Episode 16

"I feel happy."

\~\~\~\~\~\~

Yazel menahan pukulan bantal dari Ariya seraya terkekeh geli. Ia sebenarnya ingin mengeluarkan sihirnya untuk menghentikan gadis tersebut, namun entah kenapa dirinya merasa senang akan hal ini.

Jujur saja, Yazel tidak pernah merasa sesenang ini sebelumnya. Menyiksa dan membunuh peri cuma memberikannya kepuasan, bukan kesenangan yang ia alami sekarang ini. Dan, satu-satunya orang yang berhasil membuatnya gembira sejauh ini hanyalah Ariya.

Sebenarnya, Ariya itu makhluk apa?

Yazel berpikir sejenak, sementara ia masih membiarkan Ariya memukulnya sesuka hati. Toh, lagipula pukulan Ariya tidak sesakit yang ia bayangkan.

Apa Ariya memiliki suatu kekuatan yang mampu membuat dirinya berdebar-debar?

Batin Yazel terus berperang, hingga tidak menyadari Ariya sudah menghentikan serangannya. Yazel masih membuat tameng di depan wajahnya, membuat Ariya hanya mengernyitkan dahi tidak mengerti.

Melihat Yazel yang terus melamun dan tidak menyadari gerak-gerik Ariya, perempuan ia sedikit mundur ke tepi ranjang, sebelum pandangannya tertuju pada ************ milik Yazel.

Senyuman smirk spontan terukir di wajahnya yang cantik.

Gotcha!

Tiga...

Dua...

Satu...

Ariya langsung menendang ************ milik Yazel, membuat lelaki itu langsung berjengit kaget di tempatnya. Ariya yang melihat itu langsung terbahak kecil di tempatnya.

"Apa yang kau lakukan!" jerit pria itu dan spontan memegang area sensitifnya. Ia mengaduh dan merutuk kesal, memijit kecil bendanya agar tidak terlalu sakit.

Sialan!

"Rasakan!" tukas Ariya dan mengeluarkan lidahnya, bermaksud untuk mengejek lelaki yang sedang kesakitan itu.

Yazel yang melihat itu hanya mampu menahan emosi. Lidahnya menjadi terasa kelu untuk berkata-kata. Selangkangannya terasa seperti sudah retak dari bawah hingga ke atas.

"Itu untuk menguji kekuatan saja," ucap Ariya dan terkekeh, seolah-olah ia sangat senang dengan hal ini.

Yazel memutar kedua matanya. Sial sekali ia hari ini. Yazel ingin sekali menghukum Ariya lagi karena telah mengerjainya seperti itu, namun hati kecilnya mengatakan kata 'tidak'.

Jujur saja, Yazel juga bingung kenapa Ariya tidak takut kepadanya. Satu-satunya makhluk yang tidak takut padanya adalah Ariya. Bahkan perempuan ini juga masih berani untuk mengerjainya.

Ariya bangkit dari tempat tidur, lalu segera berlari ke arah pintu kamar. Tangannya terjulur untuk meraih gagang pintu. Namun belum sempat ia berhasil membukanya, sebuah tangan kekar langsung menahan pintu tersebut dari arah belakang.

Ariya semakin tercengang ketika ia merasakan ada sebuah tangan lagi yang membalikkan badannya dengan cepat, lalu memojokkannya ke pintu. Ariya seketika meneguk ludahnya saat wajah Yazel terlihat sangat dekat dengannya.

"Apa maumu?"

Pria itu tampak meringis sejenak, menahan rasa sakit di bawahnya. Namun, ia tetap menatap datar ke arah Ariya.

"Kau mau pergi kemana?"

Ariya kembali meneguk saliva ngeri. Sebenarnya, ia juga tidak tahu dirinya mau pergi ke mana. Yang Ariya pikir hanyalah untuk menjauh dari Yazel sesegera mungkin.

"Aku mau pergi berjalan-jalan sebentar. Bukankah tadi kau mengatakan jika aku boleh berkeliling di dalam kediamanmu?" Ariya langsung berujar dengan cepat, membuat Yazel sontak melepaskan tangannya dari bahu gadis tersebut.

Yazel menatapnya dengan tatapan jengah. "Baiklah. Tapi, tunggu sebentar. Biarkan aku beristirahat dulu. Selangkanganku masih terasa sakit," tukas Yazel secara terang-terangan, membuat Ariya menahan tawanya di dalam hati.

Ok, ok, mungkin ini terdengar kejam. Tapi, Ariya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengerjai Yazel sebagai bentuk pembalasan dendam.

"Baiklah."

***

Seperti yang telah Yazel katakan tadi, sekarang Ariya sudah keluar dari kamar pria tersebut. Yazel mengajaknya pergi ke tempat yang Ariya yakini itu adalah sebuah perpustakaan.

Woah...

Ariya bergumam seraya melebarkan kedua bola matanya sesaat setelah pria tersebut mempersilahkannya utnuk masuk ke dalam ruangan.

Ariya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menjelajah ke sekeliling. Matanya menangkap ada berbagai macam buku yang dipajang dengan rapi. Sebenarnya, Ariya tidak terlalu mencintai buku, namun ketika dirinya bertemu dengan ruangan ini, sepertinya ia harus membuang hal yang tidak ia sukai itu jauh-jauh.

Warna ruangan tersebut di dominasi oleh warna coklat keemasan, sementara lemari buku yang berjejer itu memiliki sepuluh tingkat rak. Setiap buku-buku tersebut disusun berdasarkan genre dan warna-warnanya.

Ketika Ariya semakin memperluas pandangannya, ia dapat melihat ada lantai yang kedua lagi. Ariya seketika semakin terpesona. Ini bukan sebuah ruangan membaca buku lagi, tapi lebih tepatnya sebuah perpustakaan yang begitu mewah.

Bukan hanya itu, ketika Ariya menengadahkan kepalanya ke atas, ia dapat melihat sebuah lukisan besar yang diukir dengan uniknya. Ada gambaran awan-awan, istana, dan seperti ada berbagai macam makhluk yang dilukis di dalamnya.

Ariya menatap gambar tersebut sedikit lama. Ternyata, di balik gambar yang besar tersebut, ada semacam lampu kuning yang menerangi tempat ini. Pantas saja, Ariya tidak menemukan adanya bohlam lampu yang terpasang di sekitar sini lagi.

Ariya langsung berlari kecil, meninggalkan Yazel yang sedang mengantongi kedua tangannya dan berjalan dengan santai. Pria itu hanya tersenyum kecil melihat kelakuan Ariya.Tapi, tetap saja wajah dinginnya selalu lebih dominan.

Tampak perempuan tersebut menyentuh kaca lemari tersebut dengan tatapan terpesona. Matanya membaca judul buku tersebut satu per satu, sementara tangannya tidak bisa berhenti untuk menyentuh kaca yang menjadi penghalang.

Seolah-olah menyadari keinginan Ariya, Yazel mengeluarkan sebelah tangannya, lalu membuka kaca lemari tersebut dari kejauhan. Ariya spontan memekik girang ketika kaca lemari yang berada di depannya sudah terbuka.

Tangannya yang terasa gatal itu langsung meraih salah satu buku yang bersampul berwarna putih, lalu memeluknya dengan erat. Ariya kembali membaca judul buku yang beraneka ragam tersebut, mencari-cari buku yang menarik perhatiannya.

Waktu terus berjalan hingga tak terasa, Ariya sudah memeluk sekitar lima belas buku di dalam pelukannya. Ia terlihat berjalan dengan kesusahan, namun sebelah tangannya masih saja berniat untuk meraih buku-buku yang lain.

"Kenapa kau mengambil buku sebanyak itu?"

Ariya lantas menoleh, kemudian mendapati Yazel yang sedang duduk di atas salah satu kursi yang tersedia. Ariya mencebik kesal.

"Untuk berjaga-jaga saja kalau kau mau mengurungku seharian di dalam ruanganmu yang berbau itu," ucap Ariya.

Yazel tersenyum miring. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Oh, aku tidak akan melakukan hal itu lagi. Tapi, kalau kau tidak menuruti perkataanku, aku pasti akan mengurungmu lagi di dalam sana."

Ariya langsung menghela napas jengkel. "Tuh! Kan."

"Ah, aku bukan akan mengurungmu di dalam kamarku. Tetapi di dalam kandang yang waktu pertama kali kau berada di dalam kediamanku."

Mendengar perkataan Yazel, bulu kuduk Ariya seketika merinding hebat. Ia melemparkan tatapan tajamnya kepada Yazel, lalu kembali mencari buku di dalam lemari. Ia mengabaikan perkataan terakhir Yazel.

Yazel kembali terkekeh. Entah kenapa, ia selalu merasa bahagia ketika berada di samping Ariya. Entah itu karena sikap Ariya yang polos, dungu, ataupun karena wajah cantiknya yang membuat Yazel sedikit terpesona.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!