kita. Tapi disini saya juga nggak punya pilihan lain." keluh Ricky
Pak Herman tersenyum, "Itulah bisnis Mas Ricky. Kita harus bisa mengendalikan keuangan perusahaan apapun itu resikonya. Memang kita bisa rugi jika tidak bisa mengembalikan pinjaman dalam waktu yang ditentukan. Tapi, dalam hal ini kita juga akan dapat beroperasi kembali dengan adanya uang pinjaman itu. Kita berdoa saja dan positif thinking untuk hal ini." balas Pak Herman memotivasi
Ricky menghela nafas. "Baik Pak, saya percayakan semuanya sama Bapak. Saya bersedia membantu jika memang diperlukan. Saya juga minta tolong Pak, awasi kinerja kakak sepupu saya, Ryan. Saya khawatir dia melakukan penyelewengan dana." ujar Ricky
"Baik Mas Ricky. Saya akan usahakan semampu saya untuk menstabilkan perusahaan." ujar Pak Herman mantab
"Kalau gitu saya pamit Pak. Selamat bekerja kembali." Ujar Ricky
Ricky pun keluar ruangan dan masuk ke mobilnya. Ricky melihat jam tangannya. 09.26. 'Masih pagi, Cintya pasti belum pulang. Aku balik dulu aja ke rumah. Nanti aku jemput dia jam setengah tiga.' pikir Ricky lalu menyalakan mobilnya. Mengendarai perlahan menuju kediamannya.
Sementara itu, di tempat lain. Retha sedang duduk manis dengan tabloid di tangannya. Seorang wanita tengah mewarna rambutnya.
"Aku mau rambutku dicat kekuningan kayak pirang gitu ya. Trus bikin se smooth mungkin. Ngerti kan maksud aku?" ujarnya pada pegawai salon itu
"Ngerti mbak." balas pegawai salon itu sambil mengeringkan rambut Retha
"Waduh, yakin deh aku, kamu bakalan tambah cantik dengan rambut pirang." komentar Firman
"Jelaslah. Aku bakal buat Ricky cinta mati sama aku. Penampilanku harus bener-bener perfect." ujar Retha
"Emang kamu sama Ricky sudah lama kenal? Sudah pacaran ya?" tanya Firman
"Emm, Aku dikenalin sih sama papa. Om Wijaya kan partner bisnisnya papa. Trus Papa sama Om Wijaya berniat buat jodohin kita. Kemarin pas mau ketemu keluargaku, Om sama Tante Wijaya kecelakaan dan meninggal. Ya udah batal deh acaranya." cerita Retha
"Jadi kamu baru ketemu Ricky di kampus kemarin?" tanya Firman
"Iyalah. Cuma aku sudah lama dengar soal dia dari papa. Bahkan sudah temenan di sosmednya dia. Aku stalking sih trus nggak taunya lebih ganteng dari di foto. Bener-bener perfect." terang Retha berbinar
"Trus trus perasaannya dia ke kamu gimana?" tanya Firman penasaran
"Ya itu tugas aku buat dia suka sama aku. Supaya dia cinta. Aku harus terlihat sempurna. Makanya Aku ajak kamu nyalon. Biar aku bisa nanya pendapat ke kamu, Aku cantik apa belum?" balas Retha menatap Firman dari pantulan cermin
Firman mengangguk mengerti. Setelah itu dia fokus ke handphonenya. 'Berarti kamu cuma manfaatin aku Tha. Padahal aku tertarik sama kamu. Tapi nggak apa. Aku bakal buktiin kalau Aku lebih dari Ricky. Lihat aja nanti.' ujar Firman dalam hati
***
Ricky terbangun tepat pukul 2 siang. Dia mengecek handphone sebentar sebelum akhirnya mandi dan bersiap menemui Cintya. Ricky menarik selembar kaus santai berwarna navy dan celana panjang krem yang biasa dia pakai saat ke kampus. Rambutnya yang sedikit basah hanya disisir ke atas. Ricky lalu menarik hodie abunya dan menyambar kunci mobil yang tergantung di sebelah lemari.
"Mas Ricky mau kemana? Nggak makan dulu Mas?" tanya maidnya begitu dia menuruni tangga
"Aku makan di luar aja. Ada janji soalnya." ujar Ricky dengan seulas senyum
"Iya udah Mas Ricky, hati-hati ya." ujar maidnya.
Ricky mengangguk kemudian berjalan ke depan rumah. Mobil merahnya terparkir rapi di garasi. Ricky menyalakan AC mobilnya karena memang siang itu cuaca begitu panas. Ricky melajukan mobilnya begitu pagar dibukakan oleh maidnya.
Ricky langsung melajukan mobilnya ke Toko Gerabah tempat Cintya bekerja. Tepat pukul 14.35 Cintya sedang berjingkat berusaha menarik pintu rolling dor yang memang sedikit seret. Ricky pun tersenyum dan menghampiri Cintya.
"Bisa nggak? Kalau pendek nggak usah maksa." Goda Ricky
Cintya pun cemberut. "Bantuin."
Ricky menarik Roll pintu itu dengan mudahnya dan membantu menguncinya. Setelah itu, memberikan kuncinya pada Cintya.
"Yang lain kemana? Kok sendirian nutupnya?" tanya Ricky heran
"Mbaknya tadi izin, anaknya sakit. Trus bos takziah." terang Cintya lesu
"Owh. Mukamu kenapa? Capek? Apa Lapar?" tanya Ricky melihat wajah murung Cintya
"Dua duanya. Lapar banget. Belum makan sejak pagi. Nenek juga belum makan. Bentar." balas Cintya sambil merogoh tas kecilnya.
Cintya mengeluarkan uang dan menghitungnya. 46.000. Hanya itu sisa uangnya. Gajiannya masih dua hari lagi. Cintya menghela nafas.
"Makan Yuk. Aku traktir." ajak Ricky sambil menggandeng tangan Cintya
Cintya menatap bingung ke arah Ricky.
"Tenang. Aku lagi ada rezeki kok. Cukup buat makan-makan. Sekalian nanti beliin nenek juga." ujar Ricky membuka pintu mobil dan mempersilahkan Cintya masuk.
Ricky menunduk, memasang sabuk pengaman Cintya. Deg... Jantung Cintya berdegup. Jarak wajahnya dengan Ricky cukup dekat. Bahkan nafas Ricky mengenai dahinya. Cintya menunduk malu.
Ricky pun segera menuju kemudi dan mengajak Cintya ke sebuah restoran yang terkenal di Sleman.
"Ric, kayaknya mahal deh. Ngelihat tempatnya bagus gitu." oceh Cintya begitu mobil Ricky terparkir
Ricky tersenyum. "Nggak kok, Aku dapat arisan jadi nggak apa aku traktir kamu makanan enak hari ini. Yuk keluar." bohong Ricky seraya membukakan pintu mobil Cintya. Sahabatnya itu memang selalu menolak ketika Ricky memberi dia terlalu banyak.
Cintya menatap ramainya restoran itu. Beberapa pasangan kekasih melirik dan sedikit menertawai penampilannya. Cintya yang merasa risih pun menunduk.
"Aku nggak mau makan disini Ric. Malu dilihatin terus." keluh Cintya
Ricky melirik ke arah pembeli. Seketika mereka mengalihkan pandangannya. Ricky menggenggam tangan Cintya.
"Nggak usah malu. Ada aku." balas Ricky sambil berjalan ke sebuah meja di dekat pintu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments