Episode 15

"Sometimes, I can't control my feelings."

\~\~\~\~\~\~

Hari sudah mulai menjelang siang, namun Ariya masih saja belum beranjak dari kasur Yazel. Di tangannya terdapat sebuah buku tebal yang ia temukan tadi di dalam lemari.

Oh, jangan salahkan Ariya yang membongkar seluruh isi kamar ini. Gadis itu hanya merasa suntuk berdiam diri di dalam kamar tanpa bisa melakukan apapun. Pintunya terkunci dan Yazel telah meninggalkannya sejak tadi pagi.

Ditinggal? Wajah Ariya sontak berubah menjadi masam. Memang dengan ketidakhadiran dari pria tersebut membuat Ariya sedikit senang, namun entah kenapa hal tersebut juga membuatnya merasa bosan. Tidak ada siapapun yang berbicara kepadanya semenjak tiga hari yang lalu, kecuali Yazel sendiri dan gadis maid yang mengantar makanan tadi.

Ariya menghela napas. Matanya mulai merasa capek karena terus membaca buku novel yang bergenre romantis itu.

Dalam beberapa jam, Ariya mampu membaca hingga habis novel yang memiliki halaman 500 lembar itu. Cerita di dalam buku itu cukup membuat Ariya merasa sangat cemburu dengan tokoh perempuan tersebut.

Bagaimana tidak? Tokoh wanita itu selalu disayangi oleh keluarganya, mendapatkan apapun yang ia mau karena ia merupakan keturunan orang kaya, lalu ia juga menemukan cinta sejatinya dan hidup berbahagia selamanya. Ya, memang tentu saja masih ada konflik lainnya di dalam novel tersebut, namun tetap saja Ariya merasa jika perjalanan hidup tokoh itu sudah cukup mulus jika dibandingkan dengan dirinya.

Menyadarkan kepalanya di kepala kasur, Ariya melirik sekilas ke arah jam dinding. Jarum pendek sudah menunjuk ke arah jam tiga, yang artinya ia sudah membaca buku ini selama empat jam lebih.

Ariya mengerjapkan matanya beberapa kali yang sudah lelah itu, lalu menutup kedua matanya sejenak.

Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang ini. Tidak ada Blake, tidak ada siapapun, rasanya dirinya hanya menjadi seorang gadis dungu yang bersyukur telah dilahirkan di dunia ini.

Bahkan sampai sekarang, ia tidak tahu dimana keberadaan orang tuanya. Banyak kabar burung yang bertebaran mengatakan jika orang tuanya telah meninggal dunia sejak dirinya masih kecil. Namun, entah kenapa, secuil hati Ariya tidak percaya dengan hal tersebut.

Hah, meninggal? Mereka sama sekali tidak memiliki bukti yang bisa membuktikan perkataan mereka.

Ariya membuka kedua matanya, sebelum menatap ke arah langit-langit kamar yang berwarna hitam itu. Pikirannya berkecambuk dalam berbagai hal.

Kenapa Yazel mengurungnya di dalam sini, ya? Sudah tiga hari semenjak kejadian ia diculik itu, namun Yazel masih belum berniat untuk membunuhnya sampai sekarang.

Selama ini, banyak sekali gosip yang mengatakan jika para Dreta selalu menyiksa dan membunuh setiap peri yang mereka mangsa. Namun, kenapa ia tidak mengalami hal-hal yang dibincangkan oleh orang-orang itu? Oh, kecuali di bagian menyiksanya. Ariya sudah pernah merasakan hal itu.

Ah, Ariya tanpa sadar menggelengkan kepalanya yang terasa pusing.

Terlalu banyak berpikir.

"Ya sudah, kalau begitu jangan dpikirkan lagi."

Suara Yazel yang tiba-tiba terdengar dari sampingnya membuat Ariya langsung merutuk kesal. Ia sudah lumayan bisa beradaptasi dengan kehadiran Yazel yang muncul secara tiba-tiba, namun apakah pria itu tidak bisa memperbaiki sikapnya? Setidaknya sebagai suatu sopan santun.

Yazel terkekeh seraya menyelimuti dirinya dengan selimut. "Kau ambil buku apa?"

Ariya melirik ke arah Yazel sekilas. Sebenarnya, ia masih merasa canggung karena berada di atas kasur bersama dengan seorang lelaki. Namun, Ariya berusaha menepis semua perasaannya itu.

"Aku menemukannya di dalam lemarimu."

Yazel pura-pura terkaget, padahal sebenarnya dirinya sudah tahu apa saja yang dilakukan oleh perempuan tersebut sejak tadi pagi. "Kau berani-beraninya membongkar isi lemariku?"

Ariya langsung mengerjap. "Itu karena aku tidak mempunyai hal yang bisa aku kerjakan, bodoh. Aku bosan di dalam kamar ini. Atau lebih tepatnya, terkurung di dalam kamar ini tanpa bisa menghirup udara segar sekalipun," ucap Ariya yang bermaksud untuk menyindir.

Yazel tersenyum tipis mendengar pengakuan Ariya. Ia kemudian tampak berpikir-pikir sejenak. "Kau boleh berkeliling kediamanku, kok."

"Untuk apa?" seru Ariya dengan ketus. Yang ia mau hanyalah keluar dari rumah terkutuk ini dan pergi sejauh-jauhnya. Tapi, tampaknya Yazel tidak peka terhadap kemauannya.

"Aku tahu apa yang kau inginkan, Ariya."

Ariya langsung menyipitkan matanya, lalu mencibir pelan.

"Apa kau lupa jika aku bisa membaca pikiran orang? Termasuk kau?" Yazel mengangkat alis sembari menopang wajahnya dengan menggunakan sebelah tangan.

Ariya seketika menarik pemikirannya barusan. Ok...

"Aku merasa bosan di dalam kamar terkutukmu ini," tukas Ariya dan menutup buku yang tadi ia baca. Ariya meletakkan buku yang sangat tebal itu di atas nakas.

"Sudah kukatakan jika kau boleh mengelilingi kediamanku, Ariya. Ada sauna, kolam renang, tempat gym, bioskop pribadi, dan masih banyak tempat hiburan lainnya."

Ariya mendadak menoleh. Perkataan Yazel cukup mengagetkan dirinya. Satu hal langsung terbesit di dalam pikirannya. Pria ini kaya.

Tapi, sesaat kemudian, wajah Ariya seketika berubah menjadi keruh. Ia baru saja ingat Yazel adalah seorang Dreta, jadi tidak perlu merasa heran jika pria itu sangat kaya. Seorang Dreta bisa melakukan hal apapun, termasuk dalam pekerjaan kotor sekalipun.

Iuh..

"Aku tidak melakukan pekerjaan kotor, baby." Yazel memotong pikiran Ariya yang melantur kemana-mana. "Lagipula, ini semua hanyalah sebuah warisan. Aku tidak pernah bekerja."

Ariya seketika berjengit di tempatnya sendiri. Ia bukan terkejut mendengar pernyataan Yazel, tetapi lebih tepatnya pada panggilan baby tadi. Memang Ariya sudah pernah mendengarnya karena pria itu sempat menyebutnya seperti itu beberapa kali. Tapi, sekarang suasananya terasa beda karena mereka berdua sedang berada di atas tempat tidur.

"Ah, soal tadi pagi," ucap Ariya buru-buru, seolah perempuan itu memotong topik Yazel dengan panik. "Apa kau memperoleh kekuatan yang bisa berbicara dengan benda mati?"

Yazel seketika merasa pipinya panas. Ia langsung menyandarkan kepalanya ke atas bantal dan memejamkan mata sejenak. Yazel tiba-tiba saja merasa malu dengan kejadian pagi tadi.

Sial!

"Ah, iya," balas Yazel dan menganggukkan kepalanya. "Terus Ariya, mereka bukan benda mati, namun benda yang hidup."

Yazel berusaha mengarang senormal mungkin. Kejadian memalukan itu harus segera dihapuskan!

"Oh, ya?" Ariya memiringkan kepalanya merasa heran. "Kenapa mereka bisa hidup?"

"I.. Itu.." Yazel mendadak gugup sendiri. Kepalanya langsung beroperasi dengan cepat, berusaha untuk mencari-cari alasan yang lebih bagus.

"Ahh," seru Yazel dan menepuk jidatnya dengan pelan, seolah-olah ia baru kepikiran sesuatu. "Semua benda-benda mati itu sudah ditempati oleh roh penasaran, Ariya. Makanya aku bisa berbicara dengan mereka."

Oke, pengalihan yang bagus. Walau terkesan cukup aneh.

Ariya mengernyit, sementara matanya membulat dengan polosnya. "Oh, begitu. Terus, kenapa kau menabrak dirimu dengan kursi tadi? Apa barangmu sudah putus sekarang?"

Pertanyaan yang sedikit menyentil harga diri Yazel itu membuat pria tersebut langsung membuka kedua matanya. Ia merasa pipinya semakin memerah saja.

Shit! Ia tidak pernah berada di dalam situasi seperti ini sebelumnya.

"Itu, aku cuma mencoba untuk mengetes kekuatan selangkanganku," elak Yazel tanpa berpikir panjang. Di detik selanjutnya, ia berjengit sendiri, merasa kaget dengan perkataannya sendiri. "Ah, eh. Maksudku--"

"Oh, terus, apa kau bisa menahannya?" tanya Ariya dengan tatapan yang penasaran.

"I--itu.."

"Kurasa kau tidak bisa menahannya, ya?" potong Ariya langsung. Pikirannya memutar kembali rekaman yang ia lihat tadi pagi. Tampak jelas jika Yazel meringis sendiri hingga berjongkok kesakitan sembari memegangi anunya.

Apa pria ini dungu, ya? Mengetes kekuatan seperti itu?

"AH! Sudahlah!" pekik Yazel dan memberengut kesal. Ia langsung terduduk di atas kasur. "Kau mau melihatnya? Biar kubuktikan padamu jika barangku itu masih utuh 100%."

Ariya langsung membelalakan matanya terkejut. Ia meraih bantal yang berada di dekatnya dan spontan menghantam wajah Yazel dengan benda tersebut. Dia tidak merasa takut dengan Dreta mesum seperti ini lagi..

"Jijik! Dasar cecunguk ini!"

Terpopuler

Comments

Eka Riyanti

Eka Riyanti

perjlnan cinta yg sweeeet bngt siy,,kpn nich bnih2 cnta arya dtg thor

2020-11-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!